Connect with us

Breaking News

Tiga Manfaat Bayar Pajak Motor Secara “On-line”

Heru Yulianto

Published

on

Foto: Istimewa

Bagi pemilik kendaraan sepeda motor, membayar pajak tahunan merupakan salah satu kewajiban yang perlu dipenuhi. Namun, sebelum ada bayar pajak motor on-line seperti saat ini, mengurus pajak kendaraan bermotor merupakan hal yang cukup melelahkan dan memakan banyak waktu. Bahkan, tak jarang pemilik kendaraan bermotor meluangkan waktu 1-3 jam untuk antre bayar pajak dan harus melewati prosedur verifikasi dokumen yang relatif panjang agar bisa menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang taat pajak.

Oleh karena itu, berkat inovasi teknologi yang terasa pada bayar pajak motor on-line, terdapat keuntungan yang bisa dirasakan oleh para pemilik kendaraan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Keuntungan yang cukup signifikan terasa adalah proses yang cepat, sehingga tidak perlu meluangkan terlalu banyak waktu.

Dengan sistem yang sudah beroperasi dengan baik, tentu ada beragam manfaat yang bisa dirasakan oleh para pemilik kendaraan yang memutuskan untuk melakukan aktivitas bayar pajak motor on-line. Dikutip dari laman cimbniaga.co.id, berikut adalah manfaat yang bisa Anda rasakan sebagai pemilik kendaraan berkat sistem bayar pajak motor secara on-line.

  1. Menjaga produktivitas

Sebagai pemilik kendaraan di kota-kota besar di Indonesia, waktu merupakan salah satu elemen penting dalam keseharian. Manajemen waktu yang baik dirasa mampu untuk menjaga produktivitas secara optimal. Oleh karena itu, dengan sistem bayar pajak motor on-line, Anda pemilik kendaraan tersebut bisa melakukan menunaikan kewajiban membayar pajak tanpa harus menyita waktu dalam aktivitas keseharian. Dengan integrasi sistem secara on-line ini, Anda bisa melakukan bayar pajak motor on-line kapan saja dan di mana saja. Bahkan Anda bisa membayar pajak kendaraan bermotor yang Anda miliki di akhir pekan.

Selain itu, dengan sistem bayar pajak motor on-line yang terpadu saat ini, Anda juga tidak perlu menyiapkan dokumen kendaraan. Anda hanya perlu memasukan data seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan juga nomor polisi dari kendaraan yang Anda miliki melalui aplikasi yang disiapkan oleh pihak Samsat. Aplikasi tersebut pun kini sudah bisa Anda unduh melalui layanan yang ada di dalam smartphone Anda.

Perlu Anda ketahui, setiap regional memiliki aplikasi yang berbeda-beda. Jadi, pastikan terlebih dahulu kendaraan Anda terdaftar di provinsi mana untuk bisa menggunakan aplikasi bayar pajak motor on-line yang tepat.

  1. Informasi lebih lengkap

Setelah Anda memasukkan data diri dan kendaraan dalam aplikasi bayar pajak motor on-line, akan muncul informasi lengkap mengenai kendaraan yang Anda miliki. Selain itu, jumlah tagihan pun akan tercantum di dalam tautan yang sama. Jadi, Anda hanya perlu memastikan bahwa ada alokasi dana yang telah disiapkan dalam rekening tabungan untuk menyelesaikan pembayaran pajak motor. Bahkan, Anda tidak perlu khawatir untuk menyambungkan rekening Anda dalam aplikasi tersebut. Pasalnya, dalam metode bayar pajak motor on-line, Anda hanya akan diberikan kode bayar yang nantinya bisa diselesaikan melalui aplikasi layanan bank yang Anda miliki.

  1. Tawarkan aneka kanal pembayaran on-line

Bayar pajak motor secara on-line juga menawarkan berbagai macam kanal pembayaran on-line. Selain bisa dibayarkan melalui aplikasi bank digital, bayar pajak motor on-line juga bisa Anda lakukan melalui layanan yang tersedia di dalam aplikasi marketplace pilihan Anda. Namun, bagi Anda yang hendak bayar pajak motor on-line melalui marketplace, pastikan terdapat layanan Samsat sesuai dengan regional Anda saat ini. Jadi, jangan lupa juga untuk cermat dalam melakukan riset, apa lagi bagi Anda yang baru saja ingin memulai bayar pajak motor on-line untuk pertama kali.

