Connect with us

Breaking News

Menyiapkan Transformasi dan Implementasi Bisnis Hijau

W Hanjarwadi

Published

on

Jakarta, Majalahpajak.net ​- Perubahan iklim masih menjadi pembicaraan hangat di berbagai belahan dunia. Eksplorasi gas dan minyak, pertambangan batu bara, dan pembangkit listrik dianggap menjadi faktor utama terjadinya kerusakan lingkungan yang mengarah pada perubahan iklim. Mengutip laporan DBS Group Research bertajuk “​Environmental, Social and Governance: Turning carbon into gold​ “​, emisi karbon di negara berkembang meningkat, mengingat selain batu bara, bahan bakar fosil masih menjadi instrumen utama pembangunan negara berkembang.

Ekonom Bank DBS memprediksi bahwa bahan bakar fosil masih bertahan hingga 2035 di Asia. Pada proses transisi bisnis menjadi lebih ramah lingkungan, perusahaan yang bergerak pada bidang pertambangan, pembangkit listrik, dan eksplorasi bahan bakar fosil perlu mempertimbangkan risiko dan peluangnya.

“Akan ada risiko potensi penurunan pendapatan serta penurunan nilai dari aset-aset yang menghasilkan karbon tersebut karena adanya transisi ke energi ramah lingkungan. Lebih dari itu, biaya operasional juga akan meningkat karena peraturan yang lebih ketat ketika pemerintah mengubah batas emisi,” tulis laporan DBS yang dipublikasikan pada Kamis, (7/1/2021).

Faktor sumber daya alam seperti kelangkaan air juga tidak dapat dihindari sehingga ongkos produksi juga bisa naik. Tak hanya itu, penolakan penggunaan bahan bakar fosil dari berbagai pihak bisa mengarah kepada persoalan hukum akibat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim yang muncul akibat eksplorasi.

Menurut laporan dari ​Carbon Brief​ , pada tahun 2019, Indonesia ​melampaui Australia menjadi negara pengekspor batu bara termal terbesar di dunia. ​Sementara itu, ​Union of Concerned Scientist mengungkapkan bahwa pertambangan batu bara menghasilkan dampak negatif pada lingkungan seperti polusi air dan udara hingga pemanasan global. Di beberapa negara di Asia Pasifik, pembangkit listrik mengeluarkan emisi karbon terbanyak hampir 50 persen, lalu diikuti oleh industri dan sektor transportasi. Pangsa emisi karbon jauh lebih besar di kawasan ini, yaitu 70 persen karena batu bara tetap menjadi sumber energi yang paling ekonomis. Berdasarkan ​data yang dikumpulkan oleh ​Postdam Institute for Climate Impact Research ​ (PIK), emisi GRK tahunan Indonesia adalah 2,4 miliar ton pada tahun 2015. Emisi Indonesia mewakili 4,8 persen dari total emisi global dunia pada tahun tersebut.

Kendati demikian, peluang baru pun mungkin muncul dari perubahan iklim. Perusahaan dapat mendorong pengurangan konsumsi melalui peningkatan efisiensi energi. Selain itu juga dapat mengembangkan produk hijau baru yang lebih ramah pasar, hingga perluasan bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT).

Adapun skenario normal berbasiskan kebijakan nasional terkait pengurangan karbon yang ada saat ini dan skenario optimistis berbasiskan upaya pemerintah yang lebih besar dalam mendorong perusahaan mengurangi karbon untuk pembangunan yang berkelanjutan. Dalam kondisi normal, ekonom Bank DBS mengasumsikan bahwa permintaan pasar akan batu bara tetap sama hingga 10 tahun ke depan, biaya operasional untuk riset dan pengembangan bisnis juga akan meningkat untuk upaya pengurangan karbon.

Pada skenario optimistis, output sektor pertambangan batu bara turun sedikit setiap tahunnya dalam 10 tahun mendatang. Tak hanya itu, terdapat langkah yang lebih agresif untuk mendiversifikasi pendapatan sementara pajak karbon tidak diimplementasikan. Industri minyak dan gas akan mengalami penurunan keuntungan karena kelebihan kapasitas kilang, sementara harga jual rendah.

