Selain menggunakan terapi obat pengganti dopamin, pengobatan Parkinson juga dapat dilakukan dengan bedah “deep brain stimulation”.
Anggota tubuh Anda sering mengalami tremor atau gemetaran yang tidak terkontrol? Atau kehilangan refleks atau bahkan keseimbangan tubuh menurun? Hati-hati, bisa jadi itu gejala parkinson.
Penyakit parkinson ditemukan pertama kali oleh James Parkinson pada 1817. Menurut hasil penelitian, penyakit ini rata-rata dialami sekitar 10 hingga 25 orang dari setiap 10.000 orang. Petinju legendaris Muhammad Ali dan aktor Hollywood Michael J Fox pun mengidap penyakit ini.
Parkinson adalah salah satu penyakit degeneratif pada otak, yaitu terjadi penurunan fungsi otak yang mengatur dan memperhalus gerakan otot sehingga timbul gangguan pada gerakan otot. Dokter spesialis bedah syaraf Mayapada Hospital Bogor Muhammad Agus Aulia mengungkapkan, gejala utama penyakit ini adalah rigiditas (kekakuan), tremor, dan bradikinesia (gerakan yang lamban).
Baca Juga: Komunitas Rehabilitasi Jantung (KRJ) Jakarta Heart Center (JHC)
“Pada dasarnya, parkinson terjadi karena penurunan fungsi bagian otak yang dinamakan substansia nigra, berupa penghasil dopamin, sehingga dopamin yang dibutuhkan dalam proses gerakan otot menjadi berkurang,” ungkapnya kepada Majalah Pajak. Ia menambahkan, sebab primer terjadinya parkinson masih belum diketahui. Namun, beberapa kasus—biasanya disebut dengan parkinson sekunder—disebabkan oleh trauma kepala, stroke, tumor otak ataupun infeksi otak.
Selain gejala utama, biasanya parkinson juga disertai gejala lain seperti gangguan keseimbangan, gangguan kognisi dan depresi. Pada parkinson berat, pasien tidak dapat bergerak bebas dan hanya bisa tirah baring. “Jika kondisi ini dibiarkan lama, dikhawatirkan dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi paru dan timbul luka decubitus, yaitu luka karena tirah baring terlalu lama,” kata Dokter Agus.
Diagnosis
Secara statistik, parkinson didominasi oleh kaum pria. Beberapa teori mengatakan bahwa adanya estrogen pada wanita memberi efek protektif dari parkinson. Teori lain menduga karena kejadian cedera kepala ringan lebih banyak pada pria, dan ada beberapa teori genetika. Namun, teori itu belum terbukti.
Parkinson banyak dijumpai pada pasien usia di atas 50 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat dialami pada usia muda karena gaya hidup. Selain itu, jika dalam keluarga ada riwayat parkinson, maka risiko untuk menderita parkinson bisa meningkat menjadi 2–5 persen.
“Secara statistik, parkinson didominasi oleh kaum pria.”
Dalam mendiagnosis parkinson biasanya dokter akan melihat gejala dan tanda klinis utama dan dievaluasi selama beberapa waktu. Pemeriksaan penunjang lainnya berupa dilakukan magnetic resonance imaging (MRI) otak untuk mengetahui apakah ada kelainan lain pada otak yang bisa menyebabkan parkinson seperti adanya stroke, cedera otak, maupun tumor.
Baca Juga: Luncurkan Antivirus Corona, Mentan: Insyaallah Berhasil
“Beberapa alat penunjang canggih seperti Functional MRI atau MR-Spectroscopy juga dapat dilakukan pada kasus-kasus parkinson yang meragukan,” jelasnya.
Setelah dilakukan diagnosis biasanya pasien akan diberikan terapi. Terapi utama ialah obat pengganti dopamin. Jenisnya banyak dan terkadang dikombinasikan dengan obat parkinson lain untuk mencapai perbaikan klinis yang baik dengan efek samping obat paling minimal. Namun, seiring perkembangan penyakit, obat menjadi kurang efektif dan terjadi efek samping obat dari ringan sampai berat. Pada kondisi seperti ini tindakan bedah dapat menjadi pilihan.
DBS
Tindakan bedah dilakukan pada pasien parkinson jika terapi obat berjalan tidak maksimal. Tindakan yang dilakukan berupa implantasi DBS (deep brain stimulation), secara medis terbukti efektif dapat memperbaiki klinis (rigiditas, tremor dan bradikinesia) sehingga dapat memperbaiki kualitas hidupnya.
DBS ialah melakukan operasi penanaman (implantasi) alat stimulasi otak. Alat ini dapat menghasilkan stimulus listrik yang teratur dan terkendali, kemudian mengalirkan listrik melalui kabel kecil yang ditanam menuju ke bagian tertentu di otak. Ada beberapa titik di otak yang menjadi target stimulasi listrik, seperti di subthalamic nuclei, globus palidus internus, maupun di thalamus.
“Memberikan stimulasi listrik yang kontinu dan terkendali dapat memperbaiki sirkuit gerakan pada otak, sehingga gerakan otot dapat kembali atau mendekati normal. Efeknya rigiditas, tremor dan bradikinesia dapat berkurang hingga hilang, penderita dapat kembali beraktivitas normal dan memperbaiki kualitas hidupnya,” ujar Dokter Agus.
Stimulasi pada DBS yang sudah ditanam (implantasi), dapat disesuaikan dengan berat ringannya gejala klinis parkinson. Seiring berjalannya usia, biasanya juga disertai gejala klinis yang memberat. Keuntungan dengan DBS adalah stimulasi listriknya bisa diatur. Sehingga bila gejala klinisnya memberat, stimulasi listriknya dapat ditambah dan disesuaikan sehingga membaik kembali dengan efek samping minimal. Pada beberapa kasus penderita parkinson yang di tanam DBS, dosis obat parkinson yang selama ini di konsumsi, dapat dikurangi, sehingga dapat mengurangi efek samping obat.
Baca Juga: Memilih Asuransi Kesehatan
Selain DBS, tindakan bedah lain untuk parkinson menurut Dokter Agus adalah brain lesioning. Bedah ini dilakukan jika DBS tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada prinsipnya secara teknis operasi brain lesioning ini sama dengan DBS yakni dengan menggunakan alat stereotaktik, yaitu untuk menentukan titik target di otak (globus palidus, thalamus atau nucleus subthalamic). Kelebihan tindakan bedah ini dibanding dengan cara DBS, yakni tidak ada alat yang ditanam. Namun, kelemahannya, prosedur ini bersifat permanen, sehingga bila gejala klinisnya memberat, perbaikan tak bisa lagi dilakukan.
You must be logged in to post a comment Login