Connect with us

Finance

Penilaian Selektif untuk Keringanan Kredit

Aprilia Hariani K

Published

on

Foto: Istimewa

Restrukturisasi atau keringanan kredit dilakukan dengan proses penilaian yang selektif. Stimulus hanya berlaku bagi nasabah yang terdampak COVID-19.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Secara umum aturan ini berisi stimulus untuk nasabah yang usaha atau pekerjaannya terdampak pandemi. Stimulus berlaku untuk nasabah dengan plafon pinjaman hingga Rp 10 miliar dan termasuk dalam sektor pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang antara lain mengatur alokasi untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha sebesar Rp 150 triliun.

Baca Juga: BI Perpanjang Kebijakan Penyesuaian Jadwal Kegiatan Operasional dan Layanan Publik

Ketua OJK Wimboh Santoso menjelaskan, pemerintah memberikan keleluasaan pada bank untuk menilai dan memberikan stimulus kepada nasabah. Stimulus ini dapat berupa penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, atau konversi kredit.

“Banyak sekali sekarang perusahaan yang benar-benar turun. Misalnya, kalau hotel biasanya kreditnya sampai dengan Rp 10 miliar, penghuninya sudah berkurang, dia harus bayar-bayar biaya operasional. Kita kasih insentif untuk ditunda pembayaran (kredit) atau pengurangan bunga atau pokok. Ya, monggo saja kesepakatan para nasabah dan peminjam,” jelas Wimboh dalam telekonferensi, pada Rabu (1/4).

Menurut OJK, per 13 April 2020, sebanyak 166 perusahaan pembiayaan telah menyampaikan laporan terkait kebijakan penerapan program restrukturisasi. Di antaranya, PT Bank Central Asia (BCA) Finance, Mandiri Tunas Finance (MTF), PT Federal International Finance (FIF), PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance), Adira Finance, dan sebagainya. Pada 166 perusahaan itu, 215.708 nasabah sudah mengajukan restrukturisasi, dan baru 65.363 nasabah yang disetujui. Sisanya masih dalam proses penilaian.

“Ini bukan program gebyah uyah (menyamaratakan); hanya berlaku bagi yang terdampak COVID-19.”

Implementasi

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) merilis empat poin implementasi kebijakan. Pertama, tata cara pengajuan restrukturisasi yaitu dengan mengunggah dan mengisi formulir dari situs resmi perusahaan pembiayaan. Kedua, jenis restrukturisasi yang meliputi perpanjangan waktu, penundaan sebagian kredit, dan jenis lainnya yang ditawarkan oleh perusahaan pembiayaan. Ketiga, syarat pengajuan restrukturisasi, yaitu nasabah yang terdampak langsung pandemi virus COVID-19 dengan nilai pembiayaan di bawah Rp 10 miliar, pekerja sektor informal atau pengusaha UMKM, tidak memiliki tunggakan sebelum 2 Maret 2020 saat pemerintah mengumumkan pandemi, pemilik unit kendaraan atau jaminan, dan kriteria lain yang ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan. Keempat, restrukturisasi dapat disetujui apabila jaminan kendaraan atau jaminan lainnya masih dalam penguasaan nasabah sesuai perjanjian pembiayaan.

Baca Juga: Sambut Normal Baru, OJK Terbitkan Stimulus Lanjutan untuk Perbankan

Ketua APPI Suwandi Wiratno mengungkap, mayoritas nasabah mengira semua nasabah berhak menunda pembayaran kredit selama satu tahun. Padahal, perusahaan pembiayaanlah yang akan menentukan jenis stimulus yang diberikan berdasarkan penilaian selektif yang memerlukan waktu sedikitnya tujuh hari.

“Kita jelaskan ke masyarakat ini bukan program gebyah uyah (menyamaratakan); hanya berlaku bagi yang terdampak langsung. Jangan masyarakat semua mengklaim kena (dampak ekonomi COVID-19). Kalau semua enggak bayar (kredit), bank enggak bisa bayar tabungan (bunga) dan deposito masyarakat,” jelas Suwandi melalui telepon, Selasa (14/4).

Bahkan, ia mengatakan pengusaha yang memiliki beberapa bidang usaha dapat tetap membayar kredit secara normal. “Contoh sektor pariwisata turun, ternyata dia punya usaha lain yang tidak terganggu. Kita harapkan dia tetap bayar (kredit),” tambahnya.