Breaking News

Mengenal Hak dan Kewajiban Pajak Bagi UMKM

Heru Yulianto

Published

on

Foto: Istimewa

Sebagaimana diketahui, Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah salah satu kelompok Wajib Pajak yang diberikan fasilitas berupa kemudahan dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.

Melihat hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengungkapkan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagaimana telah diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh, Wajib Pajak tersebut diberikan fasilitas berupa pengenaan tarif PPh final 0,5 persen dari peredaran bruto usahanya.

Menurutnya, tarif PPh final 0,5 persen dapat digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) atau Badan Dalam Negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu Tahun Pajak. Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku. Berdasarkan Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5 persen paling lama 7 tahun untuk Wajib Pajak OP, 4 tahun untuk Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP Badan Perseroan Terbatas. Jangka waktu tersebut terhitung sejak Wajib Pajak terdaftar bagi Wajib Pajak yang terdaftar setelah tahun 2018, atau sejak tahun 2018 bagi Wajib Pajak yang terdaftar sebelum tahun 2018.

“Jadi, misalnya Tuan A sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar tahun 2015, maka dia bisa menggunakan fasilitas tarif PPh final 0,5 persen mulai dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2024. Sementara misalnya Tuan B terdaftar tahun 2020, maka dia bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen mulai tahun 2020 sampai dengan tahun 2026,” ungkapnya adlam keterangan resmi, dikutip Selasa (28/11).

Selain akibat telah berakhirnya masa berlaku tersebut, ia menambahkan bahwa tarif PPh final 0,5 persen dapat juga berakhir apabila dalam suatu Tahun Pajak, peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi Rp 4,8 miliar atau Wajib Pajak dengan kemauan sendiri memilih untuk melakukan penghitungan normal menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.

“Apabila dalam suatu Tahun Pajak berjalan, peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi Rp 4,8 miliar, Wajib Pajak tersebut tetap dikenai tarif PPh final 0,5 persen sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan. Perhitungan normal baru dilakukan pada Tahun Pajak berikutnya,” tambahnya.

Lebih lanjut, Dwi menyampaikan bahwa apabila pengenaan tarif PPh final 0,5 persen telah berakhir, Wajib Pajak wajib membuat pembukuan untuk dapat menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh. Namun demikian, apabila Wajib Pajak tersebut sampai dengan akhir masa berlakunya, masih memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar, Wajib Pajak tersebut boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Dengan NPPN, Wajib Pajak perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, Wajib Pajak tersebut juga wajib membuat pencatatan.

“Tujuan diberikannya masa berlaku tarif PPh final 0,5 persen tersebut adalah agar Wajib Pajak UMKM naik kelas dan berkembang menjadi Wajib Pajak yang lebih besar. Untuk itu, selama jangka waktu tersebut, kami terus berupaya mendampingi para Wajib Pajak UMKM untuk dapat berkembang, salah satunya melalui program kami yang disebut Business Development Service (BDS),” imbuhnya.

Selain itu, fasilitas bagi Wajib Pajak UMKM bahkan ditambah lagi oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Pasal 60 PP 55 Tahun 2022.

“Fasilitas tersebut yaitu pembebasan pajak bagi Wajib Pajak UMKM yang menggunakan tarif PPh final 0,5 persen atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta dalam satu Tahun Pajak,” pungkas Dwi.

Continue Reading

Breaking News

Libatkan 3 Perguruan Tinggi, Kanwil DJP Jaktim Kembali Gelar Ruang Belajar Pajak

Heru Yulianto

Published

on

Foto: Dok.Kanwil DJP Jaktim

Beberapa waktu lalu, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Timur (Jaktim) kembali mengadakan kegiatan Ruang Belajar Pajak bagi dosen yang melibatkan 3 perguruan tinggi di lingkungan Jaktim, yaitu Universitas Kristen Indonesia (UKI), Universitas Mpu Tantular, dan Kalbis Institute. Dimana kegiatan pembukaan dan penyampaian materi pertama kegiatan Ruang Belajar Pajak tersebut dilaksanakan di Gedung AB UKI Ruang Executive FEB, UKI, Jaktim.

