Revolusi Industri 4.0 bisa mengantarkan bangsa Indonesia untuk menjemput mimpi sebagai 10 besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia asalkan SDM dan infrastruktur dipersiapkan.
Revolusi Industri 4.0 telah mengantarkan kita pada lanskap peradaban yang memengaruhi seluruh sendi kehidupan ekonomi, sosial dan budaya kita. Semua serbacepat, praktis, canggih, dan menjanjikan efisiensi pada banyak hal. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan pemanfaatan beragam teknologi canggih, seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), wearables, robotika canggih, dan 3D printing untuk mendongkrak pekerjaan sektor industri, baik industri kecil maupun besar hingga produk kemanusian.
Sebagai contoh, di Cina dan Jepang, sebuah restoran sudah memekerjakan robot untuk menggantikan tugas manusia mengantar hidangan. Robot-robot itu bahkan bisa berinteraksi layaknya manusia berkat teknologi artifisial intelijen yang ditanamkan. Di bidang kedokteran, seorang bayi di Ohio, AS selamat dari penyakit langka Tracheobronchomalacia yang dideritanya berkat teknologi printer 3D yang bisa membuat organ salinan untuknya bayi. Itulah era Revolusi Industri 4.0, era kemitraan yang harmoni antara manusia dan teknologi hasil ciptaannya.
Indonesia pun tak ingin jadi penonton belaka. Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan inisiatif Making Indonesia 4.0 sebagai road map bagi arah pembangunan industri ke depan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI), Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara mengungkapkan, kehadiran era Industri 4.0 ini merupakan sebuah peluang untuk merevitalisasi sektor manufaktur Indonesia sekaligus sebagai akselerator cita-cita Indonesia menjadi 10 besar negara yang memiliki ekonomi terkuat di dunia.
Ada lima sektor industri yang menjadi fokus utama Kementerian Perindustrian sebagai langkah penerapan awal revolusi industri 4.0. Kelima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, automotif, kimia, serta elektronik. Kementerian Perindustrian menilai, kelima sektor itu lebih siap secara SDM dan infrastrukturnya juga mampu mengungkit ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Meski demikian, harus diakui hampir semua sektor manufaktur Indonesia menghadapi tantangan serupa, mulai dari ketersediaan bahan baku domestik hingga kebijakan industri.
Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan inisiatif Making Indonesia 4.0 sebagai road map bagi arah pembangunan industri ke depan.
Program vokasi
Beberapa faktor yang menghambat industri Indonesia biasanya lintas-sektoral. Karenanya, Making Indonesia 4.0 memuat 10 inisiatif nasional lintas-sektoral untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur di Indonesia, mulai dari perbaikan alur aliran barang dan material; desain ulang zona industri; mengakomodasi standar-standar keberlanjutan memberdayakan UMKM; membangun infrastruktur digital nasional; menarik minat investasi asing, peningkatan kualitas SDM; pembangunan ekosistem inovasi; insentif untuk investasi teknologi; dan harmonisasi aturan dan kebijakan.
Rachmat Gobel, pengusaha yang kini menjadi Utusan Khusus Presiden RI untuk Jepang ini mengusulkan, upaya memperkuat industri dalam negeri dapat ditempuh dengan mengundang masuknya investasi asing yang membawa teknologi maju. Namun, penerapan teknologi canggih pada Industri 4.0 juga harus diiringi dengan kemampuan SDM yang dapat menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang terjadi. Upaya peningkatan kemampuan SDM itu dapat dilakukan melalui rangkaian program pendidikan di pusat-pusat pelatihan.
Usul Rachmat itu sejalan dengan yang sudah dilakukan oleh Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan PT Sritex. Untuk mendukung program pemerintah dan berupaya agar memiliki SDM yang tepat sasaran, TMMIN sudah sejak 2017 menjalankan Program Vokasi Industri.
Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT TMMIN Bob Azam mengatakan, program yang terdiri dari pendalaman keterampilan dasar dan praktik langsung di lini produksi di pabrik-pabrik TMMIN ini memiliki beberapa jurusan yang berhubungan dengan manufaktur automotif seperti logistik, pemeliharaan (maintenance), pencetakan (moulding), serta manajemen produksi. Saat ini Vokasi Industri TMMIN dapat menampung sebanyak 100 peserta yang terdiri dari pelajar, pencari kerja, dan pekerja. Ke depan, TMMIN akan menambah kapasitas hingga 400 peserta.
Sementara itu, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) bekerja sama dengan Kemenperin terus mengambil lulusan dari Technopark Solo, Jawa Tengah, sebagai tenaga kerja di bagian produksi. Sritex juga memiliki Corporate Culture Development Program, tujuannya agar pekerja memiliki budaya bekerja yang cepat, produktif.
CEO PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto mengatakan, saat ini teknologi 4IR masih cenderung mahal sehingga membutuhkan investasi yang besar. Manajemen pun mesti memikirkan apakah teknologi itu benar-benar dibutuhkan perusahaan demi meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Namun, Iwan yakin ke depannya industri tanah air akan mampu mengadopsi teknologi 4IR, karena pelan-pelan akan menjadi murah.
Harmonisasi aturan
Salah satu dari 10 poin inisiatif pemerintah untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur di Indonesia adalah komitmen pemerintah untuk melakukan harmonisasi aturan dan kebijakan untuk mendukung daya saing industri dan memastikan koordinasi pembuat kebijakan antara kementerian dan lembaga terkait dengan pemerintah daerah. Direktorat jenderal pajak, sebagai salah satu pemangku kepentingan pun tak tinggal diam, terutama mengkaji kebijakan perpajakannya.
Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak, John Hutagaol mengatakan, Indonesia bersama dengan 115 anggota negara/yurisdiksi yang tergabung dalam komunitas internasional Inclusive Framework on BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) tengah mengupayakan terwujudnya norma pemajakan era ekonomi digital dalam skema Industri 4.0.
Menurut John, Revolusi Industri 4.0 telah menimbulkan disrupsi pada seluruh aspek kegiatan usaha. Transaksi usaha lintas negara/yurisdiksi I dapat dilaksanakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Menghadapi fenomena itu, sejak tahun 2017, Inclusive Framework on BEPS telah membentuk gugus tugas bernama Task Force on the Digital Economy (TFDE). Tugasnya, melakukan kajian atas perkembangan teknologi informasi sekaligus dampak atas dunia usaha.
You must be logged in to post a comment Login