Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri halal sekaligus menjadi produsen halal di dunia dengan segala sumber daya yang dimiliki dan ekosistem yang mendukung. Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar mengungkapkan, halal lifestyle dari perspektif bisnis adalah business opportunity dengan nilai transaksi yang menggiurkan baik dalam skala nasional maupun global. Bisnis di industri halal yang berkembang pesat tentu akan menjadi sumber penerimaan dalam bentuk zakat maupun pajak bagi negara.
Dalam wawancara khusus secara virtual dengan Majalah Pajak, Rabu (23/12), mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI ini memaparkan kiprahnya bersama IHLC dalam menyebarluaskan informasi dan pengetahuan ke masyarakat tentang pentingnya gaya hidup halal, penguatan ekosistem industri halal, dan berbagai upaya yang harus ditempuh Indonesia untuk menjadi produsen halal dunia di tahun 2024.
Indonesia Halal Lifestyle Center lahir di tahun 2015, apa latar belakangnya?
Saya dahulu berkarier di Departemen Pariwisata. Di era pemerintahan Presiden Gus Dur saya sudah menjabat sebagai sekjen dan menterinya adalah Gede Ardika yang berasal dari Bali. Setiap kali ada acara internasional maupun nasional yang berkaitan dengan dunia Islam, beliau selalu menugaskan saya untuk mewakilinya. Saya sering menjadi pembicara pada pertemuan internasional di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab dan Riyadh, Saudi Arabia dalam lingkup Organisasi Konferensi Islam (OKI). Ketika terjadi pergantian kabinet, menteri pariwisata dijabat oleh Jero Wacik yang juga orang Bali. Waktu itu saya sebagai sekjen dan dirjen.
Pada 2011, Kota Dubai pertama kali menyelenggarakan konferensi internasional tentang ekonomi Islam yang akhirnya mereka mengeluarkan Global Islamic Economy Report pada 2012. Laporan ini diperkenalkan di 12 negara termasuk Indonesia dan menjadi satu-satunya referensi yang berbobot.
Saya juga menjadi pembicara kunci pada konferensi internasional di Dubai yang juga mulai membahas pariwisata secara umum. Dari pertemuan itu saya melihat ini ladang baru yang mestinya Indonesia kembangkan, bukan hanya sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar tapi juga kemampuan industri yang dimiliki. Indofood misalnya, adalah salah satu industri makanan yang produknya sudah mendunia. Produk mi instan halal dari Indofood termasuk generasi pertama sebelum kita ramai-ramai bicara tentang halal food. Bahkan, sudah goes global karena banyak pabriknya dan mi instannya sangat diterima oleh masyarakat Timur Tengah, Afrika dan sebagian Eropa. Selain itu Indonesia juga mempunyai daya beli dan menjadi pasar dari produk negara-negara lain. Sejumlah perusahaan multinasional seperti Unilever dan Nestle sekarang menguasai pasar Indonesia. Kemudian saya mulai menggagas untuk fokus di pariwisata dengan nama wisata syariah.
Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap gagasan wisata syariah waktu itu?
Ternyata banyak sekali orang yang masih ragu tentang apa itu wisata syariah karena masih takut mendengar kata syariah. Akhirnya pada 2012 saya adakan focus group discussion bersama tokoh-tokoh Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan praktisi pariwisata. Pertemuan itu perlu untuk membuat satu definisi yang jelas tentang pariwisata berbasis Islam. Waktu itu karena sudah ada bank syariah, maka muncul usulan untuk menggunakan nama wisata syariah dan kemudian dibukukan dengan pengantar oleh KH Ma’ruf Amin yang saat itu sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia.
