Pembinaan lembaga peradilan harus terintegrasi dalam satu lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman dan terpisah dari kekuasaan eksekutif dan kekuasaan mana pun.
Kementerian Keuangan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang mengalihkan pembinaan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung secara bertahap dalam tempo waktu selambat-lambatnya pada 31 Desember 2026. Staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengemukakan, saat ini Kementerian Keuangan sedang mempersiapkan proses transisi dan terus melakukan penguatan dari sisi sekretariat.
“Tentu harapannya putusan ini dapat menciptakan keadilan yang lebih baik,” kata Prastowo kepada Majalah Pajak usai memberikan sambutan pada acara client gathering yang diselenggarakan oleh KIB Consulting di Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Ia mengungkapkan, putusan MK tidak ada kaitannya dengan munculnya sejumlah kasus yang melibatkan kalangan pejabat pajak seperti dugaan tindak pidana pencucian uang oleh tersangka mantan pegawai pajak Rafael Alun. Menurutnya, beralihnya pembinaan Pengadilan Pajak dari sebelumnya di bawah Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung (MA) telah menjadi aspirasi yang berkembang lama dalam upaya mewujudkan perpajakan di Indonesia yang lebih transparan, efektif, dan efisien. Beban kerja yang selama ini cukup berat di Kementerian Keuangan bisa berkurang dan dialihkan untuk mendukung penguatan Direktorat Jenderal Pajak.
Prastowo menerangkan, perbaikan di bagian hulu dalam penyelesaian sengketa pajak menjadi penting agar sengketa yang dibawa ke pengadilan bukan lagi administratif melainkan betul-betul bersifat yuridis atau dispute karena penafsiran undang-undang. Oleh sebab itu, jelasnya, penguatan sistem administrasi perpajakan kini terus diperkuat melalui core tax administration system, compliance risk management, dan juga pemeriksaan yang lebih baik.
“Putusan MK ini dampaknya pada administrasi karena proses transisi butuh waktu dan penyesuaian. Namun, harapannya ini bisa membawa pada keadilan yang lebih baik karena para pihak akan lebih independen,” terang Prastowo.
Putusan tepat
Di kesempatan terpisah, praktisi perpajakan dari Kantor Konsultan Pratama Indomitra sekaligus akademisi Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono memandang putusan MK terkait Pengadilan Pajak sebagai putusan yang tepat. Pandangan tersebut dilandasi oleh kajian ilmiah tentang sistem kekuasaan dalam konsep Trias Politica, yakni kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Selama ini, Pengadilan Pajak berada di dua lembaga, yaitu lembaga eksekutif (Kemenkeu) dan yudikatif. Jadi, sudah tepat jika sistem administrasi, pembinaan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan Pengadilan Pajak berada di satu komando di Mahkamah Agung,” papar Prianto kepada Majalah Pajak, Kamis (27/6/2023) .
Ia menguraikan tentang Pengadilan Pajak yang sebenarnya menjadi bagian dari kekuasaan yudikatif. Adapun lembaga peradilan negara tertinggi secara umum ada di Mahkamah Agung (supreme court).
“Pengadilan Pajak merupakan bagian dari peradilan tata usaha negara yang juga menjadi bagian dari lingkungan peradilan di bawah MA. Dengan demikian, Pengadilan Pajak juga seharusnya menjadi bagian dari sistem peradilan di bawah MA sebagai pemegang kekuasaan yudikatif tertinggi,” jelasnya.
MA membawahi empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Sedangkan ketika pembinaan Pengadilan Pajak dijalankan melalui Kemenkeu, terdapat Sekretariat Pengadilan Pajak yang bertugas memberikan pelayanan di bidang tata usaha, kepegawaian, keuangan, rumah-tangga, administrasi persiapan berkas banding dan/atau gugatan, administrasi persiapan persidangan, administrasi persidangan, administrasi penyelesaian putusan, dokumentasi, administrasi peninjauan kembali, administrasi yurisprudensi, pengolahan data, dan pelayanan informasi. Semua tugas itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.01/2018 yang mengatur organisasi, tata kerja, dan fungsi Sekretariat Pengadilan Pajak.