Sementara itu, untuk mengontrol emisi gas rumah kaca (GRK) guna menghindari pemanasan global hingga dua derajat celcius pada tahun 2100, 187 negara sudah meratifikasi Persetujuan Paris (​Paris Agreement​ ) pada 12 Desember 2015, termasuk Indonesia. Sejalan dengan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri telah menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 314 juta ton CO2 pada 2030. Pengurangan emisi ditargetkan mencapai 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional. Sehingga Indonesia saat ini pun mulai beralih untuk berinvestasi pada EBT.

Pemerintah menargetkan sektor EBT dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 156,6 juta ton CO2 atau sebesar 49,8 persen dari total aksi mitigasi sektor energi.  Menurut Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM kebutuhan investasi sektor EBT sebesar Rp 1.690 triliun.

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Breaking News

BP2MI: Aturan Pembatasan Kiriman Barang Milik PMI dari Luar Negeri Sudah Tak Berlaku

Heru Yulianto

Published

on

Foto: Istimewa

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, aturan pembatasan jenis dan jumlah barang-barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari luar negeri sudah tidak berlaku lagi.

Hal tersebut sebagaimana keputusan rapat terbatas (Ratas) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dan diikuti Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan. Ratas tersebut membahas implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

“Permendag 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dinyatakan dicabut dan terkait pengaturan kebijakan impor dikembalikan ke Permendag Nomor 25. Sehingga, yang kedua, tidak lagi berlaku pembatasan atas jenis dan barang milik PMI,” ungkapnya di Command Center BP2MI, Jakarta Selatan, dikutip Rabu (17/04).

Ia menambahkan, peraturan yang sebelumnya mengatur pembatasan barang-barang yang dikirimkan oleh tenaga kerja Indonesia dari negara-negara penempatan kini kembali berlaku ke aturan sebelumnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, rapat juga memutuskan bahwa pembatasan hanya berlaku untuk nilai atau nominal bea masuk barang, yaitu terkait keringanan pajak atau relaksasi sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 tahun 2023, yaitu tentang ketentuan impor barang milik Pekerja Migran Indonesia.

“Yang dalam peraturan tersebut, PMI atau barang pekerja migran diberikan relaksasi pajak 1.500 dollar AS dalam 1 tahun. Bisa dibagi dalam tiga kali kiriman, atau satu atau dua kali kiriman. Kelebihan atas barang milik PMI, jika PMI mengirim barang, tidak lagi ada pembatasan jumlah dan jenisnya. Jadi sepatu tidak lagi dibatasi misal dua, mau kirim sebanyak-banyaknya itu diserahkan kepada PMI. Pakaian tidak lagi dibatasi 15 pieces, sebanyak-banyaknya PMI,” imbuhnya.

Hal ini karena pembatasan hanya berlaku untuk nominal pajak yaitu 1.500 dollar AS, atau 500 dollar AS dalam satu kali pengiriman. Oleh karena itu, kelebihan barang kiriman pekerja migran tidak dikembalikan ke negara dimana Pekerja Migran Indonesia bekerja, dan tidak dimusnahkan. Tapi barang tersebut masuk dalam kategori umum, yang tentu sebagai kelebihan dari relaksasi pajak, dan harus membayar bea masuk.

Menanggapi hal tersebut, Kepala BP2MI menyebutkan tarif bea masuk kelebihan barang milik Pekerja Migran Indonesia, dan membandingkannya dengan kategori umum.

“Tarif umum kelebihan barang dengan bea, kalau yang lain dibebaskan pajaknya, kelebihannya karena sudah tidak dibatasi, tidak dilarang lagi, masuk kategori umum itu berapa pembayaran bea masuknya? Selama ini yang berlaku umum adalah 7,5 persen dari harga barang. Khusus untuk PMI, kalau umum kan 7,5 persen kelebihan barang harus dia bayar bea masuk atau pajaknya. Usulan Pak Menko Perekonomian di state langsung dalam rapat tersebut, diberikan keringanan kembali sebesar 5 persen khusus barang PMI. Umum tetap 7,5 persen,” jelas Benny.

