Connect with us

Recollection

Dengarkan Laguku, Dendang Kepatuhan

Majalah Pajak

Published

on

Foto : Majalah Pajak

Lagu dangdut koplo gubahannya sempat viral di media sosial. Tema liriknya memang tentang pajak karena lewat lagu ia ingin lebih mudah mengenalkan pajak kepada masyarakat.

Sudah punya tapi belum, sekaranglah waktunya.

Sudah punya tapi belum, laporkan pajaknya.

Sudah punya NPWP, jangan lupa lapor pajaknya.

Sudah punya NPWP, Pakai e-filing aja.

Lapor pajak joss, Hey ho!

Begitulah larik syair lagu dangdut koplo berjudul “Sudah Punya Tapi Belum” yang telah diunggah di akun resmi media sosial Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pada Jumat (28/2). Lagu ini merupakan aransemen dari tembang “Lapor Pajak Heyho” karya Pelaksana Sekretariat Direktorat Jenderal Febri Noviardi, yang viral pada tahun lalu.

Kira-kira liriknya begini: “Lapor Pajak, Hey Ho. Bisa di mana saja. Lapor pajak, hey ho. Pakai e-filing aja.” Bedanya, lagu “Lapor Pajak Hey Ho genre musiknya adalah dangdut, sedangkan lagu “Sudah Punya Tapi Belum” berjenis musik koplo atau subaliran musik dangdut dengan ciri khas irama yang cepat dari gendangnya.

Sang komponis, Febri, piawai mengawinkan lirik yang mudah diingat dan nada yang sedap untuk bergoyang. Bahkan lagu “Hey Ho Lapor Pajak” punya “goyang hey ho” yang populer pada acara sosialisasi e-filing Spectaxcular 2019. Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga seluruh yang hadir di acara itu turut berdendang.

“Saya mendukung sekali kegiatan untuk lebih memasyarakatkan e-filing. Saya berkesempatan mengikuti #GoyangHeyHo sembari mengikuti irama dari lagu Lapor Pajak Heyho. Baik lagu maupun goyang ini semuanya dibuat oleh pegawai-pegawai @ditjenpajakri @kemenkeuri,” demikian tulis Sri Mulyani lewat Instagramnya.

Ditantang

Febri tak mengira lagu dangdut perdananya dapat mudah diterima khalayak. Semua bermula saat Febri bertugas sebagai Pelaksana Subdirektorat Humas Perpajakan Direktorat P2Humas DJP tahun 2018. Ketika itu, Kepala Subdirektorat Humas Perpajakan Direktorat P2Humas DJP, Ani Natalia, memintanya membuat lagu dangdut untuk sosialisasi penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) melalui e-filing.

Tantangan itu bukan tanpa sebab. Musikalitas Febri sebenarnya sudah terbukti melalui lagu-lagu ciptaannya terdahulu, seperti “Amnesti Pajak”, “Reformasi Perpajakan”, “UMKM”, dan sebagainya. Semua lagu itu bergenre pop. Febri juga sudah dikenal sebagai pegawai yang memiliki suara ciamik.

“Saya ditantang bikin lagu dangdut. Karena enggak tahu harus ngapain, seminggu full, setiap hari saya dengerin lagu Bang Rhoma Irama—saya dengerin di kantor, di toilet, di rumah. Sampai diprotes orang rumah,” kenang Febri mengawali perbincangan dengan Majalah Pajak di Kopi Kita, Gedung B, Kantor Pusat DJP, pada Kamis Sore (13/2).

Menurut Febri, pemilihan referensi ini dikarenakan lagu ciptaan raja dangdut itu mudah diterima oleh seluruh kalangan. Terlebih, lagu gubahan Rhoma Irama juga syarat makna atau nasihat. Sebut saja, “Judi”, “Begadang”, “Darah Muda”, dan masih banyak lagi.

“Saya dengarkan lagu (Rhoma Irama) selama seminggu, memang harus ada atmosfernya dulu. Satu minggu kemudian nemu notasi dengan cara humming (senandung) ‘na-na-na, na-na-na’. Biasanya lagu pop saya pakai gitar,” kisahnya.

Setelah nada disetujui oleh P2Humas DJP, Febri melanjutkan proses penulisan lirik. Penggemar Raisa ini berusaha memilih diksi yang simpel dan repitisi agar mudah diingat pendengar. Proses penulisan lirik pun membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu.

“Setelah jadi, seperti ada yang kurang. Enggak sengaja nemu ‘Hey Ho’ sebagai gimmick aja. Eh, malah itu yang bikin seru,” syukur pria berkacamata ini.

