Seluruh pembuat konten daring dan pelaku ekonomi digital tengah mendapat perhatian lebih—tapi tidak berarti Wajib Pajak lainnya diabaikan.
Majalahpajak.net – Pandemi Covid-19 telah memaksa banyak orang meningkatkan literasi digitalnya dan mulai beralih ke platform digital, bermula dari sekadar posting kegiatan, hobi foto, media pemasaran sampai akhirnya dijadikan profesi. Bahkan sebelum terjadi pandemi pun sebenarnya sudah banyak anak-anak yang bercita-cita menjadi youtuber. Survei perusahaan mainan Lego pada pertengahan tahun 2019 mengungkap sekitar 30 persen anak-anak usia 8–12 di AS dan Inggris bercita-cita jadi youtuber atau video blogger.
Keragaman fungsi platform digital ternyata tidak hanya dimanfaatkan kaum Adam untuk kegiatan ekonomi, tetapi juga ramai digunakan oleh kaum Hawa. Para Kartini Indonesia pun tidak mau ketinggalan. Ricis dan N.A.Y. dikenal sebagai youtuber perempuan dengan subscriber terbanyak di Indonesia. Fatia Izzati, pemilik konten unik di YouTube sudah mendapatkan sekitar 13 juta view. Sarah Viloid, Mpok Audrey, dan Kimi Hime telah terkenal sebagai youtuber gaming. Para Kartini muda ini meraup penghasilan dengan memanfaatkan platform digital.
Sementara, tak kalah dengan mereka, pelaku UMKM perempuan banting setir dari ibu rumah tangga, menjadi pengusaha di masa pandemi. Dengan memanfaatkan platform digital, mereka menggantikan tugas kepala keluarga yang terkena PHK, walaupun dengan penghasilan yang belum sebanding dengan nama-nama tersebut di atas.
Penghasilan fantastis yang diperoleh pelaku platform digital kerap dihubungkan dengan Direktorat Jenderal Pajak yang dianggap “tidak melek” digital, karena masih saja mengejar-ngejar Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Padahal, Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa “yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”. Artinya, tidak ada pembedaan dalam cara memperoleh penghasilannya, baik secara konvensional maupun melalui platform digital. Jadi, pengenaan pajak terhadap para pelaku ekonomi digital bukanlah suatu jenis pajak baru.
Untuk menjaga perlakuan yang setara antara pelaku usaha konvensional dan ekonomi digital serta untuk menyusun basis data ekonomi digital sehubungan dengan model bisnis yang semakin berkembang ini, unit kerja pada Direktorat Jenderal Pajak bersinergi dan berkolaborasi. Dibentuklah Gugus Tugas Penanganan Usaha Ekonomi Digital untuk mengawasi Wajib Pajak dan menegakkan hukum peraturan perundang-undangan perpajakan atas transaksi ekonomi digital melalui sistem administrasi perpajakan yang andal.
Gugus tugas ini kemudian menyusun panduan penggalian potensi model bisnis yang ada terkait dengan transaksi pelaku usaha ekonomi digital, merumuskan metode dan melakukan pengumpulan data, melakukan pengolahan dan analisis data, serta menyusun usulan regulasi yang diperlukan terkait pemajakan pelaku usaha dan transaksi ekonomi digital.
Sesuai dengan sistem self assessment, seluruh pelaku usaha ekonomi digital yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak diharapkan dapat mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak melalui e-registration, menghitung sendiri penghasilan dan menyimpan bukti potong yang diterima, menyetorkan pajak yang masih harus dibayar (apabila ada) melalui bank, kantor pos maupun platform on-line, dan melaporkan SPT melalui e-filing. Dalam SPT seluruh penghasilan yang merupakan objek pajak harus dilaporkan. Sebagai contoh, para pembuat konten daring penghasilannya bisa berasal dari gaji/bonus/upah sebagai pegawai, biaya jasa (fee), endorsement dan AdSense.
Saat ini, lebih dari 900 pegawai DJP dari berbagai generasi (Gen X, milenial, dan Gen Z) di seluruh Indonesia telah dilatih dengan teknik-teknik penguasaan wilayah dengan mengoptimalkan fungsi internet. Materi pelatihan mencakup pengenalan dan pemanfaatan DJP Digital Map, pengenalan Peta Digital dari Internet, pengumpulan data dengan Aplikasi Botsol, web scraping, teknik penggalian potensi melalui media sosial dan teknik penggalian potensi lainnya. Pelatihan dengan basis action learning ini akan terus dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para pegawai DJP dalam mengawasi pelaku usaha ekonomi digital.
Seluruh pembuat konten daring mulai dari youtuber, selebgram, influencer, videografer, web developer, dan pelaku ekonomi digital lainnya, sampai dengan yang pamer rekening atau aset, semuanya menjadi perhatian dalam penggalian potensi perpajakan. Pelaku ekonomi digital saat ini mendapat perhatian lebih karena memang sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat, tetapi tidak berarti bahwa Wajib Pajak lainnya diabaikan, karena pada prinsipnya seluruh Wajib Pajak, apa pun klasifikasi jenis usahanya berhak untuk mendapatkan pelayanan yang sama dan akan diberikan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa kecuali.
You must be logged in to post a comment Login