Untuk mencegah penyalahgunaan persetujuan penghindaran pajak berganda (p3B), disusun sebuah instrumen multilateral yang mampu memodifikasi ketentuan dalam P3B secara serentak.
Sebagai anggota The Group of Twenty (G20) dan Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), Indonesia turut berpartisipasi dalam memerangi penyalahgunaan tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), salah satunya dengan mengadopsi multilateral instrument (MLI).
“Praktik penghindaran pajak itu sangat berbahaya, bisa menggerus potensi penerimaan pajak suatu negara dari transaksi lintas negara, cross border. Misalnya, praktik transfer pricing, praktik treaty abuse, treaty shopping, praktik thin capitalization atau DER (debt to equity ratio),” kata Direktur Perpajakan Internasional (periode 2016–Febuari 2021) John Hutagaol ini, Rabu (3/2).
Treaty shopping adalah skema yang dilakukan Wajib Pajak (WP) untuk mendapatkan fasilitas, misalnya penurunan tarif pemotongan pajak yang disediakan oleh suatu perjanjian P3B. Sementara thin capitalization adalah perusahaan melakukan pendanaan melalui utang yang lebih tinggi dibandingkan modal yang dimiliki. Cara itu signifikan menurunkan keuntungan yang dilaporkan kepada otoritas pajak.
Untuk menanggulangi segala praktik penghindaran pajak, anggota G20 dan OECD bekerja sama membentuk Inclusive Framework on BEPS yang menghasilkan 15 rencana aksi.
Ke-15 Rencana aksi BEPS itu meliputi, isu pemajakan ekonomi digital (rencana aksi 1), netralisasi hybrid mismatch arrangement (rencana aksi 2), penyusunan ketentuan controlled foreign companies/CFC yang efektif (rencana aksi 3), pembatasan pengurangan biaya bunga (rencana aksi 4), melawan harmful tax practise (rencana aksi status BUT secara artifisial (rencana aksi 7), transfer pricing dan pembentukan nilai (rencana aksi 8 sampai 10), pengukuran dan pengawasan BEPS (rencana aksi 11), mandatory disclosure rules (rencana aksi 12), struktur tiga tingkat dokumentasi transfer pricing untuk meningkatkan transparansi (rencana aksi 13), membuat MAP menjadi lebih efektif (rencana aksi 14), penyusunan instrumen multilateral (rencana aksi 15).
MLI
Dari 15 rencana aksi BEPS itu terdapat beberapa rencana aksi yang memengaruhi P3B dan dituangkan dalam MLI atau multilateral instrument. Indonesia yang diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani konsensus itu pada 7 Juni 2017 di Paris.
John menjelaskan, MLI disusun dengan untuk memodifikasi ketentuan dalam P3B secara serentak, sinkron, dan efisien. MLI dapat memodifikasi banyak P3B dengan negara atau yurisdiksi mitra dalam waktu yang bersamaan. Misalnya, secara bersamaan MLI dapat mengamandemen P3B Indonesia-Australia, P3B Indonesia-Jepang, dan P3B Australia-Jepang.
“Secara konvensional sebelum ada MLI, dalam perundingan P3B dengan negara atau yurisdiksi mitra, kita melalui proses negosiasi bilateral yang pada umumnya memerlukan alokasi tenaga, biaya dan waktu yang banyak dan panjang,” kata John.
Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria menggambarkan dampak penandatanganan MLI ini sebagai “a new turning point in tax treaty history”.
Sikap Indonesia
Indonesia yang diwakili oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu dan Direktorat Perpajakan Internasional kemudian menyertakan covered tax agreement (CTA) untuk 47 yurisdiksi. CTA adalah P3B yang akan dimodifikasi melalui MLI. Negara yang masuk dalam daftar CTA Indonesia antara lain Singapura, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Belgia, Inggris, Italia, Jepang, Malaysia, dan Mesir.
MLI yang diajukan Indonesia akan termodifikasi apabila yurisdiksi yang diusulkan juga memilih Indonesia, termasuk pemilihan pasal yang sama.
OECD menetapkan 38 yurisdiksi sesuai dengan Indonesia. John menyebut, ada sembilan yurisdiksi yang tidak memilih Indonesia ataupun belum menandatangani naskah MLI, yakni Amerika Serikat, Brunei Darussalam, Filipina, Laos, Thailand, Vietnam, Republik Ceko, Norwegia, dan Swiss.
Setelah sesuai, ke-38 yurisdiksi itu melakukan pengesahan MLI sesuai ketentuan domestik. Setiap yurisdiksi mitra harus menyelesaikan prosedur internal di negara atau yurisdiksi masing-masing.
“Indonesia melalui ratifikasi kemudian menyampaikan ratifikasi beserta notifikasi dan reservasinya kepada sekretariat OECD sebagai depositary,” jelas John.
Ratifikasi itu dilakukan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pengesahan Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting (Konvensi Multilateral untuk menerapkan Tindakan-Tindakan terkait dengan Persetujuan Pemajakan dan Penggeseran Laba).
Hingga 16 Februari 2021, 23 dari 38 yurisdiksi sudah melakukan ratifikasi.
Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional III Adrian Munandar menambahkan, Indonesia menyampaikan reservasi kepada Sekretariat OECD pada tanggal 28 April 2020, sehingga MLI mulai berlaku pada 1 Agustus 2020. Namun demikian, MLI di Indonesia baru berlaku efektif pada 1 Januari 2021 untuk withholding tax dan 1 Januari 2022 untuk pajak lainnya.
“Maksudnya ketika MLI mulai diimplementasikan di Indonesia, untuk Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menerima penghasilan di Indonesia, akan dipotong PPh pasal 26 sejak 1 Januari 2021. Sementara untuk pajak lainnya, misalnya terdapat situasi di mana berdasarkan ketentuan MLI suatu aktivitas SPLN dianggap merupakan BUT di Indonesia, maka pemajakan atas BUT itu—untuk PPh pasal 25 contohnya—berlaku efektif pada 1 Januari 2022,” jelas Adrian.
Adopsi 11 pasal
Inclusive Framework on BEPS merilis ketentuan MLI dalam delapan bab dengan total 39 Pasal. Namun, Indonesia saat ini baru mengadopsi 11 pasal, yaitu tentang dual resident entities (pasal 4), purpose of a covered tax agreement (pasal 6), prevention of treaty abuse (pasal 7), dividend transfer (pasal 8), gains transfer of shares derives principally from immovable properties (pasal 9), artificial avoidance of PE status through commissionaire (pasal 12), artificial avoidance of PE status through specific activity exemption (pasal 13), splitting-up contracts (pasal 14), definition of closely related (pasal 15), mutual agreement procedure (pasal 16), corresponding adjustment (pasal 17).
Implementasi pasal 6 dan 7 MLI digunakan untuk memfasilitasi rencana aksi BEPS 6 tentang pencegahan penyalahgunaan P3B. Menurut Adrian, P3B pada umumnya disusun untuk menghindari pemajakan berganda. Sementara subjek pajak yang melakukan aggressive tax planning biasanya melakukan pengelakan pajak dengan memanfaatkan ketentuan yang terdapat dalam P3B.
“Sehingga salah satu ketentuan yang diatur dalam rencana aksi BEPS 6 adalah bahwa setiap P3B harus memiliki judul atau mukadimah yang menyatakan bahwa P3B disusun tidak hanya untuk menghindari pengenaan pajak berganda tetapi juga mencegah terjadinya pengelakan pajak,” kata Adrian.
You must be logged in to post a comment Login