Awal tahun 2020, Febri kembali menerima tantangan mengaransemen lagu dangdut “Lapor Pajak Hey Ho” menjadi lagu dangdut koplo. Kali ini Febri mengambil inspirasi dari lagu karya Didi Kempot. Ia bersyukur, proses pembuatan lagu koplo tahun ini hanya memakan waktu sekitar tiga hari. Lagu ini kemudian berganti judul menjadi “Sudah Punya Tapi Belum”.

“Kenapa saya enggak mau bikin baru karena masyarakat biar enggak bingung. Nanti takut terlalu banyak lagu e-filing jadi enggak nempel. Prosesnya sebentar—ganti sedikit lirik dan ubah aransemen. Pemilihan koplo, mungkin karena sedang booming,“ ungkapnya. Lagu Febri itu diputuskan berganti judul menjadi “Sudah Punya Tapi Belum”.

Sebelumnya, ia juga sudah menelurkan lagu bergenre pop berjudul “Sadar Pajak”. Proses pencarian notasi terbilang lancar. Seminggu kelar. Terlebih dalam penulisan lirik, Febri dibantu oleh Kepala Subdirektorat Penyuluhan Pajak P2Humas DJP Aan Almaidah Anwar.

“Sadar pajak, ayo kita tanamkan dari sekarang demi masa depan. Sadar pajak, untuk kejayaan untuk kita dan Indonesia. Sadar pajak dalam pendidikan,” demikian lirik refrain lagu itu.

Menurut Febri, lirik pada penutup lagu “Sadar Pajak” merupakan sumbangsih ide dari Aan Almaidah Anwar. “Cinta ada dalam doa, tanggung jawab dalam rasa, pajak ada dalam jiwa.”

“Lagu ‘Sadar Pajak’ adalah kolaborasi antara saya dan Ibu Aan. Karena lagu pop—jenis musik saya banget, saya enggak menemui kesulitan. Herannya, setiap ada tantangan membuat lagu dari kantor, saya kerjakan dengan lancar, kalau buat istri atau anak enggak bisa-bisa,” seloroh pengagum Fiersa Besari ini.

Febri mengaku tidak memiliki ritual tertentu dalam proses pembuatan lagu. Harus sembari minum kopi atau teh, misalnya. Ia hanya memanfaatkan waktu istirahat kantor maupun waktu senggang di rumah. Febri juga tidak mematok waktu khusus dalam menemukan inspirasi. “Istilahnya deadline pasti kelar, tapi bukan ngasal. Saya bersyukur setiap saya kirim (lagunya), tidak ada revisi,” kata Febri.

Gang H. Lihan

Talenta bermusik Febri lahir dari Gang H. Lihan, kawasan Jakarta Timur. Di gang depan perumahannya itu ia sering berkumpul untuk nyanyi bersama. Lagu langganan mereka adalah karya Wayang Band, seperti “Dongeng”, “Dimensi”, “Bayang”. Febri dan kawannya yang baru duduk di bangku kelas lima sekolah dasar (SD), sama-sama bermimpi menjadi pemain drum cilik Wayang Band bernama Gilang Ariestya.

“Berawal dari nyanyi-nyanyi di gang, kita patungan sewa studio musik. Semua anak gantian mau main drum. Kita sih membayangkan jadi si Gilang,” kenangnya tertawa.

Pulang ke rumah, pria kelahiran 23 November 1988 ini meminta orangtua untuk mengikuti les drum. Bapaknya, Taharuddin pun menyetujui. Lulus SD, ia justru lebih tertarik mempelajari gitar. Alasannya, harga gitar jauh lebih murah ketimbang drum. Berbekal gitar baru dari kakaknya dan music book selection (MBS), Febri mempelajari kunci gitar nyaris setiap hari.

“Pokoknya satu minggu harus menguasai satu lagu,” tekadnya kala itu.

Masuk sekolah menengah atas (SMA), Febri mulai mempelajari bas, kibor, hingga piano. Di masa ini Febri sudah mencoba membuat lagu bergenre pop. Inspirasi lagu tentu dari pengalaman percintaannya.

Menjelang lulus, ia berniat mempersembahkan lagu ciptaannya sendiri untuk ayahnya. Judulnya, “Beautiful Eyes”. Febri ingin menunjukkan bahwa ia telah mampu memainkan seluruh alat musik sendiri. Ia masih ingat liriknya, “Only a wish remains, waiting our sight to meet. Until that time comes, let my eyes looking for nothing.”

“Ceritanya mau pamer ke Bapak, ini loh perjuangan saya belajar alat musik dari kecil. Saya bisa main gitar, bas, drum—satu per satu direkam. Tapi vokalnya bukan saya, ada teman namanya Gilang,” kata bungsu dari empat bersaudara ini.

Setelah lagu jadi, Febri memberikan hasil karyanya kepada bapak dan ibunya, Illiyanti berbentuk cakram padat atau compact disc (CD). Mereka mendengarkan lagu itu bersama di ruang keluarga.

