Connect with us

Tax Light

Ketika Hati Saling Berbagi

Aan Almaidah

Published

on

Orang sering kali mengasosiasikan “berbagi hati” dengan poligami. Asosiasi itu menjadi absurd karena adanya keikhlasan yang kuat terkandung di dalamnya, like or dislike. Namun, banyak sekali aktivitas di dunia ini yang membutuhkan keberbagian hati. Misalnya, dengan adanya antrean panjang di akhir bulan Maret dan April setiap tahun hanya untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak, kita sudah merelakan berbagi hati. Memang, dewasa ini kantor pelayanan pajak sudah sangat nyaman, baik desain perkantoran maupun pelayanan. Namun, dalam kondisi berdesakan tetap tidak bisa dikategorikan nyaman.

Kebiasaan kita, tersangkut pada penilaian kepada infrastruktur dan lain-lain yaitu mengkritik bahwa kantornya kurang AC, kursinya kurang banyak, kurang empuk, petugasnya semakin siang semakin kurang senyum, dan sejuta satu alasan membungkus paketan berbagi tersebut. Kenapa harus berbagi? Karena kita selalu gagal mendisiplinkan diri untuk melapor SPT di awal waktu. Kita tidak pernah berusaha untuk menjadi berbeda.

Menjadi berbeda, itu anomali. Bayangkan kebanyakan manusia melakukan kegiatan kehidupannya hanya berdasarkan nudge strategy, yaitu mengikuti yang dikerjakan orang banyak, mengikuti yang sering disampaikan dalam intensitas berkali-kali, dan mengikuti yang mudah-mudah saja. Kita sedari kecil sudah terbiasa dengan “SKS” belajar, yaitu sistem kebut semalam. Alasan melakukan itu adalah karena semua melakukannya.

Mengikuti mode tertentu karena banyak yang mengikuti, seperti kacamata Harry Potter atau baju robek di pangkal lengan saat ini, atau di zaman tahun 70-an kita mengenal cutbrai, bawahan celana panjang yang seperti terompet lebarnya. Ikut amnesti karena iklannya yang gencar dan berkali-kali didengar seperti sebuah hipnosis. Atau kita melakukan sesuatu karena kemudahan, contoh simpelnya, ya nyontek! Itu adalah kebiasaan. Menjadi anomali terjadi saat kita mengambil jalan yang tidak diambil orang lain, diistilahkan anti-mainstream.

Nah, kembali menengok aktivitas di bulan Maret di kantor pelayanan pajak. Wow, meriah sekali! Itu namanya pesta akhir tahun pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Anda. Antrean melejit sampai seribu orang per hari. Berdesak-desakan, tidak nyaman. Marah-marah karena disuruh pulang mengambil kelengkapan. Menggerutu pelayanan pajak enggak maju-maju. Padahal, setiap tahun itu berulang dan masalahnya adalah kita tidak mau menjadi anomali. Seandainya kita paham bahwa antre di batas akhir pelaporan enggak enak, kenapa enggak pilih tanggal muda? Toh, semua bisa disiapkan dan semua bukti kelengkapan bisa dilengkapi. Masalahnya, habit terbentuk oleh perilaku meniru dan kita terjebak dalam pola budaya happy antre.

Apabila hati telah siap saling berbagi, maka ‘the power is ours’. Kita menjadi berdaya dan mempunyai kekuasaan menentukan nasib kita sebagai bangsa yang digdaya.

So, seharusnya pun, kita happy berbagi!

Bayangkan, saat kita merasakan hakikat menjadi Wajib Pajak yang keren itu. Kita sudah membantu pembangunan infrastruktur. Oh,  oke, Anda mengerti uang pajak untuk membangun jalan, saluran air, bendungan, termasuk kantor-kantor pelayanan pemerintah, jaringan listrik, sarana prasarana pendidikan dan kesehatan lainnya. Ada satu lagi bahwa infrastruktur juga diartikan nonfisik, yaitu pelaksanaan pelatihan, pendampingan, pemberdayaan dan pelayanan. Anggaran negara membiayai infrastruktur APBN Tahun 2017 ini ditargetkan sebesar Rp 387,3 triliun. Anggaran infrastruktur akan digunakan untuk membangun 836 kilometer jalan, 10.198 meter jembatan, pembangunan baru atau lanjutan 13 bandara, pembangunan/pengembangan fasilitas 61 lokasi pelabuhan laut, pembangunan tahap 1 dan lanjutan 710 kilometer spoor jalur kereta api, dan 3 lokasi pembangunan terminal penumpang.

