Ditjen Pajak ingin Hari Pajak jadi momentum gotong-royong memulihkan ekonomi. Bagaimana caranya?
Tepat 75 tahun silam, 14 Juli 1945, kata pajak digaungkan oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Radjiman Wediodiningrat dalam pembahasan soal keuangan negara. Usulan Radjiman tertuang dalam draf Undang-Undang Dasar Pasal 23 Bab VII pada butir kedua yang berbunyi, “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang.”
Kini, pajak merupakan tulang punggung negara. Dan peran pajak kian penting di tengah upaya pemerintah menangani dampak badai Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan meluncurkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, dalam situasi serbasulit sekarang ini, pajak berperan ganda dalam menjaga kesehatan sekaligus mendorong ekonomi agar mampu bertahan melalui aneka insentif pajak. Ia mengajak masyarakat bergotong royong saling menuturkan peran pajak sebagai instrumen pemulihan ekonomi nasional, semangat yang juga tertuang menjadi tema peringatan Hari pajak 14 Juli 2020, “Bangkit bersama pajak dengan semangat gotong royong.”
“Kita ingin Hari pajak sebagai momen edukasi, kita terus meluncurkan literasi. Ini bukan program baru; kita lebih mengintensifkan, bercerita tentang keberadaan instrumen pajak sebagai bagian dari pemulihan ekonomi nasional. Bagaimana masyarakat bergotong rotong, ini terus kita bahasakan,” kata Suryo, kepada Majalah Pajak, di ruang kerjanya, Jumat (3/7).
Baca Juga: Pajak dari Masa ke Masa
Teknisnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan ruang bagi awak media dan masyarakat umum untuk berkisah melalui seyembara penulisan artikel dan lomba poster.
Aneka insentif
Dalam penanganan Covid-19, aneka stimulus sudah dilakukan. Menurut Suryo, seluruh rangkaian kebijakan yang telah terbit itu mencerminkan peran ganda pajak. Sehingga, pemahaman yang harus dibangun adalah bagaimana instrumen pajak dapat menjaga ekonomi agar tetap tangguh, agar efek domino—pengangguran kemiskinan, dan sebagainya—tidak semakin luas.
“Harapan besarnya, kan, bisnis kembali normal. Pajak itu, kan, ekor ekonomi. Harapannya, kan, setelah ekonomi tumbuh, pajak juga mengalami perbaikan. Di dimensi kita, bagaimana kita menjaga kondisi kesehatan dan kondisi bisnis. Kita kemudian bercerita pajak hadir untuk itu,” papar Suryo.
Dalam PEN, pemerintah mengalokasikan insentif usaha sebesar Rp 120,61 triliun, yang meliputi insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) Rp 25,66 triliun; pembebasan PPh Pasal 22 Impor Rp 14,75 triliun; diskon 30 persen PPh Pasal 25 Rp 14,4 triliun; dan percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 5,8 triliun.
Rangkaian kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020. PMK ini melampirkan 1.062 klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang berhak menerima aneka insentif pajak, di antaranya perdagangan, manufaktur, dan sebagainya.
Suryo mengungkap, 93 persen WP melakukan pemberitahuan dan disetujui memanfaatkan insentif pajak. Prosedur pemberitahuan atau pemanfaatan insentif pajak ini dilakukan melalui situs resmi DJP (pajak.go.id).
“Istilahnya pada saat mereka memberitahukan, kita cocokkan KLU-nya. Kedua, persyaratannya cuma SPT tahun sebelumnya sudah dimasukin belum. Kita cuma mau minta report-nya. Fungsinya untuk merekam berapa, sih, manfaat yang diterima masyarakat. Enggak perlu verifikasi (penilaian). Karena semua proses melalui sistem—submit, masuk sistem, jebret, keluar (notifikasi). Enggak ada anggota (pegawai pajak) ngecek-ngecek. Sebetulnya enggak ada yang susah,” jelasnya.
Baca Juga: Insentif Pajak di Tengah Wabah
Selain itu, ada fasilitas penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen sebesar Rp 20 triliun, tambahan insentif PPh Pasal 21 DTP senilai Rp 14 triliun, dan cadangan stimulus lainnya sebesar Rp 26 triliun.