“Saya enggak peduli kamu bisa main berapa instrumen, menurut saya kamu tidak akan dianggap orang kalau kamu enggak jadi penyanyi,” kata Febri menirukan penuturan ayahnya kala itu.

Febri tertantang. Ia kemudian bertekad untuk belajar teknik menyanyi. “Wah, panas dong saya. Saya ditantang lagi nih. Dari situ saya belajar teknik pernapasan, teknik menyanyi dari YouTube sendiri. Setiap nongkrong sama teman saya nyanyi. Walaupun dicaci maki tetap PD (percaya diri),” kenangnya.

Jadi penyanyi

Saat menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Febri berjumpa dengan Oskar Mahendra sekitar tahun 2010. Kebetulan, Oskar juga hobi menyanyi maupun memainkan alat musik. Hingga akhirnya ia dan Oskar mencoba menyanyikan ulang lagu-lagu pop sekaligus mengunggahnya di YouTube.

Sekitar tahun 2011 nama Febri dan Oskar viral di media sosial. Waktu itu, lagu yang mereka nyanyikan berjudul “Risalah Hati” Dewa ditonton oleh ratusan ribu orang. Keduanya pun dibanjiri tawaran nyanyi di pelbagai acara sekolah maupun perusahaan. Kala itu, bayaran sekali manggung mencapai sekitar Rp 10 juta. Febri pun kian mantap menekuni industri tarik suara ini. Di tahun 2013, label musik ternama menggaetnya untuk membentuk duo bernama Boom 13 serta meluncurkan single berjudul “Jalan-Jalan Lagi”.

“Bapak enggak bilang apa-apa ternyata sekarang saya bisa nyanyi, mungkin gengsi. Bapak bisa melihat secinta itu saya sama musik, sejak kecil belajar musik, tapi Bapak enggak setuju kalau musik jadi sumber pendapatan. Saya minta waktu satu tahun lagi untuk membuktikan,” kata Febri.

Sembari menyelesaikan kuliah, Boom 13 tetap manggung. Kalaupun tidak ada tawaran nyanyi, Febri beberapa kali bekerja paruh waktu sebagai music director di salah satu TV swasta ternama di tanah air. Pendapatan yang tidak menentu membuatnya semakin waswas. Hingga akhirnya sekitar tahun 2014 ia memutuskan untuk mengikuti tes dan diterima sebagai pegawai DJP.

“Walaupun karier di dunia musik belum maksimal, tapi akhirnya tersalurkan dan bermanfaat untuk instansi. Tidak ada usaha yang sia-sia, di sini saya bisa membuat lagu dengan tema perpajakan. Lewat lagu saya berharap masyarakat semakin sadar pajak,” syukur Febri.-Aprilia Hariani

Recollection

Titik Balik Meraih Visi

Novita Hifni

Published

on

Foto: Riva Fazry

Ia sikapi dengan sabar kecaman publik terhadap institusi tempatnya mengabdi seraya fokus menebar “customer experience” yang baik kepada WP.

 

Ia sikapi dengan sabar kecaman publik terhadap institusi tempatnya mengabdi seraya fokus menebar “customer experience” yang baik kepada WP.

Menurut Ary, sapaan akrabnya, upaya mengubah peradaban selalu memerlukan generasi muda yang memiliki pemahaman pajak dari sisi ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Maka, harus ada upaya untuk menyiapkan mereka. Dan, menyiapkan generasi adalah sebuah langkah panjang yang harus dilakukan dan tidak boleh terlambat.

Sebagai pegawai pajak, ia ingin mendukung DJP mewujudkan kepatuhan sukarela melalui edukasi dan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak, masyarakat dan pemangku kepentingan melalui customer experience di semua lini.

Pegawai pajak yang sempat aktif sebagai anggota Dewan Kesejahteraan Masjid Salahuddin Kantor Pusat DJP periode 2011– 2018 ini mulai bekerja di DJP sejak 1992. Kala itu, Ary ditempatkan di Seksi Pendataan dan Penilaian, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) Langsa, Aceh. Tugas pertamanya adalah membantu kegiatan pendataan objek PBB serta melakukan penilaian objek pajak perkebunan.

“Pekerjaan pendataan pertama kali di lokasi tambak itu penuh tantangan karena cuacanya yang panas terik dan jauh dari tempat makan,” kata Ary, mengenang tugas pertamanya sebagai pegawai pajak.

Saat itu, ia harus melakukan pendataan di daerah tambak yang amat luas dan kerap dilanda pasang-surut air laut, dengan cuaca yang tidak bersahabat, plus lokasinya yang terpencil.

