Melalui program wakaf modal usaha mikro, ACT membantu dan mendampingi UMKM dan petani di tengah pandemi.
Seorang petani asal Desa Telarsari, Kecamatan Jatiasih, Kabupaten Karawang, bernama Odang, harus terjerat utang rentenir lantaran harus membiayai proses tanam padinya. Syukurnya, kini, melalui Program Wakaf Modal Usaha Mikro yang diluncurkan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Odang bisa terlepas dari lilitan utang itu. ACT membantu melunaskan utang Odang yang masih tersisa 36 kali lagi.
“Di bank emok (rentenir) pinjamnya Rp 3 juta, cicilannya Rp 90 ribu per minggu untuk satu tahun dan banyak masyarakat yang ikut. Karena bagi orang-orang kecil dan menengah ke bawah, ini enggak banyak syaratnya. Kalau bank biasa, kan, banyak syaratnya,” cerita Odang. Artinya, jumlah yang harus dikembalikan Odang menjadi sekitar Rp 4,3 juta.
Direktur Executive Waqaf Development Program Sri Eddy Kuncoro memastikan pinjaman ini tidak akan dikenakan bunga. Inilah yang dinamakan skema pinjaman dengan menggunakan akad qordul hasan, yakni pinjaman kebaikan yang disyariatkan dalam Islam tanpa adanya tambahan atau bunga dan bagi hasil dari keuntungan usaha yang merupakan riba. Singkatnya, penerima manfaat diberi modal dari dana wakaf dan mereka mengembalikan sesuai jumlah yang dipinjamnya. Jangka waktu pengembaliannya pun sesuai dengan kesepakatan dan kemampuan dari pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) atau petani.
“Jadi, prinsip Wakaf Modal Usaha Mikro kita ingin membantu pedagang kecil dan petani. Tapi tetap kita terangkan ke mereka ini adalah dana wakaf yang harus dijaga, enggak boleh hilang, diikhtiarkan sebisa mungkin pokoknya tidak hilang. Boleh dicicil berdasarkan komitmen awal, bisa sebulan sekali, seminggu sekali,” kata Eddy, kepada Majalah Pajak, melalui wawancara virtual, Selasa (25/8).
Fokus utama dalam program yang resmi diluncurkan pada 19 Agustus 2020 ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup para pelaku usaha dalam membangun usahanya agar tetap bertahan di tengah badai pandemi Covid-19. Seperti yang kita tahu, pandemi telah menghantam semua sektor ekonomi. Pembatasan sosial berskala besar dan daya beli masyarakat yang menurun semakin membuat UMKM kian terpuruk.
“Tentunya selain petani, program wakaf usaha mikro juga menyasar pedagang sayur, kue, kelontong, intinya di level ultra mikro, terutama kepada mereka yang sedang terjerat utang rentenir atau pihak-pihak lain dan mereka yang sulit mendapatkan akses perbankan atau lembaga keuangan,” kata Eddy.
UMKM akan dilatih untuk melakukan pembukuan dan pengenalan literasi keuangan agar tidak mudah tertipu lagi oleh lintah darat.
Cara memanfaatkan program ini hanya dengan mendaftarkan atau menghubungi ACT, kemudian tim akan melakukan survei ke tempat lokasi, dan penyaluran modal akan distribusikan. Adapun pinjaman yang disalurkan antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per orang. Lantaran program ini terbilang baru, tim ACT akan lebih masif melakukan sosialisasi ke kelompok usaha tani maupun pedagang kecil yang ada di wilayah Jakarta. Di tahun 2020 ACT berencana menyalurkan pembiayaan modal usaha sebesar Rp 1 miliar.
“Penilaian untuk calon penerima kita lihat dari sisi kelayakan administrasinya saja, seperti KTP, tempat tinggalnya, usahanya—sudah berapa lama usahanya. Ke depan kita akan ke tempat-tempat yang banyak UMKM-nya seperti pasar untuk menyosialisasikan program ini.”
Menurut Eddy, tim ACT sudah melakukan observasi lapangan yang mengungkap bahwa sebetulnya pedagang kecil di pasar membutuhkan modal sangat ringan untuk menjaga usaha, sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Biasanya mereka meminjamnya kepada rentenir dengan bunga yang lumayan besar.
Pendamping usaha
Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan, program ini merupakan usaha membangkitkan ekonomi umat dan optimisme bangsa. Selain pembiayaan modal, ACT turut melakukan pendampingan usaha.
“Nilai keberkahan terletak pada pendampingan dari para mentor. Tidak hanya mendampingi untuk membangun bisnis, tetapi juga menebalkan keimanan agar senantiasa mengingat Allah subhanahu wa taala,” kata Ibnu Khajar.
Tugas tim pendamping adalah membantu pedagang dan petani dalam memanfaatkan modal usaha. Pemilik usaha dan petani diharapkan tidak hanya berkembang secara bisnis tetapi juga mampu menabung untuk cadangan pengembangan usaha (reinvestasi) atau cadangan kebutuhan keluarga. Hal yang paling mendasar, UMKM akan dilatih untuk melakukan pembukuan dan pengenalan literasi keuangan agar tidak mudah tertipu lagi oleh lintah darat.
Untuk mempermudah pendampingan dan pengawasan laju bisnis, penerima manfaat membentuk kelompok berisi minimal sepuluh orang. Ada pertemuan bulanan untuk memonitor bisnis pelaku usaha dan pengajian.
“Pendampingan akan dilakukan selama maksimal enam bulan atau selama maksimal tenor pinjaman sesuai kesepakatan,” ujar Ibnu Khajar.
You must be logged in to post a comment Login