Sedemikian besar biaya yang dibutuhkan sehingga pengumpulannya pun terpisah-pisah dalam bentuk pajak pusat langsung, tidak langsung, pajak di daerah untuk bumi dan bangunan sektor perkotaan dan pedesaan, pajak restoran, pajak iklan. Jadi, di sini kunci berbagi hati. Kepada masyarakat yang melakukan aktivitas maka sadar atau tidak sadar, memiliki tanggung jawab untuk patungan membiayai infrastruktur negara kita. Apabila masih ada yang bertanya, kami sudah bayar pajak bumi dan bangunan, pajak restoran, pajak kendaraan, buat apa lagi membayar pajak penghasilan? Halooo…  ternyata semuanya masih belum cukup untuk membiayai apa yang kita nikmati setiap hari sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Sadar, atau tidak sadar.

Pertanyaan yang selalu berulang didengungkan adalah: Kenapa harus saya?

Itulah cara untuk menjadi berbeda. Cara untuk membagi hati, walaupun ada sisi tidak rela dan bertanya, kenapa bukan mereka? Penerimaan yang tidak tercapai bukan tanggung jawab yang ditunjukkan khusus kepada Direktorat Jenderal Pajak, tetapi kepada semua yang bernama “KITA”. Menjadi berbeda adalah dengan memahami bahwa kegagalan mengumpulkan dana akan menyebabkan ada kurva membumbung tinggi yaitu kurva utang. Dengan rajin berutang, maka hidup kita hanya dihabiskan untuk membayar cicilannya. Kapan kita bisa bahagia kalau tidak menerapkan bahwa menjadi berbeda adalah luar biasa? Caranya, meminimkan utang negara dengan beramai-ramai menyegerakan membayar pajak.

Di sudut lain negeri ini, ada insan-insan yang punya tanggung jawab tinggi dengan bersama mendiskusikan kebutuhan desanya. Mereka duduk bersama di pojokan Kalimantan atau Papua sana, berpikir untuk kemajuan. Mereka bukan orang yang naif. Dengan saling berbagi ide, musyawarah di desa mereka menjadi arus sinergi luar biasa dalam mengusulkan apa yang perlu dibangun oleh kabupaten, kota, dan provinsi, agar sejalan dengan kebutuhan dan potensi yang ada. Keindahan dari musyawarah desa merupakan kunci hati yang berbagi, yang mengutamakan kemajuan dan rela apabila keuntungan berkurang untuk pengeluaran yang lebih besar dalam hal membeli sarana prasarana produktif atau membangun infrastruktur untuk kemaslahatan desanya. Jadi, mulailah berdamai dengan hati kita.

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Tax Light

Inspirasi Kesadaran

Inge Diana Rismawanti

Published

on

Foto: Ilustrasi

Menginspirasi orang untuk melakukan kegiatan yang membanggakan bukanlah hal yang mudah, termasuk dalam membayar pajak.

 

Menginjakkan kaki di puncak Everest adalah impian para pendaki dari berbagai belahan bumi. Bukan perkara yang mudah untuk menginjakkan kaki di puncak salah satu gunung tertinggi di dunia ini—medan yang berat, longsoran salju, sampai cuaca ekstrem menjadi rintangan yang harus dihadapi para pendaki. Ketika Junko Tabei berhasil mencapai puncak Everest pada tanggal 16 Mei 1975, sejarah mencatatnya sebagai perempuan pertama yang mencapai puncak gunung in. Orang Jepang ini berhasil meraih mimpinya menjelang usianya yang ke-36.

Keberhasilan Junko Tabei bukanlah hal dapat diraih seketika. Ia telah mendaki sejak usia 10 tahun, dan berlanjut hingga masa sekolah menengah dan masa kuliahnya, sebelum bergabung dengan beberapa klub pendakian gunung. Pada akhirnya, keberhasilan Junko Tabei menginspirasi perempuan lain untuk menuju puncak Gunung Everest.

Menginspirasi orang lain untuk melakukan kegiatan yang membanggakan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Demikian halnya dalam membayar pajak. Siapa yang saat ini apabila ditanya, “Apakah Anda rela membayar pajak?” akan langsung merespons dengan jawaban “rela”? Apakah kata rela ini pun harus ditempuh dengan berbagai rintangan?

Program inklusi kesadaran pajak yang diusung oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hadir dengan tekad untuk mewujudkan kerelaan tersebut dengan.

membangun generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter serta menunjukkan nilai-nilai kesadaran pajak sebagai bagian dari bela negara dan cinta tanah air. Program ini merupakan upaya yang dilakukan oleh DJP bersama dengan Kementerian/Lembaga atau pihak ketiga lainnya (mitra inklusi) untuk menanamkan kesadaran pajak kepada peserta didik dan tenaga pendidik melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam proses pendidikan (kurikulum, pembelajaran, perbukuan dan kesiswaan/kemahasiswaan).