Ary termotivasi bekerja di DJP setelah mengikuti pendidikan kedinasan di Kementerian Keuangan dan terpilih sebagai mahasiswa yang melaksanakan pembelajaran di Malang. Belakangan ia baru mengetahui bahwa pendidikan tersebut merupakan kerja sama antara Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan (BPLK) Kementerian Keuangan RI dan Institut Teknologi Mara Malaysia.

“Pendidikan di Malang itu untuk membentuk tenaga-tenaga penilai yang saat itu masih tergolong profesi baru di Indonesia dan sumber daya manusianya masih terbatas,” jelas Ary.

Setelah menamatkan kuliah di BPLK spesialisasi PBB-Penilai pada 1994, ia memperoleh beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang S1 Jurusan Manajemen Ekonomi Konsentrasi Penilaian di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta tahun 2000. Kemudian, pada 2006, ia menyelesaikan S2 Bidang Teknik Geomatika di Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM.

Baca Juga: Sederhanakan Tata Kelola Keuangan Negara, Kemenkeu Susun PMK Pengelolaan Anggaran

Meniti karier

Enam tahun setelah mengawali kariernya, Ary diangkat sebagai pejabat fungsional Penilai PBB. Dan, berikutnya, sejak 2007, ia mulai menjabat sebagai kepala seksi—mulai dari Kepala Seksi Pendataan dan Penilaian, Kepala Seksi Pelayanan, Kepala Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kepala Seksi Dukungan Penyuluhan, Kepala Seksi Ekstensifikasi, Kepala Seksi Pengawasan II, hingga kini menjadi Kepala Seksi Bimbingan Pelayanan dan Konsultasi Perpajakan di Kanwil DJP Kepulauan Riau.

Ia bertugas memberi bimbingan dan memantau pelaksanaan kebijakan teknis pelayanan dan konsultasi pajak, melakukan penyeragaman penafsiran ketentuan perpajakan, dan mengelola pengaduan Wajib Pajak mengenai pelayanan dan teknis perpajakan. Tugas lain yang tak kalah penting adalah melaksanakan pelayanan yang menjadi wewenang Kantor Wilayah DJP.

Bersama timnya, ia menjalin komunikasi dan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan agar program dan kegiatan DJP dapat terlaksana dengan baik. Ia menuturkan, pengalaman dalam membangun kolaborasi selama bertugas di Direktorat Penyuluhan dan Pelayanan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kantor Pusat DJP, merupakan pelajaran yang amat berharga. Saat itu, pelaksanaan Program Inklusi Kesadaran Pajak yang diinisiasi beberapa tahun sebelumnya, sudah memasuki tahap awal pelaksanaan.

Keberhasilan program tersebut, terangnya, memerlukan dukungan dari pihak eksternal yang bergerak di bidang pendidikan. Dukungan eksternal itu, yakni dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Universitas Terbuka.

Melalui upaya yang konsisten dan menyeluruh, institusinya berhasil membangun kerja sama dengan empat kementerian, satu lembaga negara, dan satu universitas penyelenggara pendidikan jarak jauh terbesar di Indonesia.

Di balik suksesnya kerja sama ini, setidaknya dua kejadian yang membekas di memori Ary. Pertama, saat pertama kali berhubungan dengan direktorat yang menangani pendidikan tinggi di Kemenristekdikti. Melalui berbagai pendekatan, ia dan tim akhirnya berhasil bertemu dengan Paristiyanti Nurwardani, Direktur Pembelajaran, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Setelah menjelaskan latar belakang dan tujuan dengan singkat, ia bertanya terkait pelaksanaan kerja sama.

“Di luar dugaan, beliau memberikan jawaban terkait seberapa cepat DJP bisa merealisasikan kerja sama ini. Pertemuan yang dijadwalkan hanya sepuluh menit akhirnya berlangsung hampir satu jam,” ungkapnya.

Pengalaman berkesan lainnya adalah saat DJP akan melaksanakan penandatanganan perpanjangan nota kesepakatan (memorandum of understanding/MoU) dan MoU baru. Kesepakatan itu melibatkan Kemendikbud, Kemenristekdikti, Kemenag, Kemendagri, LIPI dan Universitas Terbuka. Ary menuturkan, kehadiran para pemimpin tertinggi baru terkonfirmasi beberapa jam menjelang Hari-H.

Baca Juga: Kemenkeu: Per Mei 2023, Penerimaan Pajak Capai Rp 830,29 Triliun

Sore hari menjelang Hari-H, ia bersama tim berkunjung ke Kemenristekdikti untuk mengonfirmasi kehadiran Menteri Ristekdikti dan mendapat jawaban bahwa sang menteri sudah ada jadwal kegiatan lain sehingga tidak bisa hadir. Mereka pergi dengan lemas. Namun, sebelum meninggalkan kantor Kemenristekdikti, ia dan tim mampir ke bagian humas dan bertemu dengan Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik, Kemenristekdikti, Nada Marsudi. Setelah mendengar cerita singkat mereka, kepala biro langsung menelepon ajudan Menteri Ristekdikti. Dengan nada emosi, kepala biro tersebut menyampaikan agar sekretariat pimpinan Menristekdikti memberikan prioritas perhatian kepada jajaran Kementerian Keuangan, sembari “mengancam” bahwa Kemenristekdikti bisa bermasalah dengan anggaran kegiatan pendidikan tinggi jika tidak bisa mengakomodasi kepentingan Kementerian Keuangan.