Hal senada juga dikatakan Direktur Utama BCA Finance Roni Haslim. Menurutnya, menilai nasabah yang terdampak langsung secara ekonomi akibat COVID-19 merupakan tantangan tersendiri. Penilaian harus selektif untuk menghindari moral hazard. Akan tetapi, secara umum Roni menilai kebijakan restrukturisasi kredit memberikan manfaat bagi nasabah maupun perusahaan pembiayaan. Nasabah dapat mempertahankan kreditnya saat penghasilan menurun; perusahaan pembiayaan dapat menjaga tingkat kredit macet (non-performing financing/NPF).

Hingga 17 April 2020 sudah ada 22 ribu nasabah BCA Finance yang mengajukan restrukturisasi kredit dan baru 3.500 nasabah yang disetujui. “Sisanya sedang on process. Terkait proyeksi jumlah nasabah yang mengajukan masih dipikirkan. Yang bisa kita pastikan dari segi pertumbuhan bisnis akan menurun dibanding tahun lalu, tapi belum bisa kami pastikan turun berapa,” tambah Roni.

Sementara itu, Deputi Direktur Mandiri Tunas Finance (MTF) Bonifatius Perana Citra Ketaren menilai, penyediaan infrastruktur teknologilah yang jadi tantangan. Seperti yang diketahui seluruh proses pengajuan mengandalkan teknologi atau secara daring. MTF mencatat kini ada sekitar 9.000 nasabah yang mengajukan keringanan kredit melalui web perusahaan.

“Kebijakan restrukturisasi, kan, juga harus didukung oleh teknologi, termasuk inflow via web, email, dan call center karena kita sekaligus mendukung program pemerintah untuk melayani tanpa tatap muka langsung atau social distancing,jelas Bonifatius.

Ia menambahkan, MTF telah merevisi target penyaluran pembiayaan dari Rp 30,5 triliun menjadi Rp 14 triliun.

Baca Juga:  Insentif Pajak di Tengah Wabah

Sementara itu Iskandar, pengusaha transportasi asal Tangerang Selatan, mengatakan keleluasaan yang diberikan pemerintah membuat ketidakseragaman kebijakan pada banyak perusahaan pembiayaan.

“Ada yang saya harus ngurus ke kantornya, padahal, kan, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Ada juga leasing yang bagus—dari awal bulan menghubungi saya bahkan datang ke tempat usaha untuk menjelaskan syarat pengajuan,” kata Iskandar melalui telepon, Selasa (21/4).

Hingga kini, Iskandar masih menunggu hasil pengajuan keringanan kreditnya.

Banking

BSI 10 Besar Emiten dengan Kapitalisasi Pasar Terbesar

W Hanjarwadi

Published

on

Jakarta, Majalahpajak.net – PT Bank Syariah Indonesia Tbk dengan kode saham BRIS masuk dalam jajaran 10 emiten dengan kapitalisasi pasar atau market capitalization terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kapitalisasi pasar merupakan nilai pasar dari hasil perkalian harga saham per lembar dengan jumlah saham yang ada dalam perusahaan.

Berdasarkan data dari Equity Daily Trading Publication Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu 24/2/21), nilai kapitalisasi pasar PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) sebesar Rp 115 triliun. Angka kapitalisasi pasar ini naik dibandingkan pada saat BRIS melakukan IPO sebesar Rp 4,96 triliun.

Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi berharap dengan masuknya BSI sebagai 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar BEI bisa menjadikan saham BRIS primadona.

“Selain itu kami berharap prestasi ini semakin mendorong dan menginspirasi sektor keuangan dan perusahaan keuangan syariah untuk melantai di bursa,” kata Hery Gunardi, Kamis (25/2).

Harga saham BRIS per tanggal 24 Februari 2021 adalah Rp2.820 atau naik hampir lima kali lipat dibandingkan pada saat IPO sebesar Rp510 rupiah per saham. Jumlah saham BRIS setelah penggabungan tercatat sebesar 41 miliar saham.

Sebagai bank hasil penggabungan tiga bank syariah milik Himbara, BSI merupakan bank dengan total aset terbesar ketujuh di Indonesia yaitu sebesar Rp 240 triliun. Total pembiayaan BSI sampai Desember 2020 mencapai Rp 157 triliun dengan total DPK sebesar Rp 210 triliun. Dari sisi jaringan, BSI didukung oleh lebih dari 1.300 jaringan kantor, sekitar 2.400  jaringan ATM, serta didukung lebih dari 20.000 karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia.