Dalam sambutannya, Rektor UKI Dhaniswara K Harjono mengungkapkan, pihaknya menyambut baik atas kegiatan perdana yang dilakukan bersama Kanwil DJP Jaktm.

“Ini adalah pertama kalinya saya tahu program Ruang Belajar Pajak untuk para dosen yang diinisiasi oleh Kanwil DJP Jaktim, diselenggarakan melibatkan tiga kampus. Saya sangat mendukung kegiatan ini semoga materi yang disampaikan bermanfaat bagi seluruh peserta,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/11).

Selanjutnya, Wakil Rektor Universitas Mpu Tantular Menari Sitohang memberikan apresiasi positif dan ucapan terima kasih kepada Kanwil DJP Jaktim yang telah menyelenggarakan kegiatan ini dan pihaknya berharap seluruh dosen dapat mengikuti kegiatan ini hingga akhir pertemuan.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Rektor II Bidang Riset dan Inovasi Kalbis Institute Siti Nurjanah. Pihaknya memberikan apresiasi kepada Kanwil DJP Jaktim yang melibatkan ketiga perguruan tinggi di Ruang Belajar Pajak kali ini.

“Kami berharap kolaborasi ini akan terus berlanjut dan membawa manfaat bagi seluruh instansi,” ujar Siti.

Tidak hanya itu saja, Kepala Kanwil DJP Jaktim Muhammad Ismiransyah M Zain juga mengatakan bahwa diharapkan seluruh dosen dapat mengikuti dengan baik hingga akhir pertemuan.

“Kanwil DJP Jaktim bekerja sama dengan Tax Center UKI, Universitas Mpu Tantular, dan Kalbis Institute menyelenggarakan kegiatan Ruang Belajar Pajak yang ditujukan kepada para dosen melalui pembelajaran secara bertahap yang dilakukan secara rutin dan terjadwal sebanyak 5 pertemuan. Pembukaan Ruang Belajar Pajak ini diikuti oleh 50 dosen. Diharapkan seluruh dosen dapat mengikuti dengan baik hingga akhir pertemuan,” jelasnya.

Materi pertama dalam Ruang Belajar Pajak adalah tentang Reformasi Perpajakan yang disampaikan oleh Kepala Seksi Bimbingan Ekstensifikasi Rika Hijriyanti, dilanjutkan materi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang disampaikan oleh Kepala Seksi Data dan Potensi Dwi Krisnanto dan Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kramat Jati Maskur.

Pada kegiatan tersebut, turut dihadiri pula Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Pemasaran UKI Juaniva Sidharta, Kepala Bidang P2Humas Sugeng Satoto, perwakilan KPP Pratama Jakarta Kramat Jati dan narasumber, serta seluruh ketua tax center ketiga perguruan tinggi.

Continue Reading

Breaking News

Survei OJK: Kinerja Perbankan Tetap Optimis di Tengah Volatilitas Global dan Dinamika Makroekonomi Domestik

Heru Yulianto

Published

on

Foto: Istimewa

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) triwulanan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran dari industri perbankan tentang arah perekonomian, persepsi terhadap risiko perbankan serta arah/tendensi bisnis perbankan pada triwulan mendatang.

Sebagai informasi, SBPO triwulan IV-2023 telah dilaksanakan dengan jumlah responden sebanyak 95 bank dengan aset mencakup 94,87 persen dari total aset 105 bank umum. Secara keseluruhan, hasil SBPO menunjukkan responden optimis bahwa kinerja perbankan akan tetap terjaga baik pada triwulan IV-2023. Hal ini tecermin dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) pada triwulan IV-2023 yang tercatat sebesar 62 (zona optimis).

Optimisme tersebut didorong oleh ekspektasi akan meningkatnya fungsi intermediasi perbankan dibarengi dengan kemampuan perbankan dalam mengelola risiko yang dihadapi meskipun dengan kondisi makroekonomi global yang kurang kondusif.

Ketidakpastian kondisi makroekonomi global menyebabkan Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) pada triwulan IV-2023 berada pada level pesimis yaitu sebesar 43. Pesimisme tersebut didorong oleh prediksi melemahnya nilai tukar, meningkatnya suku bunga acuan sebagai upaya untuk menahan pelemahan nilai tukar rupiah, laju inflasi yang berpotensi meningkat didorong oleh peningkatan harga pangan dan energi, dan naiknya belanja masyarakat (permintaan) pada akhir tahun.