“Dalam hati saya salut dengan diplomasi Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik, Kemenristekdikti, Nada Marsudi. DJP harusnya mempunyai orang-orang seperti ini sebagai ambassador,” akunya.

Ary melihat pentingnya peran duta DJP semacam ini. Para duta ini harus memiliki pemahaman tugas-fungsi DJP dan Kemenkeu, sehingga bisa membantu sesuai tugas-fungsi masing-masing pemangku kepentingan. Selain pemahaman, imbuhnya, mereka juga perlu memberi customer experience yang baik sehingga dapat membangun loyalitas.

Ia bersyukur, Program Inklusi yang semula dirintis sejawatnya, yakni Sanityas Jukti Prawatyani, dan dilanjutkan oleh Aan Almaidah Anwar, sekarang kian matang dikelola Inge Diana Rismawanti bersama tim yang berkompeten di Direktorat P2Humas dan direktorat terkait lainnya.

Titik balik

Menghadapi tekanan publik terhadap institusi DJP yang marak belakangan ini setelah kasus penganiayaan oleh anak pejabat DJP dan hebohnya transaksi mencurigakan senilai Rp 300-an triliun, Ary memilih menyikapinya dengan sabar. Ia percaya, semua permasalahan sudah ditangani oleh aparat penegak hukum secara baik dan adil. Masih ada ribuan pegawai DJP yang mempunyai dedikasi tinggi kepada institusi DJP dan ini yang harus menjadi perhatian utama. Ia berharap kasus ini menjadi masukan bagi DJP dan juga semua pihak untuk melakukan perbaikan dalam berbagai bidang.

“Ini merupakan ujian bagi institusi dan personel DJP. Semoga hal ini menjadi titik balik kita sebagai institusi yang kredibel dan dipercaya oleh Wajib Pajak, masyarakat dan pemangku kepentingan,” ujarnya.

Ia bersama rekan-rekannya tetap tegar dan terus membangun kepercayaan diri dengan melaksanakan tugas pokok dalam pencapaian target penerimaan 2023 secara optimal. Peningkatan pelayanan terus ia lakukan untuk memberi customer experience yang baik kepada WP maupun pemangku kepentingan lain, sekaligus mendukung program pembiayaan pembangunan. Ia yakin upaya ini akan membuahkan loyalitas yang tinggi dari WP dan masyarakat luas kepada institusi DJP.

“Customer experience dapat dilakukan di semua lini tugas dan fungsi DJP, mulai dari kehumasan dan kerja sama, edukasi, pelayanan, pengawasan, penegakan hukum, maupun hubungan dengan pihak ketiga melalui fungsi pendukung di bagian umum,” terang Ary.

Baca Juaga: Jokowi: Kawal Kualitas Belanja Keuangan Negara agar Tepat Sasaran

Continue Reading

Recollection

Berhumaslah dari Hati

Novita Hifni

Published

on

Foto: Riva Fazry

Kehidupan keras dan penuh disiplin sebagai anak tentara menempanya menjadi profesional kehumasan tangguh. Belum pensiun meski usia sudah 78 tahun.

 

Bekerjalah dari hati. Pesan bijak ini terucap dari seorang profesional di bidang kehumasan yang telah berkarier selama lebih dari 47 tahun. Keikhlasan menjalani tugas itu pula yang menggelorakan semangat Aminuddin Nurdin sehingga tampak seakan tak pernah lelah, tetap bugar, dan masih terus berkarya di usianya yang menginjak 78 tahun. Menurut Am, sapaan akrabnya, pubic relations harus memegang teguh kepercayaan yang diamanahkan, menjalin pergaulan yang luas, belajar multidisplin ilmu, kreatif, dan berusaha mencapai hasil terbaik.

“Seorang public relations yang bagus itu dekat dengan banyak kalangan dan harus bicara tepat waktu. Persahabatan yang luas sangat membantu kita dalam bekerja. Terbukti sampai umur 78 tahun saya masih diberi kepercayaan,” tutur Am kepada Majalah Pajak di ruang kerjanya, di Gedung The East, Mega Kuningan, Jakarta, Senin (13/03/2023).