BSI berkomitmen menjadi lembaga perbankan yang modern dan  inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi  prinsip syariah. Selain itu, BSI juga berkomitmen menjadi bank yang dipilih nasabah karena memiliki produk yang kompetitif dan layanan yang prima sesuai dengan kebutuhan nasabah.

BSI dijalankan sesuai dengan prinsip maqashid syariah yaitu menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga harta.  BSI  tidak hanya fokus untuk menggarap commercial finance tetapi juga social finance. Optimalisasi pembayaran zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF) menggunakan metode digital merupakan salah satu strategi Bank BSI untuk memberikan kemudahan sekaligus manfaat dan kebaikan bagi masyarakat.

Komposisi pemegang saham Bank Syariah Indonesia saat ini adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) 50,95 persen; PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) 24,91 persen; PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,29 persen; DPLK BRI 1,83 persen;  BNI Life Insurance 0,01 persen; dan Publik 5,01 persen.

Continue Reading

Breaking News

Layanan Transaksi Keuangan Digital Bebas Biaya

W Hanjarwadi

Published

on

Jakarta, Majalahpajak.net – Di masa pandemi dan era digital seperti sekarang ini, metode pembayaran digital atau yang biasa disebut cashless hingga transaksi keuangan lainnya kian sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Menyadari hal itu, Digibank by DBS berkolaborasi dengan Flip.id membuat aplikasi untuk memenuhi kebutuhan transfer antar bank dari masyarakat yang kian meningkat. Dengan metode seperti ini, masyarakat tidak perlu lagi memegang uang tunai saat melakukan transaksi yang dapat menjadi salah satu celah penyebaran Covid-19.

Program ini telah didukung sejak lama oleh pemerintah Indonesia yang pada awalnya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI No. 11/12/PBI/2009) tentang uang elektronik pada tahun 2009. Kemudian gagasan transaksi non tunai kembali diperkuat dengan dicanangkannya Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) oleh Bank Indonesia pada tahun 2014. Secara perlahan dalam perekonomian Indonesia layanan keuangan berbasis on-line terus meningkat. Kini, semakin banyak masyarakat yang memerlukan ketersediaan teknologi untuk memfasilitasi mereka dalam melakukan transaksi keuangan digital. Salah satunya dengan aplikasi digibank by DBS dan aplikasi Flip.id.

Digibank by DBS dan Flip.id berharap dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan digital serta memberikan kemudahan, kelancaran, dan keamanan dalam setiap transaksi. Langkah itu menjadi sebuah jawaban untuk fenomena yang diyakini sebagai hambatan utama berkembangnya cashless society yakni minimnya tingkat literasi keuangan masyarakat dan pengetahuan mengenai sistematika keuangan non-tunai.

Menjawab kebutuhan

Digibank by DBS saat ini memberikan beragam kemudahan dalam mengelola dan mengembangkan keuangan dalam satu aplikasi dengan serangkaian pilihan produk investasi mulai dari deposito, obligasi pasar perdana, dan pasar sekunder yang juga dilengkapi dengan fitur transaksi untuk keperluan sehari-hari, seperti transfer uang dan tarik tunai bebas biaya, pembayaran tagihan bulanan, top up e-wallet seperti GOPAY, OVO dan e-Money juga pembelian e-voucher seperti token listrik, pulsa dan lainnya hanya melalui satu klik dengan proses yang 100 persen digital from end-to-end.

“Bank DBS Indonesia dalam hal ini digibank by DBS, selalu berupaya untuk terus menerus bertransformasi dan berinovasi agar layanan digital perbankan kami dapat memudahkan nasabah dalam bertransaksi keuangan. Tidak hanya menggratiskan biaya transfer antar bank, dengan kapabilitas digital yang kami miliki, nasabah digibank by DBS dapat melakukan berbagai transaksi keuangan bahkan hingga berinvestasi hanya melalui satu aplikasi,” kata Managing Director, Head of Digital Banking, PT Bank DBS Indonesia Leonardo Koesmanto, Selasa (2/2/21).

Leonardo Koesmanto mengatakan, digibank berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan digital perbankan kami sehingga nasabah dapat bertransaksi dan berinvestasi kapan saja dan di mana saja, tanpa harus datang ke kantor cabang (branchless), tanpa harus menandatangani banyak dokumen (paperless), dan tanpa memerlukan tanda tangan basah (signatureless).

