Di Forum G20, Indonesia menyuarakan isu transparansi dan pertukaran informasi perpajakan. Indonesia harus menjalankan investasi sistem IT, sistem Core Tax, dan reformasi administrasi perpajakan.
Pemerintah menyambut baik peluncuran Asia Initiative melalui Secretariat of Global Forum untuk pencapaian tujuan transparansi pajak inklusif. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini inisiatif regional di kawasan Asia akan meningkatkan kapasitas negara anggota untuk dapat terlibat aktif dalam transparansi pajak. Inisiatif regional yang berfokus pada upaya promosi dan memajukan transparansi pajak di kawasan Asia juga diharapkan dapat turut menciptakan dukungan yang lebih kuat untuk proses reformasi perpajakan di Indonesia.
“Bagi Indonesia, inisiatif regional akan menciptakan dukungan yang lebih kuat untuk reformasi kita, mempercepat agenda transparansi pajak, dan pada akhirnya dapat memperkuat mobilisasi sumber daya dalam negeri,” kata Sri Mulyani dalam 2021 Plenary Meeting of the Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes, Rabu (17/11).
Global Forum bersama Asian Development Bank dan Asia Pacific Tax Hub meluncurkan Asia Initiative untuk mendorong transparansi perpajakan di Kawasan Asia. Asia Initiative juga menyediakan program pengembangan kapasitas (capacity-building programme), meningkatkan kerja sama otoritas pajak di berbagai negara, dan meningkatkan pertukaran data untuk mencegah penghindaran pajak.
Saat ini tercatat 21 negara dari 34 negara Asia yang tergabung dalam Global Forum dan berkomitmen untuk menerapkan exchange of information on request (EOIR). Sedangkan yang telah berkomitmen untuk melaksanakan automatic exchange of information (AEOI) baru 16 yurisdiksi. Mulai 2022 Asia Initiative akan berperan dalam menjawab kebutuhan setiap yurisdiksi terkait kerja sama dan pengembangan kapasitas, mendorong kerja sama multilateral antarnegara Asia, dan melaporkan dampak yang timbul dari inisiatif ini.
Investasi sistem IT
Sri Mulyani memaparkan agenda pembahasan dalam Presidensi G20 yang mengangkat tentang aliran keuangan ilegal dan penghindaran pajak. Isu-isu tersebut sangat terkait dengan tugas Kementerian Keuangan, terutama ketika berhadapan dengan mobilisasi sumber daya dalam negeri.
“Kami berharap untuk dapat mengatasi masalah ini di G20 sehingga mengangkatnya menjadi isu global. Tentu saja peningkatan kapasitas dan kerja sama dalam kerangka hukum harus dibangun. Di Indonesia, saya juga harus berinvestasi pada sistem IT, sistem Core Tax, serta reformasi administrasi (perpajakan),” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya upaya peningkatan kerja sama multilateral dalam transparansi dan pertukaran informasi perpajakan untuk mendukung pemulihan yang adil dan inklusif. Upaya tersebut sejalan dengan semangat yang diusung dalam Presidensi G20 Indonesia, “Recover Together, Recover Stronger”. Pandemi Covid-19 telah berdampak signifikan terhadap perekonomian yang menyebabkan peningkatan anggaran belanja negara, sementara pendapatan mengalami kontraksi. Untuk itu dukungan transparansi perpajakan sangat dibutuhkan dalam proses pemulihan ekonomi.
“Transparansi perpajakan akan membantu memastikan ketahanan mobilisasi pendapatan domestik selama periode pemulihan ini, terutama ketika kita menghadapi banyak aktivitas ilegal karena harga komoditas yang tinggi secara global,” imbuhnya.
Serangkaian pertemuan tingkat menteri menjadi agenda pembuka menjelang pertemuan puncak Presidensi G20 di tahun 2022 yang diselenggarakan di Indonesia sebagai tuan rumah. Sri Mulyani menyebutkan enam agenda prioritas yang diangkat dalam finance track Presidensi G20.
Pertama, exit strategy untuk mendukung pemulihan. Sri Mulyani melihat semua negara melakukan kebijakan yang luar biasa untuk menyelamatkan perekonomian, menyelamatkan masyarakat dari pandemi, dan melakukan countercyclical baik pada fiskal, moneter, dan regulasi keuangan. Langkah penyelamatan ekonomi itu selanjutnya harus diikuti dengan upaya merancang exit policy yang aman, lancar, dan adil untuk pemulihan ekonomi global.
Kedua, mengatasi dampak pandemi untuk mengamankan pertumbuhan di masa depan. Agenda ini akan membahas lebih lanjut mengenai dampak Covid-19 yang memengaruhi sektor riil termasuk tenaga kerja dan juga sisi keuangan untuk pulih bersama dan menjadi kuat.
Ketiga, sistem pembayaran di era digital yang dikelola Bank Indonesia. Keempat, keuangan berkelanjutan yang berfokus pada tujuan keberlanjutan dan pembiayaan perubahan iklim yang kredibel dan menciptakan keadilan bagi semua negara. Kelima, inklusi keuangan terutama yang terkait dengan peran teknologi digital dan peluang untuk meningkatkan akses bagi UMKM dalam hal pembiayaan dan pemasaran. Keenam, perpajakan internasional.
“Agenda prioritas finance track yang terakhir adalah perpajakan internasional. Kita akan membahas paket pajak internasional dan menciptakan kepastian rezim pajak, transparansi, dan pembangunan,” jelas Sri Mulyani.
You must be logged in to post a comment Login