Selesai meraih sarjana muda dari Universitas Padjajaran, Bandung tahun 1968, pria berdarah Minang ini melamar menjadi asisten dosen. Honor sebagai tenaga pengajar digunakannya untuk membantu ayah sehingga tak lagi membebani keluarga. Gelar sarjana berhasil diraihnya pada 1971 dan diberi kepercayaan menjadi sekretaris bidang akademis.

Am mengawali karier profesionalnya di bidang kehumasan pada 1975 ketika diterima di perusahaan Astra yang menempatkannya di Public Relations Section. Saat itu, manajemen Astra memperbolehkannya untuk tetap mengajar di setiap akhir pekan. Sementara pihak kampus juga memandang praktik kehumasan sebagai pengalaman yang penting untuk ditularkan ke mahasiswa. Jadilah dua pekerjaan dijalaninya sekaligus, sebagai Section Head External Relations Astra yang berkedudukan di Jakarta dan menjadi dosen di Bandung setiap akhir pekan.

Peristiwa Malari di tahun 1974 yang turut memengaruhi reputasi Astra menjadi tantangan pertama baginya. Saat itu bahan komunikasi seperti video dan slide show belum lazim digunakan. Am berinisiatif mengusulkannya ke perusahaan, agar masyarakat lebih mudah memahami Astra. Alhasil, kumpulan foto kegiatan perusahaan dan perekaman suara untuk melengkapi tampilan gambar benar-benar membantu komunikasinya kepada masyarakat. Seiring tanggung jawab dan kesibukan yang kian bertambah, ia makin fokus di Astra dan mulai 1984 tak lagi mengajar di kampus.

Baca Juga: Jadi Insinyur Mesin Kehumasan

“Saya bekerja di Astra selama 36 tahun sampai pensiun, lalu diperpanjang lagi 11 tahun. Setelah dari Astra, Triputra Group memanggil saya di bagian corporate communications mulai 2011 sampai sekarang,” paparnya.

Perannya ketika masih di Astra hingga saat ini di Triputra tak sebatas menjalin komunikasi dengan pihak luar. Am menekankan insan public relations (PR) harus bisa memahami dan masuk ke semua bidang untuk turut serta membantu ketika ada permasalahan. Maka, ia juga turut membantu bidang marketing yang terkait dengan penjualan produk, masalah keuangan dengan cara membantu lewat pasar modal, maupun menyelesaikan persoalan legal lewat komunikasi yang baik sehingga tak menjadi besar.

Dari posisi Section Head Public Relations Astra, ia menapaki kariernya yang terus meningkat sebagai manager, general manager, senior manager, lalu menjadi wakil corporate public affair dan dipromosikan lagi menjadi senior vice president serta dipindahkan ke lantai 6—satu lantai dengan jajaran direksi. Berbagai fasilitas yang disediakan perusahaan untuk level direksi seperti kendaraan operasional yang mewah juga turut dinikmatinya.

Pencapaian ini merupakan suatu kebanggaan yang menjadi bukti keberhasilannya dalam meningkatkan reputasi perusahaan sehingga Astra dikenal sebagai korporasi yang sangat memerhatikan konsumen dan peduli dengan permasalahan di masyarakat.

Anak komandan

Semasa kecil hingga kelas V sekolah dasar, Am sempat menjalani hidup yang serba berkecukupan sebagai anak dari seorang komandan tentara di Padang. Ketika terjadi pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, keluarganya harus pindah ke sebuah kampung di Bukittinggi. Semua fasilitas dan kenyamanan pun hilang. Untuk menghidupi keluarga, ibunya menjual barang-barang berharga yang masih tersisa.

Kehidupan yang semakin sulit akhirnya membuat ayahnya mengambil keputusan untuk memboyong keluarga pindah ke Bandung pada 1963. Untuk menafkahi keluarga, ayahnya membuka usaha bengkel di Jalan Cihampelas. Saat itu, anak ke-4 dari 10 bersaudara ini masih duduk di kelas II SMA dan menjalani kehidupan yang tidak mudah hingga menjadi mahasiswa Unpad. Pulang kuliah harus ditempuhnya dengan berjalan kaki sejauh 14 km dari Ciumbuleuit lantaran tak ada uang untuk bayar opelet. Selesai kuliah, ia langsung membantu ayahnya di bengkel.

Disiplin dalam menuntut ilmu benar-benar diterapkan oleh sang ayah. Jika ketahuan tidak sekolah, ayahnya akan marah dan langsung memperingatkan.

“Ayah saya sangat mementingkan pendidikan. Walaupun untuk makan saja sulit, tapi itu tidak melemahkan hati. Saya tetap sekolah dengan baik sampai jadi sarjana,” kenang Am.