Meskipun kondisi makroekonomi diperkirakan kurang kondusif termasuk karena dampak risiko suku bunga acuan yang tinggi secara global dan dapat berlangsung lebih lama (higher for longer), mayoritas responden meyakini bahwa risiko perbankan (risiko kredit, likuiditas, dan pasar) pada triwulan IV-2023 masih terjaga dan terkendali seiring fleksibilitas ruang penyesuaian suku bunga yang masih cukup besar bagi perbankan karena ditopang likuiditas yang cukup ample serta didukung koordinasi kebijakan terintegrasi dalam KSSK yang selama ini cukup efektif dalam menangkal dampak global.

Hal tersebut terlihat dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 58 (zona keyakinan bahwa risiko cukup manageble), seiring dengan keyakinan bahwa risiko kredit dan risiko pasar yang tetap terjaga. Responden meyakini bahwa kualitas kredit tetap baik, PDN pada level rendah dan berada pada posisi long, dan rentabilitas masih akan meningkat seiring dengan kenaikan penyaluran kredit. Selanjutnya, risiko likuiditas juga diperkirakan masih terjaga stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, hasil SBPO Triwulan IV-2023 menunjukkan bahwa sektor perbankan tetap optimis di tengah-tengah volatilitas kondisi global dan dinamika kondisi makroekonomi domestik.

“Hasil SBPO ini juga memperkuat paparan terkait sektor perbankan yang disampaikan dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan OJK serta sejalan dengan materi siaran pers OJK mengenai dampak ketidakpastian global yang tidak signifikan terhadap kondisi sektor perbankan yang telah disampaikan dalam kesempatan sebelumnya,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (27/11).

Per September 2023, kinerja intermediasi perbankan tetap terjaga dengan pertumbuhan kredit per September 2023 tercatat 8,96 persen yoy dan DPK yang tumbuh 6,54 persen year on year (yoy). 

“Outlook kinerja perbankan secara menyeluruh sampai dengan akhir tahun 2023 dan 2024 diperkirakan masih akan terjaga dengan baik,” tambahnya.

Selain itu, ekspektasi terhadap kinerja perbankan pada triwulan IV-2023 juga optimis dengan IEK sebesar 84. Optimisme kinerja perbankan didorong oleh ekspektasi bahwa sisi funding (DPK) akan tetap mampu menyokong meningkatnya penyaluran kredit yang berdampak pada peningkatan laba dan modal perbankan.

“Optimisme kenaikan pertumbuhan kredit pada triwulan IV-2023 didorong ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik yang masih cukup baik, meningkatnya konsumsi, dan masih terjaganya daya beli masyarakat,” imbuhnya.

Dari sisi penghim​punan dana, responden memperkirakan bahwa pada triwulan IV-2023, DPK juga akan tumbuh meningkat sejalan dengan kegiatan ekonomi yang semakin membaik, usaha bank memperoleh sumber dana untuk mendukung pertumbuhan kredit, dan adanya dana pemerintah yang masuk pada bank daerah. Hal ini tercermin pada kinerja sektor perbankan yang masih on track sesuai dengan rencana bisnis yang disampaikan ke OJK.

Selanjutnya, OJK juga menghimpun informasi terkait inflasi pangan, karena terjadinya anomali cuaca (terkait faktor El-Nino) yang mendorong kenaikan harga pangan secara global sehingga dapat mempengaruhi kredit pada sektor terkait pangan dan turunannya.

“Hasil survei menunjukkan bahwa responden memandang inflasi sektor pangan relatif tidak berpengaruh signifikan pada kinerja pertumbuhan kredit maupun kinerja debitur,” ujarnya.

Namun demikian, bank tetap melakukan strategi mitigasi risiko inflasi pangan antara lain dengan meningkatkan fokus dalam menambah nasabah (debitur) baru secara prudent karena dapat meningkatkan pendapatan secara berkesinambungan, melakukan edukasi kepada pelaku usaha sektor pertanian agar mampu menghindari risiko inflasi pangan, dan melakukan pemantauan harga produksi debitur beserta analisis sensitivitas/stress test terhadap penambahan modal kerja yang dilakukan secara berkala.

“Hal ini menunjukkan perhatian sektor per bankan terhadap isu ketahanan pangan (food security),” jelas Dian.

Continue Reading

Populer