“Strategi saya, ‘Manfaatkan (insentif pajak) supaya bisnis bergerak. Nanti kalau sudah sehat, kontribusi’. Itu, kan, gotong royong namanya.”
Sayangnya, hingga 29 Juni 2020, realisasi pemanfaatan aneka insentif usaha ini masih sekitar 10,14 persen. Padahal menurut Suryo, DJP sudah mendakwahkan manfaat ini melalui asosiasi dunia usaha dan berbagai media sosial.
“Kita manfaatkan semua saluran sebetulnya. Sehari saja berapa asosiasi kita ceritakan. Terus setiap Wajib Pajak punya saluran e-mail, berapa kali kita blast informasi melalui e-mail. Kita cerita ada manfaat, ada insentif, ada kemudahan dari pemerintah, silakan dimanfaatkan,” kata dia.
Kendati tak memiliki target tertentu, Suryo berharap Wajib Pajak dapat memanfaatkan segala fasilitas pajak. Apalagi, melalui Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 72, pemerintah telah memperpanjang beberapa insentif pajak yang semula berakhir September menjadi akhir tahun 2020.
“Kalau bisa, semuanya bisa memanfaatkan. Maknanya apa? Semakin banyak insentif pajak termanfaatkan, berarti situasi ekonomi bergerak lebih cepat. Misalnya, PPh 21 semakin banyak report, berarti pegawainya masih (perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja). Semakin banyak PPh 22 impor yang dibebaskan, berarti importasinya makin banyak,” jelas Suryo.
Di bulan Juni, terbit pula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2020 yang mengatur jenis kegiatan yang mendapatkan fasilitas PPh, seperti produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, sumbangan dalam rangka penanganan Covid-19, penugasan di bidang kesehatan, penyediaan harta untuk digunakan dalam penanganan Covid-19, dan pembelian kembali saham di bursa efek.
Baca Juga: Core Tax System” Teknologi Terintegrasi untuk Memudahkan Fiskus dan Wajib Pajak
Selanjutnya, secara khusus, UMKM juga mendapat insentif pajak berupa PPh Final DTP sebesar Rp 2,40 triliun. Suryo menyebut, per 3 Juni 2020 sudah sekitar 200 ribu UMKM yang memanfaatkan fasilitas ini, terbilang kecil mengingat UMKM yang terdaftar di DJP mencapai kisaran 2,3 juta.
“Betul, UMKM banyak yang belum memanfaatkan. Perlu lebih disosialisasikan, sehingga dapat dikapitalisasi berapa yang dimanfaatkan. Ini salah satu kewajiban kita dan teman-teman (menyosialisasikan), makanya gotong royong. Yuk, kita cerita deh lintas ke kementerian. Kita paralel dengan program lain, seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat). Satu paket kita bercerita,” harap Suryo.
Namun, tetap saja DJP harus melakoni perannya sebagai penggali penerimaan negara yang tahun ini ditarget Rp 1,198 triliun dari semula Rp 1,254 triliun.
“Jadi, fokus kita sekarang stabilisasi ekonomi. Walaupun kita enggak bisa ninggalin, tetap ya, ngumpulin. Angel tho, (susah kan)? Strategi saya, ‘Manfaatkan (insentif pajak) supaya bisnis bergerak. Nanti kalau sudah sehat, kontribusi’. Itu, kan, gotong royong namanya,” imbuhnya.
Strategi lain DJP adalah menerapkan PPN 10 persen atas pembelian produk digital dari luar negeri yang dipungut oleh pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), seperti diatur dalam PMK Nomor 48/PMK.03/2020. Ada enam perusahaan yang ditunjuk DJP untuk memungut PPN ini, yakni Amazon Web Services Inc, Google Asia Pasific Pte. Ltd, Google Ireland Ltd, Google LLC, Netflix International B.V, dan Spotify AB.
“Pengenaan PPN pada dasarnya bagaimana kita memberikan level playing field. Saya nonton film Rambo lewat TV Kabel di Indonesia, saya bayar PPN. Saya nonton Rambo lewat Netflix contohnya, enggak bayar PPN. Adil enggak?” ujar Suryo.
Baca Juga: Apa itu Single Login DJP?
You must be logged in to post a comment Login