Pelindo 1 terus berupaya menyelesaikan setiap jenis integrasi data perpajakan agar tetap “on the track”, dan rampung pada 2022.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperluas implementasi Integrasi Data Perpajakan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagai lanjutan program bersama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Pada 10 November 2020, giliran PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) atau Pelindo 1 yang melaksanakan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Integrasi Data Perpajakan.
BUMN yang bergerak di industri kepelabuhanan ini memiliki lima anak perusahaan dan satu perusahaan asosiasi. Dalam menjalankan bisnisnya, Pelindo 1 berfokus pada pelayanan bongkar muat peti kemas dan jasa kepelabuhanan di 16 cabang pelabuhan di provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Wilayah kerja ini merupakan lokasi strategis karena berada di Selat Malaka—salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia.
Delapan jenis integrasi
Senior Vice President Pajak Pelindo 1 Maslakhodima Siregar mengemukakan, bagi Pelindo 1 integrasi data perpajakan sangat penting diimplementasikan untuk mengurangi kerumitan administrasi perpajakan dan cost of compliance perusahaan. Pihaknya pun segera menyatakan komitmennya mengikuti proses integrasi data perpajakan dengan menandatangani MoU setelah infrastruktur teknologi informasi internal dipastikan siap.
“Kami menunggu kesiapan sistem front end dan back end utilisasinya, baru kami mengambil langkah untuk mengikuti MoU,” jelas wanita yang akrab disapa Dima Siregar ini saat wawancara virtual dengan Majalah Pajak, Kamis (14/1). Ia menambahkan, sumber data untuk integrasi data perpajakan ada pada sistem internal Pelindo 1.
Berdasarkan data dari DJP, ada delapan jenis integrasi data (host to host) perpajakan dimulai dari host to host e-Faktur, e-Bupot, validasi data NPWP, e-Billing, e-Filing, general ledger tax mapping, compliance arrangement, dan proforma surat pemberitahuan PPN dan PPh.
Saat ini, Pelindo 1 tengah menjalani integrasi data tahapan e-Bupot unifikasi. Setelahnya, perusahaan mesti menyesuaikan beberapa akun perusahaan di Bagan Akun atau Chart of Accounts (COA) pada laporan keuangan, dengan COA yang sudah dipersyaratkan dalam integrasi data perpajakan untuk monitoring transparansi data perpajakannya.
“Selama ini COA kami masih versi internal, dan akan menyesuaikan dengan kebutuhan integrasi data perpajakan. Dalam pelaksanaannya, kami akan kerja sama dengan KPP sehingga nanti transparansinya memenuhi harapan. Hulunya dibenarkan dulu sama-sama sehingga nanti hilirnya sesuai dengan transparansi yang sama-sama juga kita harapkan,” imbuhnya.
Dima Siregar pun mengatakan, perusahaan menargetkan setiap jenis integrasi data perpajakan ini diselesaikan paling lambat selama enam bulan, sehingga seluruh tahapan bisa rampung pada tahun 2022 dan sudah mendapat sertifikat Wajib Pajak (WP) Patuh dari DJP.
“Hingga saat ini prosesnya masih on the track. Jadi, cepat atau tidak terlaksananya integrasi data perpajakan ini tergantung kepada kesiapan WP, bagaimana effort yang dikeluarkan untuk melaksanakan integrasi data perpajakan ini, kemudian bagaimana kolaborasinya dengan DJP.”
Banyak manfaat
Meski butuh effort luar biasa di awal, Dima Siregar meyakinkan bahwa manfaat yang akan dirasakan WP jauh lebih besar daripada upayanya jika keseluruhan proses tahapan integrasi data perpajakan selesai dilaksanakan.
Salah satu manfaatnya adalah mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi pada proses pembayaran dan pelaporan pajak, sehingga pekerjaan dan penggunaan SDM dalam administrasi perpajakan bisa lebih efisien dan efektif.
Beberapa keuntungan lainnya yakni beban administrasi untuk mematuhi ketentuan perpajakan jauh berkurang, risiko pemeriksaan atau sengketa perpajakan yang lebih rendah karena telah sepenuhnya terbuka kepada otoritas pajak, data dan NPWP sebagai alat bantu dalam melakukan proses knowing your costumer, meningkatkan potensi keuntungan bisnis BUMN, serta membantu dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik.
“Manfaat lainnya juga kami dapat memantau aktivitas keuangan atau perpajakan BUMN secara terintegrasi,” kata Dima Siregar, seraya menambahkan bahwa integrasi ini juga dapat membantunya menganalisis kinerja perusahaan.
Melihat ragam manfaat itu, ia berharap seluruh BUMN sebagai motor penggerak program integrasi data perpajakan bisa melaksanakan penandatanganan MoU di tahun ini.
Terkait perusahaan swasta, Dima Siregar menyampaikan DJP perlu mengelompokkan mereka berdasarkan kesiapan infrastruktur dan SDM. Sedangkan bagi WP Badan di ranah usaha kecil dan menengah, ia berharap DJP menemukan metode agar proses integrasi data perpajakan bisa berbiaya rendah, bahkan tidak berbayar.
Terakhir, Dima Siregar menyampaikan agar DJP dan kementerian terkait secara berkesinambungan berkoordinasi dan memantau WP yang telah mengambil langkah integrasi data perpajakan.
“Tanpa monitoring dan guidance dari DJP atau dukungan dari kementerian terkait, maka potensi akan terjadi perlambatan dan tidak sesuai dengan waktu yang kita harapkan,” pungkasnya.
You must be logged in to post a comment Login