Sementara itu CEO Flip.id Rafi Putra Arriyan mengatakan, pihaknya melihat peningkatan kebutuhan masyarakat untuk melakukan transaksi kirim uang secara on-line, yang sebelumnya lebih banyak didominasi oleh penggunaan ATM. Selain itu, pandemi juga membuat banyak orang memperketat pengeluaran mereka, sehingga layanan transfer antar bank gratis yang ditawarkan oleh Flip.id bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi pengeluaran. Hal ini terlihat dari jumlah pengguna Flip.id yang semakin meningkat di era pandemi.”

Sama seperti digibank by DBS, Flip.id juga hadir untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan transfer uang antar bank secara on-line dan bebas biaya ke digibank by DBS dan bank lainnya. Tidak hanya itu, Flip.id juga memudahkan nasabah digibank by DBS untuk melakukan penempatan dana dengan proses mentransfer dari salah satu bank sumber dana melalui aplikasi Flip.id kemudian memindahkan dananya ke rekening digibank by DBS. Proses ini tentunya dapat dilakukan secara real-time dan bebas biaya transfer.

Sebelumnya Flipd.id telah menggandeng Bank DBS Indonesia untuk dapat menjalankan proses transfer antar-bank bagi nasabahnya dengan memanfaatkan solusi digital milik Bank DBS Indonesia yaitu IDEAL RAPID. IDEAL RAPID mengintegrasikan pemrosesan secara real-time terkait pembayaran, dan mempermudah transaksi bisnis di jaringan (ekosistem) Flip.id. Melalui kerja sama tersebut semakin memperkuat posisi Bank DBS Indonesia sebagai bank yang senantiasa menyediakan layanan digital perbankan untuk nasabah bisnis korporasi dan Small and Medium-sized Enterprise (SME/UMKM) dalam mengubah alur kerja operasionalnya menjadi digital dengan proses yang lancar tanpa hambatan.

Continue Reading

Breaking News

Holding BUMN untuk Pemberdayaan Ultramikro dan UMKM

W Hanjarwadi

Published

on

Jakarta, Majalahpajak.net – Kementerian BUMN berencana membentuk perusahaan holding terkait pembiayaan dan pemberdayaan ultramikro serta UMKM. Upaya ini merupakan langkah BUMN untuk memperkuat peranan UMKM di tanah air.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pembentukan holding BUMN untuk pemberdayaan Ultra Mikro (UMi )dan bertujuan menciptakan ekosistem agar semakin banyak lagi pelaku usaha ultra mikro yang terjangkau layanan keuangan formal. Ia enjelaskan, rencananya holding ini akan terdiri atas tiga perusahaan BUMN yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk/BRI sebagai perusahaan induk, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

Ada tiga hal utama yang akan muncul dari kehadiran holding BUMN untuk UMi. Pertama, integrasi BUMN pada holding ini diharap menciptakan efisiensi biaya dana (cost of fund) dari BUMN terlibat tersebut.

“Dengan ekosistem sinergi BRI, Pegadaian, dan PNM cost of fund dari ekosistem ini bisa kami buat lebih rendah,” ujar Kartika dalam diskusi daring bertajuk Kebangkitan UMKM untuk Mendorong Perekonomian Nasional, Senin (18/1).

kedua, sinergi jaringan. Dengan sinergi jaringan, ekspansi usaha bisa dilakukan dengan biaya yang lebih murah. Sehingga cost of serve dan acquire customer bisa menjadi lebih murah.

Ketiga, kehadiran holding BUMN untuk UMi diproyeksi menghasilkan sinergi digitalisasi dan platform pemberdayaan pelaku usaha kecil di Indonesia. Sinergi ini akan menghadirkan pusat data UMKM yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber data UMKM dalam skala nasional.

“Kehadiran pusat data UMKM ini dapat banyak membantu pemerintah sehingga nantinya berbagai program untuk UMKM bisa dieksekusi secara lebih tepat sasaran,” jelas Kartika.

Dengan pembentukan holding BUMN untuk UMi diharapkan menjadi salah satu cara Kementerian BUMN untuk mengakselerasi akses keuangan formal UMKM di Indonesia. Kartika menegaskan, UMKM adalah engine economy yang sangat besar. Karena itu BUMN sangat fokus mendukung berbagai effort meningkatkan kapasitas, akses keuangan dan pasar terhadap UMKM.

“Kami yakin pasca-pandemi ini peranan BUMN untuk meningkatkan akses UMKM dapat ditingkatkan lebih tajam lagi. Terutama dengan adanya nanti integrasi layanan ultra mikro di ekosistem BRI, Pegadaian, dan PNM,” kata Kartika.

 

Continue Reading

Populer