Baca Juga: Jokowi: Kawal Kualitas Belanja Keuangan Negara agar Tepat Sasaran

Sejak tahun 2014 program Inklusi Kesadaran Pajak digaungkan di DJP melalui pelaksanaan kajian, kerja sama dan penyusunan bahan ajar. Rentang masa 2015–2030 dicanangkan sebagai masa edukasi dengan harapan bahwa warga negara yang memahami manfaat pajak semakin banyak dan di sisi lain masyarakat yang resisten terhadap pajak semakin sedikit.

Grand strategy inklusi perpajakan bagi generasi muda Indonesia untuk tahun 2020–2024 mengarah pada perluasan program inklusi kesadaran pajak pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik formal maupun nonformal, serta unit pendidikan dan pelatihan di bawah Kementerian dan Lembaga pemerintahan lainnya.Pentingnya pendidikan sejak dini mengenai perpajakan akan membantu mengubah kesadaran warga negara terkait perpajakan. Karena itu diperlukan edukasi perpajakan yang dapat diterima oleh semua kalangan dengan menggunakan berbagai medium yang ramah dengan generasi muda saat ini. Generasi yang sangat erat hubungannya dengan gawai dan media sosial menuntut kreativitas dan inovasi dalam mengedukasi. Penggunaan materi dan konten yang lekat dengan keseharian anak muda dan mengaitkannya dengan informasi perpajakan serta menyebarkannya melalui medium yang ramah anak muda, menjadi tantangan edukasi saat ini.

Dalam kegiatan belajar mengajar saat ini, peserta didik difasilitasi agar lebih banyak melakukan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman dalam berbagai model pembelajaran, antara lain pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), studi kasus, dan pembelajaran kolaboratif.

Baca Juga: Kemenkeu: Per Mei 2023, Penerimaan Pajak Capai Rp 830,29 Triliun

Edukasi perpajakan semoga disadari sebagai tugas seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya sebagai tugas pegawai pajak saja. Koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak terus dilakukan agar edukasi perpajakan kepada generasi muda dapat dilakukan di berbagai bidang dan di berbagai lapisan. Sesuai dengan metode pembelajaran kolaboratif semua pihak diberikan peluang yang sama untuk menyumbangkan pemikiran dan/ atau pengalaman, berupa data/atau informasi, hasil kajian, pengalaman, ide baru, sikap, pendapat umum, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan penguasaan kompetensi.

Partisipasi dan kontribusi generasi muda mempunyai peranan penting di bidang perpajakan. Dengan pemahaman dan pengetahuan yang luas, pola pikir dan persepsi negatif mengenai pajak dapat diminimalkan dan diharapkan dapat memperbaiki kondisi perpajakan di Indonesia. Pada akhirnya, melalui program-program edukasi perpajakan DJP, diharapkan pemuda-pemudi Indonesia, sungguh-sungguh memahami betapa pentingnya pajak bagi negara, dan betapa pentingnya menjadi bagian dari warga negara yang taat pajak.

Pencarian figur idola dalam edukasi perpajakan mungkin perlu dilakukan agar dampak program inklusi kesadaran pajak lebih dirasakan. Dalam rangka memperingati Hari Kartini, salah satu media daring memilih lima perempuan yang dinilai berpengaruh dalam perpajakan Indonesia, akankah cerita mereka menumbuhkan rasa cinta generasi muda kepada negara melalui pajak? Diperlukan cerita yang dapat menginspirasi generasi muda sebagaimana halnya Junbo menginspirasi perempuan di dunia untuk mencapai kesuksesan yang sama.

Continue Reading

Tax Light

Layanan Terkolaborasi

Inge Diana Rismawanti

Published

on

Foto: Iustrasi

Apresiasi WP terhadap layanan DJP meningkat tiap tahun. Untuk menjaganya, sistem layanan terpadu (kolaboratif) harus mulai diupayakan.

 

Reformasi perpajakan dalam bidang proses bisnis dan teknologi informasi dilakukan dengan membangun Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) yang di dalamnya termasuk proses bisnis layanan. Berdasarkan karakteristik pekerjaannya, proses bisnis layanan perpajakan dikelompokkan menjadi empat—layanan administrasi, edukasi, permintaan informasi, dan penanganan pengaduan, saran dan apresiasi.

