Penulis: Imam Subekti, Senior Researcher MUC Tax Research Institute
Selain menutup celah kebocoran dan korupsi, program SIN diharapkan meningkatkan penerimaan pajak melalui peningkatan basis pajak. Perlu komitmen untuk mewujudkannya.
Untuk mengatasi masalah replikasi dan redundansi data dan informasi pada instansi-instansi di Indonesia, pemerintah mengusung konsep single identity number (SIN) sebagai satu-satunya rujukan dalam mengakses basis data kependudukan nasional sekaligus menjadi satu-satunya identitas bagi tiap penduduk dalam berinteraksi dengan berbagai instansi pemerintah.
Konsep SIN sebetulnya sudah lama digagas. Itu telah lama diwacanakan menjadi instrumen integrasi data perpajakan untuk optimalisasi penerimaan perpajakan. Implementasi SIN yang mengintegrasikan data finansial dengan nonfinansial diharapkan akan mendorong transformasi kepatuhan Wajib Pajak (WP) di Indonesia.
Rencana mengintegrasikan nomor induk kependudukan (NIK) dengan akun lainnya seperti BPJS dan NPWP, merupakan wacana yang sangat baik, karena by system setiap warga negara tidak bisa menghindar dari kewajiban perpajakan. Dengan kata lain, setiap individu mau tidak mau harus terbuka mengenai transaksi keuangan dan perpajakannya. Ini secara otomatis akan meningkatkan kepatuhan WP dan mendongkrak penerimaan negara.
Oleh karena itu, pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap program SIN ini dengan mengharmonisasikan dan mengintegrasikan basis data kependudukan dan perpajakan dengan seluruh layanan publik yang tersebar di 32 institusi. Misalnya, dengan mengintegrasikan data jaminan sosial, SIM, NPWP ke dalam SIN. Tentu saja, akan ada sejumlah instansi yang harus melepaskan kewenangan mereka.
Selain itu, pengembangan sistem teknologi informasi yang kredibel dan aman juga penting untuk bisa mendukung integrasi basis data kependudukan, jaminan sosial, dan perpajakan ini. Satu hal yang tidak kalah penting adalah transparansi dan integritas para pelaksana program SIN ini, mulai dari perencanaan, pelaksanaan tender, hingga eksekusi dan penerapannya. Kasus e-KTP—yang secara konsep sebenarnya mengarah ke SIN—harus dijadikan pelajaran. Jika masalah transparansi dan kredibilitas diabaikan, kebijakan yang diambil akan cenderung parsial dan tidak dapat terintegrasi secara sistem.
Beberapa negara telah sukses menerapkan SIN untuk pelayanan publik mereka, misalnya AS, Jerman, Inggris, Italia, bahkan negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Isinya pun beragam, mulai dari data kependudukan, data rekam medis (seperti golongan darah, penyakit dan alergi), gambar biometrik (fingerprints, wajah, dan iris), jaminan sosial, asuransi kesehatan, izin mengemudi, e-cash, rekaman transaksi e-commerce, hingga data perpajakan.
Keuntungan
Bagi pemerintah, terintegrasinya data kependudukan, perpajakan, dan transaksi keuangan tentu akan lebih mengoptimalkan pelayanan publik dan pengawasan kepatuhan pajak secara sistem. Bagi DJP sendiri, efek langsung yang mungkin bisa dirasakan adalah kerja petugas pajak seharusnya menjadi lebih ringan dan mudah. Mereka bisa lebih fokus melayani dan mengawasi. Dengan demikian keterbatasan jumlah SDM seharusnya tidak lagi menjadi isu. Peran SDM yang ada saat ini dapat ditingkatkan mudah sistem IT yang canggih dan modern, SDM yang saat ini tersedia bisa lebih dioptimalkan perannya.
Sementara bagi WP, dengan adanya SIN yang terintegrasi dan aman sesuai harapan, seharusnya pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan menjadi lebih mudah karena terbantu oleh sistem elektronik yang terintegrasi. Hal ini juga bisa mengurangi risiko dispute karena perbedaan interpretasi ketentuan oleh fiskus maupun WP seperti selama ini. Dengan sistem informasi dan data yang terintegrasi dengan ketentuan hukum dan perpajakan, seharusnya tidak ada lagi permasalahan salah hitung, dan lainnya.
Tidak hanya itu saja, penerapan SIN juga dipercaya dapat meningkatkan basis pajak, mengingat cakupan data dan informasi yang didapatkan dengan SIN akan jauh lebih luas jika dibandingkan dengan data yang diperoleh hanya dari transaksi keuangan. Sistem SIN juga diyakini dapat memudahkan WP dan fiskus sehingga mendorong kepatuhan pajak dan efisiensi pelayanan dan pengawasan pajak. Dengan demikian basis pajak meningkat dan ini akan berkorelasi positif terhadap penerimaan negara.
Tantangan
Namun, penerapan SIN tidaklah mudah. Diperlukan perhatian yang lebih serius agar program SIN dapat terlaksana dan tereksekusi dengan baik. Artinya, ada jaminan bahwa data warga negara akan aman dan program SIN akan transparan dan berintegritas.
Masalah anggaran juga tak kalah penting. Selain belum masuk dalam skala prioritas pemerintah, penerapan program ini juga membutuhkan dana yang tidak sedikit sebagaimana halnya program e-KTP.
Tantangan lainnya adalah diperlukannya transparansi dari setiap kementerian dan lembaga mengenai data, seperti metode pengumpulan, pengolahan, sampai pada basis data yang dihasilkan. Jadi, semua instansi terkait harus duduk bersama untuk merumuskan formula yang sama dan memastikan tidak ada data yang berbeda di antara mereka.
Tahapan selanjutnya adalah membangun sistem pengolahan data secara elektronik yang bisa mengintegrasikan data lintas kementerian/lembaga dan mengakomodasi formulasi baru pengolahan dan keamanannya.
Sementara itu, pemerintah juga sebaiknya mengatur dengan tegas penegakan hukum, pengawasan, dan sanksi terkait program ini. Harus ada undang-undang yang diturunkan secara gamblang ke dalam peraturan pelaksana dan petunjuk teknis. Perlu juga dibangun sistem IT yang mumpuni, yang mampu menutup dan mengantisipasi celah-celah pelanggaran, serta risiko terjadinya peretasan. Memang, pada akhirnya, program SIN harus disokong oleh SDM yang kredibel dan berintegritas, yang bersedia bekerja di balik layar.
Namun, sebelum semua itu dapat terlaksana, saat ini kita memerlukan komitmen dari seluruh unsur pemerintah dan rakyat untuk menyukseskan program ini.
You must be logged in to post a comment Login