Adapun BP2MI mengusulkan, relaksasi sebesar 1.500 persen tidak cukup, dan BP2MI melihat best practice dari Filipina.

“Bahkan tadi saya menggunakan bahasa, kenapa kita tidak mau jujur, dan kenapa kita tidak mau melihat Filipina. Filipina itu negara kecil, tapi bagaimana Filipina sebagai negara menghormati pekerja migran memberikan relaksasi pajaknya itu 2.800 dollar AS. Kita ini negara besar, jauh lebih besar, kita hanya memberi 1.500 dollar AS,” paparnya.

Selain itu, Benny mengatakan bahwa BP2MI akan menindaklanjuti surat kembali dengan Presiden, untuk meminta Peraturan Menteri Keuangan No. 141 Tahun 2023 direvisi nominalnya bukan 1.500 dollar AS, namun penerapan di Filipina akan dijadikan role model, yakni 2.800 dollar AS atau minimal 2.500 dollar AS.

Continue Reading

Breaking News

Hutama Karya Kantongi Laba Bersih Rp 1,872 Triliun di Tahun 2023

Heru Yulianto

Published

on

Foto: Dok.hutamakarya.com

PT Hutama Karya (Persero) atau Hutama Karya berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan yang cemerlang berdasarkan laporan keuangan (audited) tahun 2023 yang telah diumumkan pada tanggal 30 Maret 2024, dengan perolehan laba bersih sebesar Rp 1,872 triliun atau tumbuh signifikan sebesar 521 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya year on year (yoy). Disusul pendapatan perusahaan juga menunjukkan kinerja baik hingga akhir tahun 2023 yaitu Rp 26,93 triliun atau meningkat 11,81 persen, jika dibandingkan dengan periode yang sama Rp 24,08 triliun.

Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto mengungkapkan, perolehan laba ini menjadi titik balik bagi transformasi menyeluruh yang dilakukan, mulai dari aspek keuangan, pengembangan bisnis dan investasi.

“Salah satu aksi korporasi yang dilakukan yaitu asset recycling yang dilakukan terhadap kerja sama investasi 2 ruas jalan tol trans sumatera yakni jalan tol Medan–Binjai (16,8 km), dan Bakauheni–Terbanggi Besar (140,9 km) bersama dengan Indonesia Investment Authority (INA) senilai Rp 20,5 triliun pada Juni 2023 lalu,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Selasa (16/04).

Ia menambahkan bahwa dari kerja sama investasi tersebut, terdapat perbaikan dalam liabilitas perusahaan dari Rp 70,53 triliun menjadi Rp 53,11 triliun atau penurunan sebesar 24,70 persen.

“Selaras dengan itu, ekuitas Hutama Karya juga ditandai mengalami penguatan sebesar Rp 116,62 triliun dari sebelumnya Rp 85,78 triliun, hal ini mengalami peningkatan sebesar 35,96 persen,” tambahnya.

Dari sisi perolehan kontrak baru, Hutama Karya berhasil mengantongi nilai kontrak baru yang cukup signifikan dari periode sebelumnya yakni dari Rp 19,85 triliun di tahun 2022, bertumbuh menjadi Rp 30,88 triliun di tahun 2023 atau secara persentase meningkat sebesar 55,51 persen yoy yang sebagian besar didominasi dari pekerjaan Jalan dan Jembatan. Sementara itu, Hutama Karya turut mendorong akselerasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dengan mengerjakan 6 proyek infrastruktur diantaranya Tol IKN Pulau Balang–Sp Riko, Gedung dan Kawasan Kantor Kementerian Koordinator 2, dan Jaringan Pipa Air Limbah 1 dan 3 Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN.

Peningkatan kinerja keuangan Hutama Karya juga terlihat dari menguatnya aset konsolidasi perusahaan dengan total sebesar Rp 169,74 triliun di tahun 2023.

