Perlahan tetapi pasti ekosistem halal Indonesia akan mengambil porsi besar dalam ekonomi syariah dunia.
Majalahpajak.net – Indonesia semakin optimistis mampu membangun ekosistem halal yang baik, seiring semakin meningkatnya kebutuhan terhadap industri halal. Target demi target yang tercapai dalam rencana induk ekonomi dan keuangan syariah, membuktikan Indonesia perlahan tetapi pasti merengkuh visinya sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah dan industri halal dunia.
Sejalan dengan itu, pemerintah terus menyerukan sinergi kepada semua pemangku kepentingan dalam ekosistem halal, agar Indonesia tetap sesuai jalur dalam menempuh cita-citanya. Ekosistem halal di Indonesia diyakini memiliki potensi yang sangat kuat, menjadi salah satu mesin penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, jika dibarengi dengan program yang jelas dan tepat sasaran, juga tindakan nyata.
Mengutip buku Ekosistem Industri Halal yang diterbitkan Bank Indonesia, ekosistem halal merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan, antara satu aktivitas produksi halal dengan aktivitas produksi halal lainnya yang membentuk lingkungan halal.
Ekosistem halal bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh, antara segenap unsur yang mendukung dalam produksi halal atau merupakan mata rantai aktivitas produksi halal yang saling berhubungan dalam suatu lingkungan yang saling memengaruhi. Mencakup, produksi barang dan jasa, termasuk infrastuktur, pemerintah, dan masyarakat.
State of the Global Islamic Economy Report (SGIER) 2022 mengungkap kalau sebanyak 1,9 miliar muslim dunia di tahun 2021 membelanjakan sekitar 2 triliun dollar AS atau setara dengan Rp 29,33 kuadriliun untuk makanan, farmasi, kosmetik, mode, perjalanan, dan pariwisata. Dengan peredaran nilai fantastis tersebut, Indonesia berpeluang merebut porsi market share yang besar.
Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) Ma’ruf Amin menyampaikan, Indonesia perlu turut serta, fastabiqul khairat—berlomba-lomba dalam kebaikan—melalui peningkatan kualitas dan produktivitas industri halal, agar produk-produk nasional memiliki daya saing dan diminati tidak hanya oleh konsumen domestik, tetapi juga oleh masyarakat global.
Mengingat, Indonesia adalah negara dengan populasi penganut Islam terbesar di muka bumi—dari jumlah 270 juta penduduk, sekitar 85 persennya Muslim—yang bisa menjadi pasar terbesar untuk produk dan layanan halal.
Di sektor jasa keuangan, Kementerian Keuangan RI mencatat total aset keuangan syariah Indonesia pada akhir Desember 2021 mencapai 143,7 miliar dollar AS atau setara Rp 2.061,52 triliun (kurs Rp 14.346 per dollar AS). Capaian itu telah mengalami pertumbuhan positif sebesar 13,82 persen. Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertumbuhan aset dan pangsa pasar keuangan syariah ini menunjukkan potensi yang sangat kuat di sektor keuangan berbasis syariah dan juga selaras dengan implementasi Environment, Social, and Governance (ESG).
“Kami percaya bahwa kesesuaian nilai dan prinsip Islam dengan prinsip ESG akan memberikan lahan subur bagi pengembangan investasi yang berbasis dan konsisten dengan ESG, tetapi juga sesuai dengan nilai Islam,” ucapnya.
Salah satu ekosistem halal sektor industri jasa keuangan yang turut mendapat berkat dari berkembangnya ekosistem industri halal adalah BCA Syariah. Per Desember 2021, Aset BCA Syariah tumbuh 9,5 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp 10,6 triliun. Peningkatan ini antara lain didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) baik dari tabungan, giro dan deposito, yang mencapai Rp 7,7 triliun, meningkat 12,1 persen dibandingkan DPK di Desember 2020.
Presiden Direktur BCA Syariah Yuli Melati Suryaningrum mengungkapkan, salah satu strategi untuk mengembangkan perbankan syariah di tanah air yakni memperkuat ekosistem yang telah ada pada BCA konvensional. Menurut Yuli, sebagian orang memilih bank syariah lantaran faktor belief (keyakinan), tetapi sebagian besar orang berpikir secara rasional, yaitu memilih bank syariah berdasarkan manfaat dan keunggulan yang ditawarkan bank.
“Di titik itulah perbankan syariah harus bersaing dengan bank syariah lain, bahkan dengan bank konvensional,” ungkapnya.
Yuli juga mengajak industri perbankan syariah memasifkan literasi perbankan syariah, lantaran tingkatnya secara nasional masih terbilang rendah sekitar 9–11 persen. Artinya, dari setiap 100 orang, hanya 9 orang yang tahu tentang syariah.
Padahal, ia menilai perbankan syariah memiliki berbagai keunggulan di antaranya selaras dengan maqashid syariah atau tujuan-tujuan syariat Islam, yaitu memelihara agama, jiwa, pikiran, keturunan, dan harta. Maqashid syariah juga koheren dengan konsep ESG yang dirumuskan pemerintah.
Ia juga mengapresiasi langkah pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan yang turut melakukan kegiatan literasi. Apalagi, kini telah berdiri bank syariah yang besar, yakni Bank Syariah Indonesia (BSI). “BSI itu fungsinya sebagai lokomotif dan sebagai literasi juga. Coba enggak ada yang besar, orang enggak akan sadar tentang perbankan syariah,” kata Yuli.
You must be logged in to post a comment Login