Untuk mempercepat pemulihan ekonomi, CITA menilai, derasnya arus belanja negara menjadi kunci. Di sisi penerimaan pajak, pola perubahan konsumsi masyarakat setelah pandemi diharapkan menjadi titik awal perbaikan kinerja berbagai sektor penerimaan pajak yang selama ini terhambat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengumumkan realisasi APBN 2020 Semester 1. Kementerian Keuangan mencatat, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada semester I tahun ini mencapai Rp 257,8 triliun—setara 1,57 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Melebarnya defisit tak lain karena konsentrasi alokasi lebih banyak untuk penanganan wabah Covid-19.
Menyikapi realisasi APBN itu, Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) memandang, tahun 2020 memang menjadi tahun yang amat pelik bagi kinerja APBN. Pandemi Covid-19 yang datang di awal tahun telah menjadi faktor terbesar dalam memengaruhi seluruh aspek kehidupan. Bermula dari masalah kesehatan, menjadi masalah sosial, ekonomi, dan keuangan di seluruh dunia. Ketidakpastian yang tinggi hingga bayang-bayang resesi menghampiri ekonomi dunia.
“Ekonomi kita kuartal I sedikit beruntung karena masih tumbuh positif sebesar 2,97 persen di saat banyak negara tumbuh negatif. Namun itu hanya permulaan, penentuan sesungguhnya terjadi pada kuartal II. Pemerintah mengestimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2020 akan merosot, yakni -4,3 persen (yoy),” tutur Researcher CITA Dwinda Rahman, Selasa (21/7/2020).
Berbagai kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah di tengah pandemi memang mudah. Kebijakan seperti pembatasan sosial sekala besar (PSBB), dan memindahkan aktivitas kantor, belajar, dan beribadah di rumah membuat sebagian besar aktivitas ekonomi tak bergerak. Namun, CITA berharap, pada kuartal kedua ini ekonomi Indonesia tidak akan mengalami hal serupa yang terjadi pada Singapura. Seperti diketahui, ekonomi Singapura jatuh sangat dalam hingga negatif 12,6 persen (yoy), jauh meleset dari perkiraan banyak pihak.
“Penurunan kinerja ekonomi kita terlihat dari realisasi APBN 2020 Semester 1. Pendapatan negara sebesar Rp811,2 T (47,7 persen) dari target APBN Perpres 72/2020 atau tumbuh negatif 9,8 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu (yoy),” kata Dwinda. Hal ini menurut CITA, disebabkan penerimaan pajak yang selama ini menjadi penyumbang terbesar turun di semester I-2020 hingga 12 persen (yoy), sedangkan PNBP (pendapatan negara bukan pajak) turun 11,8 persen (yoy). “Namun kita patut syukuri, penerimaan bea dan cukai masih dapat tumbuh positif 8,8 persen.”
CITA juga memandang, pada saat pandemi seperti ini, belanja negara yang deras menjadi kunci untuk memulihkan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat. Di semester I-2020 terlihat realisasi belanja negara meningkat 3,3 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Bahkan, belanja pemerintah pusat tumbuh 6 persen (yoy).
“Hal ini menandakan pemerintah bekerja lebih keras dan cepat dari biasanya. Pada kuartal III belanja perlu lebih cepat dan tepat. Defisit juga lebih tinggi dari tahun lalu dari 0,85 persen menjadi 1,57 persen. Hal ini tidak mengherankan karena memang butuh ruang untuk mencari pembiayaan.”
Selain itu, saat ini penerimaan dari pajak menjadi tantangan terjal akibat perlambatan kegiatan ekonomi efek Covid-19. Realisasi pajak semester I-2020 sebesar Rp531,7 T (44 persen dari Perpres 72/2020) atau terkontraksi 12 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hampir seluruh jenis pajak utama mengalami kontraksi. PPh Nonmigas turun 10,1 persen, PPn dan PPnBM turun 10,7 persen, PBB, dan pajak lainnya turun 18,89 persen, serta yang lebih tajam penurunannya adalah PPh Migas 40,1 persen. Kontraksi penerimaan pajak tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang melemah tetapi juga karena pemberian insentif pajak dalam rangka penanganan dampak Covid-19 yang diberikan kepada masyarakat maupun dunia usaha.
Dari sisi sektoral, penerimaan pajak semua sektor mengalami tekanan. Namun, CITA mencatat, tekanan pada Juni masih lebih baik jika dibandingkan dengan Mei. Bahkan, sektor transportasi dan pergudangan justru tumbuh positif di Juni 2020 yakni 9,3 persen jika dibandingkan dengan Mei.
“Hal ini menunjukkan pola perubahan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya masa PSBB. Harapan kami, hal ini dapat menjadi titik awal perbaikan kinerja berbagai sektor penerimaan yang selama ini terhambat karena adanya kebijakan PSBB.”
Lebih lanjut, Penerimaan bea dan cukai yang tumbuh positif disokong oleh cukai sebesar 13 persen. Namun demikian, ke depan, Indonesia tidak bisa menjadikan cukai tumpuan penerimaan mengingat, pendapatan yang tinggi itu berasal dari relaksasi pelunasan pita cukai pada Desember 2019. Sementara itu, penerimaan cukai Juni sudah mulai menunjukkan perlambatan dibandingkan Mei karena turunnya hasil tembakau.
Realistis
Meski pemerintah perlu terus berjuang keras untuk menutupi pengeluaran yang besar dan insentif masif yang digelontorkan pemerintah kepada masyarakat, UMKM, dan dunia usaha, CITA berpendapat, dalam kondisi seperti ini, target pajak tinggi bukanlah strategi yang tepat diterapkan saat ini. Sebaliknya, menurut CITA, belanja pajaklah yang menjadi bukti bahwa negara benar-benar hadir pada lapisan bawah dan paling membutuhkan.
“Jika belanja pajak dirasakan nyata oleh masyarakat maka ketika aktivitas ekonomi telah pulih, maka rakyat akan suka rela membayar pajak. Oleh karena itu, implementasi belanja secara gesit dan benar menjadi petaruhan tahun 2020.
Pemerintah telah menerbitkan PMK-86/2020 sebagai pengganti PMK-44/2020, yang memperpanjang dan memperluas klasifikasi lapangan usaha (KLU) atas relaksasi pajak. CITA berharap, gelontorkan fasilitas perpajakan ini dapat direalisasikan dengan tepat, sehingga dapat mendorong optimalisasi kinerja pelaku usaha.
Ke depan, pemerintah juga diharapkan terus berbenah dan mengevaluasi kebijakan insentif yang telah dijalankan.
“Kebijakan yang sudah ada perlu disempurnakan agar lebih menjawab kebutuhan dari pelaku usaha, seperti penyesuaian tarif pajak final, simplifikasi administrasi perpajakan yang terkait hak Wajib Pajak, dan peningkatan kepastian dalam pemeriksaan dan sengketa pajak.
You must be logged in to post a comment Login