Lalu kami mengadakan soft launching wisata syariah Indonesia yang dibuka oleh Wakil Presiden Boediono dengan mengundang para menteri dari negara-negara OKI. Ketika pergantian kabinet dan menteri pariwisata dijabat oleh Arief Yahya, saya sudah pensiun. Lantas rekan-rekan meminta saya agar wisata syariah dibahas lagi karena pasarnya kurang berkembang. Dulu kerap ada isu tentang muhrim dan nonmuhrim yang memunculkan kesan agak menakutkan. Akhirnya, saya adakan lagi diskusi dan saat itu halal sudah menjadi tren. Walaupun cover-nya islamic economy, tapi halal industry mulai terbangun dan salah satunya adalah halal tourism. Pada kesempatan itu istilah wisata syariah diganti menjadi wisata halal. Kami sepakati bahwa makna halal tourism adalah layanan tambahan (extended services). Jadi, buat Muslim yang akan pergi jalan-jalan disediakan layanan fasilitas tambahan seperti musala, petunjuk arah kiblat, dan restoran halal.
Sekarang ini terbukti kebutuhan dasar Muslim seperti musala tersedia di mal-mal dan perkantoran. Gerakan ini tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Thailand, Singapura, dan Korea yang penduduknya bukan mayoritas Muslim. Mereka menyediakan layanan tambahan untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung Muslim. Bahkan di Korea sudah ada guide book untuk mencari halal food maupun lokasi lokasi masjid.
Saya lihat halal lifestyle ini suatu prospek yang sangat besar dan mendalam. Makanan yang halal dan baik sudah menjadi tuntunan Quran bagi setiap muslim. Spektrum halal tidak hanya soal makanan, banyak sekali yang terkait dalam satu siklus kehidupan. Mulai dari bangun tidur kita perlu sikat gigi, pasta giginya harus yang halal. Begitu juga dengan sabun mandi, minyak wangi, kosmetik, fesyen, dan makanan harus terjaga dengan produk yang halal dan baik. Sebetulnya ini adalah kehidupan kita yang normal saja, tidak ada yang memberatkan atau menyeramkan. Gaya hidup halal ini pilihan yang sudah dilakoni dalam siklus kehidupan sehari-hari. Hanya kalau kita tidak menyebutkan dengan bahasa trendi, masyarakat tidak paham. Ini harus diberi branding agar kita lebih terarah. Maka kita harus buat branding, yakni Indonesia Halal Lifestyle. Ini tidak susah karena sudah kita lakukan. Ketika traveling, kita bisa dengan gaya muslim traveler yang bersuci dengan cara tayamum dalam perjalanan. Ternyata setelah kita dalami halal lifestyle ini sangat bermanfaat karena berkaitan dengan ekonomi.
Dalam Islam ada suatu hadis Bukhari dan Muslim yang menyatakan, Allah itu indah dan senang dengan keindahan. Jadi ketika bicara lifestyle, ini adalah tentang selera. Dalam produksi itu ada added value, semakin tinggi nilai tambahnya maka semakin mahal harganya. Branding membuat diferensiasi nilai. Oleh karenanya branding dan style ini sangat penting karena memberikan nilai tambah. Dengan adanya lifestyle itu juga memberikan pekerjaan yang banyak. Fashion itu melibatkan rentetan pekerjaan mulai dari desainer, penjahit, distributor hingga metode penjualan. Belum lagi kalau produknya masuk butik, dipromosikan, ada fashion show. Ini semua adalah rentetan bisnis dengan supply chain dari proses awal pengolahan bahan sampai ke ujungnya ketika produk dipasarkan dan sampai ke tangan konsumen.
Selain fesyen, sektor industri halal yang berpotensi untuk dikembangkan adalah industri perbankan, halal tourism yang meliputi hotel, restoran, resort, fine dining, dan juga makanan mulai dari camilan, makanan utama hingga penutup. Jasa perbankan sekarang sudah dilakukan merger terhadap tiga bank syariah. Di sektor pendidikan ada boarding school dan madrasah. Belum lagi ada dana wakaf dan dana abadi umat yang bisa menjadi sumber pembiayaan. Semua produk industri kalau based on halal lifestyle, itu aman bagi Muslim. Itulah yang membuat Indonesia Halal Lifestyle Center bergerak. Kami ada membership dan sekretariat yang berjalan setiap hari.
Apa saja kegiatan yang dilakukan IHLC saat ini?
