Berkat prinsip pertambangan yang baik dan benar, perusahaan tambang terbesar ini terus mencurahkan kontribusi yang besar—meskipun ada pandemi.
MAJALAHPAJAK – PT Freeport Indonesia (PTFI) menancapkan tonggak sejarah baru saat pemerintah mengakuisisi 51,2 persen sahamnya pada 21 Desember 2018. Saat itu, PTFI yang beroperasi di tanah Papua sejak 1967 ini merupakan bagian dari perusahaan holding tambang MIND ID yang mendapat Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga tahun 2041.
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengungkapkan, peristiwa bersejarah itu merupakan solusi win, win, win atau kesepakatan yang menguntungkan dan memuaskan bagi pemerintah Indonesia, Freeport-McMoRan, dan pemerintah daerah. PTFI sudah dikenal berdedikasi dalam mengolah dan mengelola sumber daya mineral nasional.
“Di satu sisi, Freeport senang mendapatkan partner pemerintah, tentu ini sinerginya menjadi lebih bagus. Pemerintah juga akan mendapatkan porsi lebih banyak, karena dari 100 persen pendapatan Freeport sekarang lebih dari 70 persen menjadi bagian pemerintah, dan pemerintah daerah akan mendapatkan jauh lebih banyak dari yang sebelumnya,” kata Tony kepada Majalah Pajak, Rabu (6/7).
Meski dalam suasana pandemi, PTFI mampu menjaga kinerjanya dengan baik. Tony menyebut, pada 2021 kontribusi PTFI kepada negara dalam bentuk pajak, dividen, royalti, dan pungutan lainnya mencapai 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 29 triliun. Jika kinerja ini bisa dipertahankan, ia memproyeksi kontribusi PTFI hingga tahun 2041 dapat mencapai 80 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.100 triliun) atau 4 miliar dollar AS per tahun. Itu dimungkinkan karena PTFI akan mencapai target produksi 100 persen pada tahun 2023, berkat ramp-up tambang bawah tanah.
Dalam operasionalnya, PTFI berpedoman pada prinsip pertambangan yang baik dan benar, yaitu good mining practices, environmental friendly, dan sustainable safe production. Misalnya, dengan memaksimalkan perolehan mineral dari cadangan yang ada: melakukan eksplorasi dengan baik dan detail, lalu melakukan penambangan secara maksimal.
Berbagai peranti canggih juga telah menjalar dalam berbagai proses produksi dan bisnis perusahaan penambang emas, tembaga, dan perak ini. Misalnya, peralatan tambang bawah tanah dikendalikan dari jarak jauh oleh seorang operator—yang sebagian besar dilakukan oleh pekerja wanita. Sementara dari kantor Jakarta, Tony bisa memonitor tingkat produksi, rute, jadwal truk, dan lain-lain secara real time.
Dengan infrastruktur sistem yang sudah memadai, PTFI juga telah melakukan kerja sama integrasi data perpajakan dengan Direktorat Jenderal Pajak sejak Agustus 2020. Menurut Tony, integrasi data bisa meminimalkan sengketa dan mispersepsi antarkedua pihak karena semua dibuat transparan. Tak heran, pada 2021 lalu PTFI ditetapkan sebagai pembayar pajak berisiko rendah.
PTFI punya pekerja yang heterogen—41 persen putra-putri Papua, 2 persen tenaga kerja asing, dan sisanya dari berbagai penjuru negeri. Dengan bangga, pria kelahiran 1962 ini menyebut mereka sebagai aset utama PTFI.
Menurut Tony, untuk mempertahankan sustainable safe production, insan PTFI berpaut pada nilai perusahaan SINCERE—Safety, Integrity, Commitment, Respect, and Excellence—yang diterapkan di tiap lini produksi.
Nilai-nilai itu, ditambah aneka fasilitas penyokong, membuat pekerja betah dan produktif bertugas.
Demi keberlanjutan bisnis pertambangan, dalam suasana Hari Pajak, Tony berharap pemerintah kian mampu memberi kepastian berusaha, terutama dari sisi aturan.
“Rate doesn’t matter, certainty does matter. Industri tambang enggak ada yang cuma lima tahun, sehingga kalau pasti sudah bisa dihitung dari sekarang—misalnya, 30 tahun lagi bayarnya berapa—pasti akan lebih baik,” pungkasnya.
You must be logged in to post a comment Login