Direktorat Jenderal Pajak, pada awal tahun 2020, memiliki 349 jenis layanan Wajib Pajak yang harus diselesaikan dan sebagian besar masih harus ditangani secara manual alias banyak menyerap sumber daya manusia. Berdasarkan pemetaan layanan perpajakan dalam SIAP, layanan yang semula berjumlah 349 susut menjadi 246 jenis layanan, berkurang 103 layanan. Layanan berkurang baik karena tidak diperlukan lagi, disubstitusi oleh layanan lain, dihapus oleh perubahan regulasi, maupun karena habis masa berlakunya (misalnya, layanan pelaporan insentif Covid-19).

Baca Juga: Piloting e-Pbk, Pemindahbukuan Online Dimulai

Pemetaan merupakan tindak lanjut program pengembangan layanan perpajakan Click, Call, Counter (3C), yang merupakan program pelayanan dengan konsep eskalasi di mana kebutuhan WP dapat dilayani secara daring melalui web, aplikasi mobile, dan media lainnya (Click). Kemudian, jika kebutuhan WP belum terpenuhi, WP dapat menelepon (Call) contact center, dan terakhir, mereka dapat menemui petugas pajak, bertatap muka di kantor pajak (Counter).

Dari pemetaan juga diketahui bahwa 82 layanan dapat diselesaikan seluruhnya oleh sistem, 106 layanan di back office, dan 58 layanan harus ditindaklanjuti ke proses bisnis yang relevan, seperti pengawasan, pemeriksaan, keberatan dan banding.

Proses bisnis layanan untuk menyelesaikan permohonan administrasi perpajakan (PAP) dari WP merupakan tugas pejabat fungsional penyuluh pajak dan asisten penyuluh pajak. Selama ini kegiatan PAP dirasakan amat menyita waktu mereka. Bahkan, di beberapa unit tertentu, hampir seluruh pejabat fungsional disibukkan dengan kegiatan PAP. Pada saat SIAP diimplementasikan, tugas pejabat fungsional penyuluh dalam menangani permohonan WP akan berkurang sehingga mereka dapat lebih fokus dalam melakukan tugas edukasi.

Kegiatan edukasi yang selama ini didokumentasikan dalam Sistem Aplikasi Penyuluhan (Sisuluh) akan diintegrasikan dalam SIAP sehingga manajemen kegiatan edukasi mulai dari pembuatan rencana, pemilihan sasaran, pembuatan materi, pelaksanaan sampai dengan evaluasi penyuluhan akan tersimpan dalam sistem. WP pun dimungkinkan untuk mengakses informasi jadwal kelas pajak atau melakukan reservasi kelas pajak apabila membutuhkan.

Untuk menilai apakah tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik yang cepat, mudah, dan terjangkau telah dipenuhi, setiap tahun DJP melakukan Survei Kepuasan Pelayanan Perpajakan. Sejak layanan mulai dilakukan secara daring, pengukuran terhadap indeks kepuasan pelayanan perpajakan dibentuk dari tiga aspek, yaitu layanan tatap muka langsung, layanan via saluran lain non-online (telepon, WhatsApp, e-mail, dan sebagainya) dan layanan aplikasi daring (www.pajak,go,id, DJPonline, e-reg, e-faktur, dan sebagainya).

Baca Juga: Teknologi: Penyimpel Pekerjaan Fiskus dan WP

Hasil survei tahun 2020–2022 menunjukkan apresiasi WP terhadap layanan DJP, khususnya untuk layanan aplikasi daring, meningkat setiap tahun. Dalam skala 1 (tidak puas) sampai 4 (sangat puas), indeks kepuasan pelayanan perpajakan mencapai 3,31 di tahun 2020; 3,34 di tahun 2021; dan 3,59 di tahun 2022.

Namun demikian, perbaikan layanan harus terus ditingkatkan. Sebab, pengelolaan layanan yang bersifat individu tidak akan memadai ketika jenis pelayanan yang dibutuhkan bersifat kompleks dan melibatkan banyak unit kerja. Maka, kolaborasi pemberian layanan kepada masyarakat dalam kanal Layanan Publik Kolaborasi, sangat dimungkinkan. Lewat konsep kolaborasi, tercapai efisiensi biaya pemeliharaan dan keamanan sistem di samping mengurangi upaya penipuan oleh oknum yang mengatasnamakan layanan daring.

Sistem layanan terpadu diharapkan akan memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat; mendekatkan pelayanan kepada masyarakat; memperpendek proses pelayanan; mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti, dan terjangkau; dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan PP 96 tahun 2012 tentang Pelayanan Publik.

