Mengantisipasi penurunan pendapatan, KAI melakukan berbagai langkah efisiensi dalam kegiatan operasional dan belanja modal.
PT Kereta Api Indonesia (Persero)/KAI bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)/SMI baru-baru ini menandatangani kesepakatan terkait realisasi bantuan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Dari keterangan pers, Senin (30/11), diketahui SMI menyuntikkan investasi pemerintah (IP) senilai Rp 3,5 triliun untuk membantu KAI mengatasi tajamnya penurunan pendapatan akibat pembatasan layanan perjalanan penumpang selama pandemi korona.
Pemberian IP dari dana PEN dilandasi oleh aspek urgensi, yakni pendapatan dan arus kas KAI yang menurun signifikan, padahal BUMN ini berperan penting dalam penyediaan angkutan publik yang aman, nyaman, cepat, dan terjangkau.
Efisiensi
KAI mengalami kerugian sekitar Rp 2,5 triliun pada kuartal III tahun 2020. Pendapatan KAI turun drastis dari Rp 17,8 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 12,19 triliun per 30 September 2020. Secara keseluruhan hanya pendapatan konstruksi yang mengalami kenaikan sebesar Rp 2,3 triliun dari tahun sebelumnya Rp 1,4 triliun. Adapun pendapatan angkutan dan usaha lainnya anjlok dari Rp 16,3 triliun menjadi Rp 9,8 triliun.
Total arus kas per 30 September 2020 yang bersumber dari kegiatan operasional tercatat minus Rp 1,87 triliun, padahal di tahun sebelumnya positif Rp 1,57 triliun. KAI memperoleh tambahan kas dari pinjaman bank sebesar Rp 10,78 triliun sehingga secara keseluruhan terdapat sisa kas Rp 2,74 triliun per 30 September 2020.
Sebelumnya KAI juga memperoleh tambahan kredit sindikasi sebesar Rp 4,2 triliun untuk pendanaan pembangunan depo dan stasiun Light Rail Transit (LRT) wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek). Dengan demikian, total pinjaman yang diperoleh KAI untuk penyelesaian proyek strategis ini mencapai Rp 23,45 triliun.
Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo mengemukakan, proyek moda transportasi massal LRT yang ditargetkan selesai pada 2022 diharapkan dapat semakin meningkatkan mobilitas masyarakat.
“Mobilitas masyarakat yang semakin meningkat dengan dukungan moda transportasi publik yang aman, nyaman, dan memadai tentunya akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” jelas Didiek dalam siaran pers, Jumat (18/9).
KAI juga telah melakukan langkah efisiensi dari segi belanja modal dan operasional demi mempertahankan kelangsungan bisnis di masa pandemi. Hingga akhir Agustus 2020 jumlah penumpang menurun hingga 85 persen dan diikuti dengan penurunan angkutan barang dan komoditas sebesar 14 persen. KAI belum bisa meraih pendapatan yang signifikan dari pengoperasian kereta jarak jauh karena harus mengikuti aturan pembatasan kapasitas tidak boleh lebih dari 70 persen. Padahal, KAI baru bisa mencapai break event point ketika okupansi penumpang mencapai besaran tersebut.
Manajemen KAI berharap adanya bantuan stimulus dari pemerintah guna menekan kerugian selama pandemi. Selain bantuan IP PEN, stimulus lain yang diharapkan adalah dalam bentuk subsidi BBM, yakni penggunaan seratus persen BBM subsidi agar dapat mendukung daya saing di lingkup bisnis angkutan barang.
KAI juga mengajukan permohonan ke pemerintah agar pemberian subsidi Public Service Obligation berdasarkan biaya operasional yang dikeluarkan dan bukan berdasar jumlah penumpang, mengingat selama masa pandemi jumlah penumpang turun tajam.
Pingback: Implementasi “Core Values” BUMN | Majalah Pajak