Bersama pihak ketiga, DJP melakukan transformasi digital untuk memberikan kemudahan dan efisiensi, sekaligus meningkatkan kepatuhan.
Implementasi transformasi digital di sektor perpajakan merupakan salah satu upaya dan menjadi fokus kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan di masyarakat. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wirasakti mengungkapkan, transformasi digital membuat rasio kepatuhan dalam pelaporan SPT meningkat dari tahun ke tahun. Rasio kepatuhan pajak dari yang sebelumnya di tahun 2016 sebesar 60,82 persen menjadi 77,06 persen pada 2020. WP yang menggunakan e-SPT selama periode 2016–2019 juga meningkat 60,81 persen.
Ia menjelaskan, saat ini pemerintah fokus pada upaya perubahan sistem perpajakan Indonesia secara menyeluruh, baik dari administrasi, regulasi, peningkatan basis perpajakan, maupun penggunaan teknologi informasi.
“Kami sudah menerapkan pelaporan pajak dalam format elektronik, seperti e-registration, e-filling, dan e-SPT bagi individu ataupun badan usaha. Upaya ini telah berdampak signifikan untuk mengurangi cost of compliance, proses hitung-bayar-lapor menjadi lebih jelas dan transparan, akurasi pelaporan, dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak,” kata Nufransa dalam webinar tentang transformasi digital di bidang perpajakan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, ada dua wujud kepatuhan pajak yakni kepatuhan pajak secara formal dan material. Kepatuhan pajak secara formal adalah dari WP itu sendiri ketika menyampaikan kewajiban perpajakannya seperti penyampaian SPT Tahunan, SPT Masa dan pelaporan. Sedangkan kepatuhan material adalah yang menyangkut kebenaran isi laporan yang diberikan, seperti kebenaran isi SPT, penghitungan pajak dan penghitungan omzet.
Penghitungan dan akurasi data akan sangat sulit disampaikan dan diuji secara manual.Untuk itu, perlu data elektronik dan digital agar lebih mudah bagi WP dalam menghitung kewajiban perpajakannya maupun bagi DJP dalam melakukan pemeriksaan kebenaran data pelaporan.
“Ketika WP menyampaikan kewajibannya dengan penghitungan pajak secara digital dan on-line, terjadi efisiensi waktu, biaya, dan prosesnya lebih mudah karena bisa dilakukan dari rumah, kantor, atau dari mana saja dan kapan saja, sehingga menjadi win-win solution bagi WP dan DJP,” paparnya.
Dalam meningkatkan tax compliance melalui digitalisasi pajak, DJP telah menerapkan berbagai bentuk penyampaian kewajiban perpajakan dengan format elektronik atau digital, mulai dari pendaftaran WP secara e-registration sehingga memudahkan WP untuk melakukan pendaftaran secara daring melalui situs www.pajak.go.id.
Begitu juga dengan penyampaian SPT Tahunan yang bisa dilakukan secara daring melalui e-filling setahun sekali maupun juga bagi perusahaan yang dapat menyampaikan e-filling untuk e-SPT Masa.
“Data yang kami peroleh juga dapat diterima secara digital dan real time, sehingga dapat dilakukan proses penghitungan di desk office DJP. Dengan demikian, DJP juga dapat melakukannya secara cepat dan tidak lagi secara manual,” imbuhnya.
Dengan terciptanya efisiensi dari segi waktu, biaya, dan sumber daya manusia melalui kegiatan administrasi yang dilakukan secara digital, jelasnya, DJP dapat merealokasi pegawainya untuk kegiatan lain seperti bidang pengawasan dan penegakan hukum.
Kolaborasi dengan pihak ketiga
Nufransa mengatakan, DJP berupaya meningkatkan pelayanan elektronik atau digitalisasi perpajakan melalui kolaborasi dengan pihak ketiga untuk memberikan kemudahan proses dan akses informasi bagi WP. Kolaborasi ini memperbanyak saluran komunikasi yang dapat digunakan WP dalam menyampaikan kewajiban mereka, bukan hanya lewat situs pajak.go.id tetapi juga lewat jasa aplikasi penyampaian laporan perpajakan.
“Meningkatnya tax compliance tentu tak lepas dari upaya DJP dalam memberikan edukasi dalam menyebarluaskan informasi kemudahan pelaporan pajak secara digital kepada seluruh Wajib Pajak dan peran serta pihak ketiga dalam membangun kolaborasi dengan DJP,” ungkapnya.
Ia menggambarkan, jika seperlima dari sekitar 45 juta WP di Indonesia aktif melakukan transaksi per hari, maka ada miliaran data yang dikelola DJP. Data yang tidak terstruktur itu sebelumnya tidak dapat dioptimalkan dalam mendukung proses bisnis. Kini, dengan dukungan teknologi informasi, data dapat diolah secara terstruktur, dan menjadi basis data yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.
Nufransa meyakini, upaya DJP dalam mewujudkan data driven organization dapat berlaku pada seluruh unit kerja di Kemenkeu. Dengan demikian, pengelolaan kebijakan fiskal dapat dilakukan secara komprehensif dengan basis dukungan data yang kuat.
You must be logged in to post a comment Login