“Torehan tersebut naik sekitar 8,59 persen secara tahunan. Pada periode yang sama tahun lalu, total aset Hutama Karya mencapai Rp 156,32 triliun,” imbuhnya.

Laporan keuangan tahun 2023 juga mencatatkan rasio keuangan yang baik antara lain current ratio sebesar 2,27x yang menyatakan pengelolaan modal kerja untuk memenuhi kewajiban jangka pendek menunjukkan perbaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 1,97x.

“Di tahun ini perusahaan juga mencatatkan nilai interest coverage ratio yang baik, yaitu sebesar 1,46x yang menandakan bahwa operasi perusahaan mampu menutupi beban-beban keuangan atas pinjaman yang dilakukan,” ujarnya

Tidak hanya itu saja, Budi pun meyakini bahwa kinerja positif terhadap keuangan perusahaan ini merupakan keberhasilan bersama yang didasari dengan transformasi yang kuat.

“Sesuai tema HUT HK ke-63 di tahun ini, dengan mengusung tema ‘Bergerak, 63rlari, Melesat’ menghadirkan karya terbaik, namun kedepannya kita berharap keberhasilan ini dapat sustain.” pungkasnya.

Continue Reading

Breaking News

Bapenda Riau Bebaskan Denda Keterlambatan Pajak Kendaraan Saat Libur Lebaran

Heru Yulianto

Published

on

Foto: Dok.mediacenter.riau.go.id

Seiring libur dan cuti bersama Hari Raya Idulfitri Tahun 2024, Pelayanan Samsat Provinsi Riau diliburkan terhitung Senin (08/04) hingga Senin (15/04) dan kembali melayani Wajib Pajak pada Selasa (16/04). Untuk kendaraan yang jatuh tempo pembayaran pajaknya pada tanggal libur tersebut dapat dibayarkan pajaknya pada Selasa (16/04) tanpa dikenakan sanksi denda keterlambatan.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau Evarefita mengungkapkan, pihaknya menghimbau kepada masyarakat Riau untuk memanfaatkan fasilitas pembayaran pajak kendaraan yang ada, seperti Samsat Drive Thru, Samsat Keliling, Samsat MPP, Samsat Tanjak dan aplikasi Samsat Digital Nasional saat membayar pajak.

Menurutnya, hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya antrean panjang di kantor-kantor Samsat konvensional, yang disebabkan oleh tingginya tingkat kunjungan masyarakat yang memanfaatkan pembebasan denda selama libur Idulfitri tersebut.

“Petugas kami memang sudah siap untuk melayani, namun demikian kami tetap menyarankan agar masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas pembayaran lainnya yang sudah kami siapkan,” ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Majalah Pajak pada Senin (15/04).

Terkait fasilitas pembayaran pajak kendaraan, Evarefita juga mangajak masyarakat untuk memanfaatkan aplikasi Signal (Samsat Digital Nasional). Aplikasi pembayaran pajak kendaraan on-line yang dikhususkan untuk pengesahan tahunan.

“Untuk yang masih berada di kampung halaman, masih tetap bisa bayar kendaraannya dengan aplikasi Signal. Aplikasinya bisa didonwload di Playstore atau di Appstore. Tapi aplikasi ini hanya bisa untuk pajak tahunan dan kendaraan yang tidak memiliki tunggakan,” tambahnya.

Selain aplikasi Signal, ia pun mengatakan bahwa publik dapat memanfaatkan fasiltas Samsat Drive Thru terutama untuk Wajib Pajak yang berada di Pekanbaru, Tembilahan (Indragiri Hilir), Ujung Tanjung (Rokan Hilir) dan Pangkalan Kerinci (Pelalawan).

Ke empat wilayah tersebut sejak beberapa tahun terakhir sudah dilengkapi dengan keberadaan Samsat Drive Thru dengan pelayanan yang membuat masyarakat cukup menunggu di atas kendaraan.

Continue Reading

Populer