Agar UMKM mampu mengambil peluang di pasar domestik maupun global, pembenahan sistem logistik merupakan hal yang urgen dilakukan.
Berdasarkan Logistic Performance Index 2018, Indonesia berada di peringkat 46 sebagai negara dengan biaya logistik tertinggi. Angka ini jauh di bawah Cina yang berada di peringkat 26; Thailand, 32; Vietnam, 39; dan Malaysia, 41. Artinya, biaya logistik Indonesia tertinggi di negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Secara nomimal, biaya logistik Indonesia masih 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 3.560 triliun.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di beberapa kesempatan sudah menyinggung masalah inefisiensi logistik. Ia mengatakan, tingginya biaya logistik akan menurunkan daya saing usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sistem logistik merupakan bagian dari rantai pasok yang meliputi siklus persediaan, pergudangan, transportasi, dan sistem informasi.
“Biaya logistik, biaya transportasi, merupakan komponen terbesar yang tidak reliable. Saya yakin dengan kerja yang fokus, dengan peta jalan yang jelas dan terukur, maka sistem logistik nasional negara kita menjadi lebih efisien, biaya logistik yang terbuka transparan dan kompetitif, layanan logistik yang menjadi lebih murah dan lebih cepat,” kata Jokowi.
Asisten Deputi Pengembangan Kawasan dan Rantai Pasok Kementerian Koperasi dan UKM Ari Anindya Hartika pun mengakui, masalah UMKM bukan melulu permodalan, melainkan distribusi logistik dan ketersediaan bahan baku.
“Persoalan lain yang utama itu masih ada beberapa pelaku UMKM yang bergantung bahan baku impor, sementara ongkos logistiknya mahal, di saat yang sama terjadi penurunan daya beli masyarakat,” kata Ari dalam webinar bertajuk “Industri Logistik Penopang UMKM Naik Kelas di Masa Pandemi”, Rabu (24/2/2021).
Dirundung persoalan di atas, tak mengherankan bila kinerja ekspor UMKM Indonesia masih rendah, hanya bertengger di ranking ke-5 di ASEAN. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sektor UMKM hanya menyumbang sebesar 14,37 persen terhadap kontribusi ekspor nasional. Sementara, kontribusi UMKM terhadap ekspor mencapai 60 persen di Tiongkok dan 40 persen di Singapura. Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan kontribusi ekspor UMKM ditargetkan mencapai 21,6 persen di tahun 2024.
Akan terintegrasi
Di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia memiliki Sistem Logistik Nasional (Sislognas) 2012. Rencana ini memuat pembangunan sebuah ekosistem logistik nasional alias national logistics ecosystem yang mengintegrasikan proses bisnis sehingga permintaan dan penawaran dapat terakomodasi dengan baik.
Program lantas diteruskan oleh Jokowi melalui pembangunan platform digital terpadu. Mulai dari proses bisnis, sistem transaksi, teknologi informasi, produksi, pemasaran, sistem hukum dan peraturan, manusia dan jejaring, investasi aset strategis, dan ekonomi geopolitik.
Secara simultan, pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke. Bahkan, infrastruktur jalan diperbaiki sampai ke pelosok melalui program dana desa. Upaya ini dilakukan supaya arus barang dapat berjalan lancar dan cepat.
Tak berhenti di situ, untuk membenahi sistem logistik, pemerintah bahkan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional pada 16 Juni 2020. Melalui Inpres ini, pemerintah membuat program national logistics ecosystem (NLE) untuk menurunkan biaya logistik.
NLE adalah suatu ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang.
Ada beberapa poin dalam agenda NLE. Pertama, menciptakan regulasi yang efisien dan standar layanan yang prima dengan penerapan simplifikasi serta penghapusan repetisi dan duplikasi proses bisnis. Kedua, kolaborasi layanan pemerintah dengan platform pelaku usaha di bidang logistik. Ketiga, menciptakan strategi penataan ruang logistik yang tepat dengan didukung sistem teknologi informasi yang mampu menciptakan kolaborasi digital atas seluruh proses logistik dalam satu platform.
Nantinya, semua komponen sistem logistik akan terintegrasi dalam satu platform yang mencakup proses penyelesaian dokumen pengangkutan laut atau udara; custom clearance; perizinan; penyelesaian dokumen pengeluaran dari pelabuhan (SP2), serta pencarian alat angkut; pergudangan. Seluruh rangkaian ini dapat dipantau dan disupervisi oleh semua entitas yang terkait dengan rantai logistik.
Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Zakir Sjakur Machmud menyarankan agar sistem logistik di Indonesia juga mengutamakan manajemen lalu lintas barang, distribusi, dan pergudangan. Bukan hanya berfokus pada soal infrastruktur semata.
“Kondisi geografis kita itu kepulauan. Banyak UMKM di Pulau Jawa bahan bakunya sering kali dari Indonesia Timur. Kenapa ongkos angkut kapal itu bisa mahal? Karena perginya bawa barang, pulang kosong. Biaya Logistik kita jadi mahal,” kata Zakir kepada Majalah Pajak, pada akhir Februari lalu.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan pemerintah mengusung prinsip ship follow the trade (kapal beserta pelabuhan mengikuti perdagangan) bukan sebaliknya. Sehingga arus barang dapat berjalan efisien. Secara simultan, pemerintah tetap mengusung trade follow the ship (perdagangan mengikuti lalu lintas kapal di pelabuhan) untuk membuka potensi baru di daerah 3T (terdepan, terpencil, terluar).
“Kita sudah punya konsep logistik tol laut, jalan Tol Trans Sumatera, pelabuhan—itu fasilitas saja, walaupun itu juga sangat penting. Paling penting ada lalu lintas barang tadi, ” kata Dosen Ekonomi Industri dan Perekonomian Indonesia ini.
You must be logged in to post a comment Login