KADIN Indonesia menyerukan ke pemerintah untuk menyelesaikan persoalan birokrasi menghambat penyerapan anggaran pemulihan ekonomi.
Kalangan pengusaha mendukung kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digulirkan pemerintah untuk membantu menggerakkan kegiatan bisnis di berbagai sektor yang terdampak oleh pandemi virus korona, termasuk juga stimulus bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun lambatnya realisasi penyerapan anggaran PEN menjadi sorotan banyak pihak. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, pemerintah harus segera melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait lambannya penyerapan anggaran.
“Semua stimulus itu bagus, apalagi yang untuk mendukung sektor UMKM. Tapi implementasi penyerapan anggarannya masih rendah sekali,” papar Shinta dalam webinar bertema “Resesi di Depan Mata, Indonesia Harus Apa” yang diadakan oleh media online Akurat.co di Jakarta, Selasa (25/8).
Menurutnya, persoalan besar yang mengakibatkan lambatnya penyerapan anggaran adalah prosedur birokrasi yang berbelit-belit. Ia menyayangkan sistem birokrasi justru mempersulit proses pengurusan dari level atas ke bawah sehingga menghabiskan waktu lama.
“Kalau mau dapat sesuatu, kita mengerti harus ada kehati-hatian. Tapi proses birokrasinya harus melalui berbagai macam registrasi dan enggak langsung dapat. Dari atasnya gampang, tapi level bawahnya bisa lama,” ungkapnya.
Hingga 19 Agustus 2020, total penyerapan anggaran PEN tercatat sebesar Rp 174,79 triliun atau baru mencapai 25,1 persen. Alokasi anggaran itu meliputi realisasi program kesehatan sebesar Rp 7,36 triliun atau 13,9 persen, perlindungan sosial 49,7 persen, dan sektor UMKM sebesar 37,2 persen dari pagu Rp 44,63 triliun.
Menanggapi persoalan rendahnya penyerapan anggaran PEN, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengakui beratnya tantangan dalam membenahi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. Meski demikian, paparnya, upaya pembenahan ini harus segera dilakukan.
“Kita harus segera melakukan akselerasi, maka melalui Omnibus Law nantinya diharapkan dapat mendorong kemudahan perizinan dan pengurangan biaya logistik agar ekonomi cepat tumbuh. Upaya ini tentu perlu koordinasi secara efektif dan sustain,” jelas Prastowo.
“Proporsi konsumsi rumah tangga mencapai 56,6 persen, sementara konsumsi pemerintah hanya sekitar 9 persen saja. Ini membuat laju kontraksi sulit ditahan.”
Stimulus bisnis menengah
Di kesempatan yang sama, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun mengungkapkan kekhawatirannya akan ancaman kelumpuhan ekonomi domestik sebagai akibat dari pandemi yang berkepanjangan. Menurutnya, kondisi ini bisa terjadi akibat melemahnya daya beli masyarakat, faktor sosial, dan turunnya pendapatan per kapita.
“Yang perlu dibahas bukan lagi soal ancaman krisis, resesi atau depresi tapi mengenai kelumpuhan ekonomi. Penurunan yang paling berat saat ini di konsumsi rumah tangga,” jelas Misbakhun.
Ia menuturkan, kontraksi tahunan yang dialami Indonesia jika dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi Indonesia memang belum terlalu dalam dan masih dalam hitungan satu digit. Sementara banyak negara di kawasan Eropa, Amerika maupun Asia Tenggara kini mengalami kontraksi hingga dua digit. Namun proporsi konsumsi rumah tangga yang besarnya 56,6 persen begitu mendominasi, sementara konsumsi pemerintah hanya sekitar 9 persen saja. Ini yang membuat laju kontraksi sulit ditahan meski pemerintah meluncurkan berbagai stimulus dan insentif.
Untuk mengantisipasi kontraksi lebih dalam yang bisa memicu kelumpuhan ekonomi, ia menyarankan perluasan jangkauan program insentif bagi kelompok masyarakat menengah rentan, termasuk juga pelaku usaha kelas menengah berpenghasilan sekitar Rp 100 juta–Rp 500 juta sebulan. Menurutnya, kelompok ini memang tidak termasuk dalam kategori usaha mikro, tapi mereka juga tidak tergolong usaha yang tahan krisis.
“Pelaku usaha kelas menengah yang mau menetas ini belum ada stimulus. Perlu ada formulasi baru untuk kelompok ini, agar konsumi rumah tangga tidak terus tergerus,” imbuhnya.
You must be logged in to post a comment Login