Kami melakukan literasi atau kampanye tentang betapa pentingnya halal lifestyle. Jika dilihat dari perspektif bisnis, halal lifestyle ini adalah business opportunity. Nilai transaksi produk halal secara global sebelum pandemi virus korona mencapai sekitar 2 triliun dollar AS. Untuk pasar Indonesia saja belanja produk halal mencapai 200 miliar dollar AS, terutama untuk makanan, kosmetik, dan traveling. Kalau bisnis di industri halal lancar, tentunya akan memberikan potensi zakat dan juga pajak. Ini baru sektor makanan, belum lagi perbankan yang sekarang sudah memberikan kontribusi lumayan. Di sektor pariwisata, sebanyak 168 juta wisatawan yang datang ke Indonesia adalah Muslim. Dengan potensi wisatawan Muslim itu, tentu makanan rendang, aneka camilan, mukena bordir, atau suvenir tenun bisa habis terjual ke wisatawan. Ini spektrum ekonomi yang begitu besar.
Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia harus menjadi hub untuk industri halal sampai tahun 2024 nanti. Kami di IHLC tentunya membantu dengan informasi. Cara lainnya dengan mengadakan pameran yang bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk konferensi internasional dan business matching. Kegiatan ini sudah berjalan selama empat tahun. Kami melakukan business contact dengan luar negeri dan bekerja sama dengan Dinar Standard di UEA yang mengeluarkan Global Islamic Economy Report. Kami menjadi penghubung dan koordinator untuk urusan halal industry dengan pihak luar. Tahun 2019 kami membawa 25 UMKM ke Dubai, UEA dan Jeddah, Arab Saudi untuk menjalin kontak bisnis.
Bagaimana membangun ekosistem yang kuat dalam pengembangan industri halal di Indonesia?
Untuk memajukan industri halal tentu harus ada ekosistem atau kebersamaan dari multisektor yang melibatkan peran pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri, UMKM, ulama, akademisi dan media massa. Akademisi berperan sebagai backbone untuk riset dan pengembangan. Pengembangan ekosistem ini membutuhkan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keahlian dan perlu dipersiapkan oleh pemerintah, perguruan tinggi dan ulama. Lalu juga literasi yang harus terus disampaikan ke masyarakat agar punya pengetahuan tentang pentingnya halal lifestyle. Kalau masyarakat sudah menyadarinya, ini akan jadi modal berharga. Masyarakat memiliki keberpihakan terhadap produk industri halal. Kalau literasi bisa tersampaikan secara luas di masyarakat, ini menjadi tekanan terhadap produk yang tidak halal. Produsen akan kehilangan konsumen dari masyarakat yang sudah sadar tentang pentingnya halal.
Sejak tiga tahun lalu kami menjalin kemitraan dengan IPB University untuk membuka pendidikan master of halal business. Disiplin ilmu ini lebih practical bagi pebisnis. Kami juga menjalin kerja sama dengan Institut Fashion Indonesia untuk produk hijab. Untuk halal tourism, kami didukung kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif (kemenparekraf). Semoga dengan ditunjuknya Sandiaga Uno sebagai menteri, sinergi IHLC dengan kemenparekraf akan lebih kuat. Kami juga berkolaborasi dengan kementerian perindustrian, kementerian koperasi dan UKM, kementerian agama, kementerian luar negeri, serta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia.
Upaya apa saja yang perlu ditempuh untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen halal dunia?
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin telah menjabarkan, yang harus dikembangkan sampai 2024 adalah penyediaan kawasan industri halal. Kawasan terpadu ini memudahkan pengurusan sertifikasi, perizinan, dan infrastruktur di satu kawasan. Di sektor perbankan sudah ada kemajuan dengan penyatuan bank syariah. Lalu ada social fund, wakaf maupun zakat yang sangat besar potensinya. Upaya lainnya adalah menggerakkan UMKM sebagai penyangga ekonomi melalui kemudahan perizinan. Indonesia menargetkan untuk menjadi pusat produsen halal dunia di tahun 2024. Kita tidak sekadar jadi konsumen, tapi bertransformasi jadi produsen industri halal terutama di sektor unggulan seperti makanan, fesyen, dan perbankan.
You must be logged in to post a comment Login