Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, aturan pembatasan jenis dan jumlah barang-barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari luar negeri sudah tidak berlaku lagi.
Hal tersebut sebagaimana keputusan rapat terbatas (Ratas) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dan diikuti Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan. Ratas tersebut membahas implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Permendag 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dinyatakan dicabut dan terkait pengaturan kebijakan impor dikembalikan ke Permendag Nomor 25. Sehingga, yang kedua, tidak lagi berlaku pembatasan atas jenis dan barang milik PMI,” ungkapnya di Command Center BP2MI, Jakarta Selatan, dikutip Rabu (17/04).
Ia menambahkan, peraturan yang sebelumnya mengatur pembatasan barang-barang yang dikirimkan oleh tenaga kerja Indonesia dari negara-negara penempatan kini kembali berlaku ke aturan sebelumnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, rapat juga memutuskan bahwa pembatasan hanya berlaku untuk nilai atau nominal bea masuk barang, yaitu terkait keringanan pajak atau relaksasi sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 tahun 2023, yaitu tentang ketentuan impor barang milik Pekerja Migran Indonesia.
“Yang dalam peraturan tersebut, PMI atau barang pekerja migran diberikan relaksasi pajak 1.500 dollar AS dalam 1 tahun. Bisa dibagi dalam tiga kali kiriman, atau satu atau dua kali kiriman. Kelebihan atas barang milik PMI, jika PMI mengirim barang, tidak lagi ada pembatasan jumlah dan jenisnya. Jadi sepatu tidak lagi dibatasi misal dua, mau kirim sebanyak-banyaknya itu diserahkan kepada PMI. Pakaian tidak lagi dibatasi 15 pieces, sebanyak-banyaknya PMI,” imbuhnya.
Hal ini karena pembatasan hanya berlaku untuk nominal pajak yaitu 1.500 dollar AS, atau 500 dollar AS dalam satu kali pengiriman. Oleh karena itu, kelebihan barang kiriman pekerja migran tidak dikembalikan ke negara dimana Pekerja Migran Indonesia bekerja, dan tidak dimusnahkan. Tapi barang tersebut masuk dalam kategori umum, yang tentu sebagai kelebihan dari relaksasi pajak, dan harus membayar bea masuk.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BP2MI menyebutkan tarif bea masuk kelebihan barang milik Pekerja Migran Indonesia, dan membandingkannya dengan kategori umum.
“Tarif umum kelebihan barang dengan bea, kalau yang lain dibebaskan pajaknya, kelebihannya karena sudah tidak dibatasi, tidak dilarang lagi, masuk kategori umum itu berapa pembayaran bea masuknya? Selama ini yang berlaku umum adalah 7,5 persen dari harga barang. Khusus untuk PMI, kalau umum kan 7,5 persen kelebihan barang harus dia bayar bea masuk atau pajaknya. Usulan Pak Menko Perekonomian di state langsung dalam rapat tersebut, diberikan keringanan kembali sebesar 5 persen khusus barang PMI. Umum tetap 7,5 persen,” jelas Benny.
Adapun BP2MI mengusulkan, relaksasi sebesar 1.500 persen tidak cukup, dan BP2MI melihat best practice dari Filipina.
“Bahkan tadi saya menggunakan bahasa, kenapa kita tidak mau jujur, dan kenapa kita tidak mau melihat Filipina. Filipina itu negara kecil, tapi bagaimana Filipina sebagai negara menghormati pekerja migran memberikan relaksasi pajaknya itu 2.800 dollar AS. Kita ini negara besar, jauh lebih besar, kita hanya memberi 1.500 dollar AS,” paparnya.
Selain itu, Benny mengatakan bahwa BP2MI akan menindaklanjuti surat kembali dengan Presiden, untuk meminta Peraturan Menteri Keuangan No. 141 Tahun 2023 direvisi nominalnya bukan 1.500 dollar AS, namun penerapan di Filipina akan dijadikan role model, yakni 2.800 dollar AS atau minimal 2.500 dollar AS.
You must be logged in to post a comment Login