Continue Reading

Tax Light

TAM

Inge Diana Rismawanti

Published

on

Foto: Ilustrasi

 

Saat ini, data profil WP masih tersebar, belum terintegrasi. Kelak, semua semua informasi yang relevan akan didapat secara “real-time”, demi kepentingan WP dan petugas pajak.

 

Majalahpajak.net – Upaya peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak (WP) terus dilakukan. Saat ini, umumnya WP masih mengeluhkan petugas pajak yang kurang responsif; tidak mengangkat telepon; tidak menjawab secara langsung, bahkan terkadang mengalihkan telepon ke petugas lain karena yang bersangkutan tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan.

Keluhan semacam itulah, antara lain, yang hendak dijawab lewat reformasi di bidang teknologi informasi melalui pembangunan Taxpayer Account Management (TAM) yang akan berlaku aktif mulai 1 Januari 2024.

TAM merupakan proses bisnis pengelolaan informasi perpajakan yang disediakan untuk tiap WP. Seluruh WP, baik Orang Pribadi maupun Badan akan mendapatkan satu akun elektronik WP yang dapat diakses oleh WP/Kuasa WP dengan menggunakan NIK atau NPWP yang telah dimiliki oleh WP.

Baca Juga: Momentum Kerja Rampak dan Serentak

Selain berisi profil WP, TAM juga mencatat transaksi perpajakan yang terkait dengan pendapatan, kelebihan pembayaran pajak, piutang pajak, potensi pendapatan, dan realisasi potensi pendapatan tiap WP yang berasal dari dokumen sumber terkait yang diperoleh melalui pelaksanaan proses administrasi perpajakan. Pencatatan transaksi perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan dan standar akuntansi manajemen.

Untuk menyajikan profil WP dilakukan serangkaian proses pengumpulan data dan/atau informasi perpajakan yang terkait dengan hak dan kewajiban perpajakan setiap WP. Data dan/atau informasi ini berasal dari setiap proses bisnis perpajakan yang relevan dan disajikan dalam satu tampilan sistem agar memberikan gambaran yang komprehensif tentang kondisi perpajakan WP, mencakup data keuangan dan data nonkeuangan.

Data keuangan akan ditampilkan dalam Buku Besar Wajib Pajak (Taxpayer Ledger) yang berisi rincian transaksi seperti nilai kurang bayar/lebih bayar SPT, nilai ketetapan pajak (SKP, STP, produk upaya hukum), nilai pengembalian kelebihan pembayaran pajak, serta seluruh pembayaran pajak yang telah dilakukan WP. Sedangkan data nonkeuangan berisi data registrasi, kasus yang masih aktif terkait layanan perpajakan dan sertifikat perpajakan yang masih aktif. Seluruh informasi ini ditampilkan secara ringkas dalam profil WP yang disajikan untuk sisi WP atau Kuasa WP melalui Portal Wajib Pajak.

Portal WP dibangun tidak hanya sebagai sarana bagi WP/Kuasa WP untuk mengakses profil WP yang memuat ringkasan informasi terkini dan menyeluruh mengenai hak dan kewajiban perpajakan tetapi juga untuk tujuan lain. Melalui portal ini WP dapat mengajukan layanan perpajakan seperti pelaporan SPT, pembuatan kode billing, dan layanan perpajakan lainnya. Dokumen resmi perpajakan (sertifikat perpajakan, imbauan perpajakan, dan produk hukum) juga akan disediakan dalam portal WP. Pada saat jatuh tempo pembayaran dan pelaporan WP juga menerima notifikasi terkait hak dan kewajiban perpajakannya dalam portal tersebut. WP yang memerlukan pengetahuan tertentu dapat mengakses materi edukasi perpajakan di portal ini.

Saat ini, data profil WP masih tersebar dan belum terintegrasi dalam satu aplikasi. Selain itu, aksesnya masih terbatas pada petugas tertentu sehingga menghambat petugas yang melakukan kontak dengan WP untuk memperoleh informasi yang diinginkan dan diperlukan oleh WP secara real time.

Baca Juga: Kenyamanan dan Pengawasan 360 Derajat

TAM diharapkan menjadi solusi yang dapat membantu WP untuk mengetahui kondisi terkini terkait hak dan kewajiban perpajakannya, termasuk jumlah kewajiban/utang pajak dan hak kelebihan pembayaran pajak secara transparan dan aktual. WP tidak lagi perlu menelepon untuk mengetahui proses permohonan layanan administrasi perpajakan yang sedang diajukannya—mereka cukup melacak proses permohonannya lewat portal WP.

TAM untuk pelayanan yang lebih baik.

Continue Reading

Populer