Terinspirasi TP Rahmat

Am bergabung ke Grup Triputra sejak 2011 yang dipimpin oleh mantan CEO Astra, Teddy Permadi Rahmat. Banyak inspirasi yang ia peroleh dari sosok TP Rahmat selama puluhan tahun membantu sang CEO. Teddy sangat berpengaruh dalam perjalanan karier Am dan menjadi panutannya dalam mengajarkan kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab. Perhatiannya kepada bawahan begitu istimewa. Bantuan untuk universitas dan berbagi ke kalangan masyarakat yang membutuhkan juga kerap dilakukannya. Kebaikan Teddy yang dengan tulus dan sigap membantu pengobatan istrinya hingga ke Australia selalu ia kenang.

Am mengatakan, seorang karyawan harus bisa menempatkan diri dan menghargai pemimpin di tempatnya bekerja. Meski atasan tidak selamanya benar,  karyawan harus tetap menghargai dan jangan menggunjingkan kekurangannya di belakang. Jika sudah bekerja yang terbaik dan bersikap sopan santun, ia meyakini nantinya atasan dengan sendirinya akan memberikan kenaikan pangkat untuk karyawan.

“Efek komunikasi itu berbahaya. Terkadang atasan digunjingkan di belakang. Satu orang menyeletuk, kariernya akan terhambat selamanya,” pesan Am.

Bekerja keras hingga larut malam kerap dilakukannya dan terkadang membawa pulang pekerjaan kantor yang harus segera selesai seperti membuat konsep di rumah. Karya dan prestasi yang ditorehkan akhirnya membawa kariernya terus meningkat. Am juga turut berperan dalam menginisiasi pembangunan Masjid Astra di kawasan Sunter, ditugaskan Direksi Astra untuk mendirikan Museum dan Perpustakaan Astra, membangun kantor serta galeri Yayasan Dharma Bhakti Astra.

Tangani kasus

Dalam perjalanan kariernya yang panjang, berbagai tantangan dalam menangani kasus pernah dilaluinya dan menjadi pengalaman berharga. Ketika menghadapi kasus pembebasan lahan di Sunter, Jakarta Utara yang akan dipakai untuk perluasan pabrik mobil Astra, berbagai persoalan muncul mulai dari harga jual warga yang tidak sewajarnya hingga keterlibatan para perantara. Praktik pemalsuan surat-surat tanah juga semakin menambah rumit penyelesaian. Namun dengan jam terbang yang sudah teruji, ia bersama tim mampu menyelesaikan semua permasalahan dengan komunikasi yang bersahabat.

Pengalaman pelik lainnya adalah kasus Bank Summa. Saat itu Presiden Direktur PT Astra International Tbk TP Rahmat menugaskannya untuk menyelesaikan kasus ini. Am harus meredam aksi para nasabah yang protes menyusul keputusan pemerintah untuk melikuidasi Bank Summa dan kasus ini merembet ke Grup Astra. Hal ini terjadi karena kedekatan pemilik Bank Summa dengan Grup Astra sehingga muncul anggapan bahwa Bank Summa adalah salah satu anak usaha Grup Astra. Padahal, kedua entitas bisnis ini adalah badan hukum yang berbeda dan memiliki tanggung jawab hukum yang berbeda. Am berhasil menangani kasus ini lewat komunikasi yang baik secara terus menerus.

Baca Juga: Gandeng Tangan, Berbagi Peran

Susun visi

Di Triputra Group, ia turut berperan dalam menyosialisasikan pelaksanaan dasar-dasar penerapan di bidang tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG). Am menulis GCG sebagai syarat mutlak dalam membangun sebuah sistem dan struktur perusahaan yang berkelanjutan.

Dalam pandangannya, komunikasi merupakan faktor paling mendasar pada penerapan GCG khususnya dalam membangun hubungan yang harmonis antara komisaris, direksi, dan para pemangku kepentingan. Am memaparkan GCG sebagai seperangkat hubungan antara pemegang saham, pengurus, kreditur, pemerintah, dan karyawan dalam mencapai kesepakatan tentang hak dan kewajiban mereka. GCG adalah suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan baik dan transparan.

Ia juga telah menyusun visi, misi, objektif, dan strategi di bidang corporate communication dengan tujuan dan program yang jelas. Dua visi utamanya yaitu, pertama, Triputra Group sebagai korporasi yang memiliki reputasi dan citra positif baik secara keuangan dan manajemen maupun dalam tanggung-jawab sosial dengan menerapkan GCG dan etika bisnis. Kedua, menjadi corporate communication yang profesional, berintegritas, dan memiliki semangat untuk selalu mencapai yang terbaik.

Ia melihat pentingnya komunikasi yang dijalankan perusahaan dalam membangun kepercayaan (trust) dan reputasi yang baik terhadap manajemen, produk, dan pelayanan. Untuk itu ia selalu menjaga hubungan yang baik dengan kalangan media. Ia tempatkan wartawan sebagai sahabat, agar terjalin hubungan yang erat dan bersifat kekeluargaan. Menurutnya, senang menjalin hubungan secara kekeluargaan sudah menjadi karakter orang Indonesia yang senang menjalin hubungan secara kekeluargaan.