“Berdasarkan putusan MK yang baru ditetapkan, semua tugas dan fungsi Sekretariat Pengadilan Pajak yang ada di Kemenkeu akan beralih sepenuhnya ke MA. Jadi, Sekretariat Pengadilan Pajak akan langsung berada di bawah MA, bukan Kemenkeu,” kata Prianto.
Dualisme
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pembacaan putusan menyampaikan tentang Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum kekuasaan kehakiman di Indonesia yang dilakukan oleh MA beserta lembaga peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi.
Dalam pertimbangannya, MK melihat selama ini Pengadilan Pajak diselenggarakan oleh dua institusi berbeda, yaitu MA untuk pembinaan teknis yudisial dan Kemenkeu untuk yang terkait dengan organisasi, administrasi, dan keuangan. Dualisme kewenangan pembinaan pada Pengadilan Pajak ini dinilai mencampuradukkan pembinaan lembaga peradilan. Padahal pembinaan lembaga peradilan seharusnya terintegrasi dalam satu lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman dan terpisah dari kekuasaan eksekutif dan kekuasaan mana pun.
Pembentukan Pengadilan Pajak menurut MK adalah sebagai kelanjutan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak berdasarkan UU 14/2022. Undang-Undang tersebut memuat tentang beberapa kekhususan Pengadilan Pajak dibandingkan dengan pengadilan lain. Sejak terbit UU 14/2002, MK menilai ada perubahan dalam sistem peradilan di Indonesia berdasarkan perubahan UUD 1945 dan perubahan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Perubahan tersebut antara lain terkait ketentuan pengadilan khusus dan hubungannya dengan lingkungan peradilan di bawah MA.
Pengadilan Pajak diharapkan dapat memberikan keadilan dalam bidang pemungutan pajak sebagai upaya meningkatkan kepatuhan pajak dan penerimaan negara di bidang pajak. Oleh karena itu, MK menegaskan pentingnya Pengadilan Pajak untuk memiliki hakim-hakim yang memenuhi persyaratan ketat dari segi integritas maupun kompetensi.
Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memaparkan tentang pengadilan yang independen sebagai unsur fundamental negara hukum. Kemandirian lembaga peradilan menjadi ciri dari negara hukum. Adapun salah satu prinsip negara hukum yakni hadirnya kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka, independen dari pengaruh segala unsur kekuasaan.
Tanpa adanya independensi maupun kemandirian terhadap badan kekuasaan kehakiman, papar Suhartoyo, hal ini dapat memberikan pengaruh dan berdampak pada tercederainya rasa keadilan. Pengaruh tersebut termasuk peluang munculnya penyalahgunaan atau penyimpangan kekuasaan maupun juga pengabaian hak asasi manusia oleh penguasa negara.
Satu atap
Sejak 2004 terdapat empat lingkungan peradilan yang diakui di Indonesia, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Oleh karenanya, pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam dan melekat pada salah satu dari empat lingkungan peradilan itu. Sejak saat itu Pengadilan Pajak dikategorikan sebagai pengadilan khusus yang termasuk dalam lingkungan peradilan tata usaha negara di bawah Mahkamah Agung.
Menurut MK, adanya kewenangan yang diberikan kepada Kementerian Keuangan terkait pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak termasuk juga pengusulan dan pemberhentian hakim Pengadilan Pajak justru mengurangi kebebasan hakim pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.
Untuk menjaga marwah Pengadilan Pajak, maka Pengadilan Pajak sepatutnya diarahkan pada upaya membentuk sistem peradilan mandiri atau sistem peradilan satu atap (one roof system). Hal itu sebagaimana telah dilakukan terhadap peradilan lainnya di bawah MA, di mana pembinaan secara teknis yudisial maupun organisasi, administrasi dan keuangan berada di bawah kekuasaan MA dan bukan Kemenkeu.
“Selama ini Pengadilan Pajak diselenggarakan oleh dua institusi berbeda, yaitu MA untuk pembinaan teknis yudisial dan Kemenkeu untuk yang terkait dengan organisasi, administrasi, dan keuangan. Dualisme kewenangan pembinaan pada Pengadilan Pajak ini dinilai mencampuradukkan pembinaan lembaga peradilan.”
You must be logged in to post a comment Login