Menurut Am, praktisi PR harus senantiasa mengikuti dan memahami perkembangan ekonomi, sosial, politik nasional maupun global. Mereka harus belajar dari berbagai kasus yang terkait dengan masalah komunikasi dan teknik penanganannya tanpa berimplikasi negatif terhadap perusahaan. Yang tak kalah penting, imbuhnya, praktisi PR harus lebih membuka cakrawala pengetahuannya melalui berbagai pelatihan ilmu komunikasi level internasional sehingga mampu berpikir secara global dan siap go international.

Continue Reading

Recollection

“Narima” Jadi Peramu Titik Temu

Aprilia Hariani K

Published

on

Gunawan Pribadi Asisten Deputi Fiskal pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian)

Gemar kumpul dan bergaul, Gupri amat menikmati tugasnya kini: mengharmonisasikan kepentingan pelbagai pihak ke dalam rancangan peraturan.

Beberapa pekan terakhir di ujung tahun 2021, Gupri, panggilan karib Gunawan Pribadi, disibukkan dengan berbagai pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan rancangan peraturan menteri keuangan (RPMK) mengenai pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), kebijakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan kebijakan insentif perpajakan sehubungan pandemi Covid-19. Untungnya, Majalah Pajak, tetap dapat berbincang dengannya di sela kesibukannya sebagai Asisten Deputi Fiskal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).

“Kemarin itu zoom meeting seharian penuh. Pagi hari membahas klaster Pajak Penghasilan (PPh) dengan Direktorat Peraturan Perpajakan II, siangnya hingga sore membahas klaster Ketentuan Umum Perpajakan dengan Direktorat Peraturan Perpajakan I. Peraturan pemerintah untuk dua klaster ini memang harus diprioritaskan karena akan berlaku mulai 1 Januari 2022,” kata Gupri di Gedung Ali Wardhana, Kantor Kemenko Perekonomian, pada Selasa pagi (21/1).

Ia menjelaskan, penyusunan PP dan PMK terkait UU HPP, antara lain harus melibatkan Kementerian Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Dalam Negeri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan beberapa kementerian/lembaga lainnya. Sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku pemrakarsa mengerahkan seluruh unit eselon I, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), dan Biro Hukum.

Salah satu peraturan turunan UU HPP yang sudah terbit adalah mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Reformasi fiskal

Ia mengungkap, sejatinya rencana mereformasi peraturan perpajakan telah dibahas sebelum pandemi Covid-19 melanda. Kala itu, pemerintah memandang perlu melakukan reformasi dari sisi regulasi demi meningkatkan pelayanan dan pengawasan pajak untuk menciptakan kepatuhan sukarela. Pasalnya, rasio pajak Indonesia yang cenderung menurun sejak 2012 hingga 2017. Kemenkeu mencatat, rasio pajak Indonesia sebesar 14 persen (2012); 13,60 persen (2013); 13,10 persen (2014); 11,60 persen (2015); 10,80 persen (2016); 10,70 persen (2017).

Gupri menekankan, reformasi fiskal merupakan bagian untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045. Prospek ekonomi 2045 yang dituju pemerintah, yakni pendapatan per kapita mencapai 29.300 dollar AS, Indonesia masuk dalam empat besar ekonomi dunia, struktur perekonomian yang lebih produktif, dan sektor jasa yang maju.

Selain itu, pemerintah juga sedang dalam proses pembangunan core tax system atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP). Secara simultan, pemerintah memperkuat reformasi struktural lewat sistem Online Single Submission (OSS) Risk Based Approach (RBA).

“Bahwa kemudian UU Cipta Kerja dan UU HPP terbit setelah pandemi Covid-19, tidak semata-mata dipicu oleh pandemi, melainkan untuk reformasi fiskal yang telah direncanakan sebelumnya,” kata Gupri.

“Sementara penerbitan UU HPP karena juga momentumnya adalah kita punya ruang di Prolegnas untuk pembahasan UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Kita manfaatkan itu dengan format omnibus law, yaitu memuat juga perubahan UU PPh (Pajak Penghasilan) dan UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dalam RUU KUP. Dalam proses pembahasan dengan DPR, nama RUU KUP kemudian diubah menjadi RUU HPP.”

Gupri lantas menyinggung tentang putusan judicial review Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun.

Judicial review ini merupakan tantangan pertama dan utama dari pelaksanaan UU HPP. Karena konstruksi UU HPP mengikuti pola omnibus law UU Cipta Kerja, dikhawatirkan UU HPP dapat dinyatakan inkonstitusional bersyarat juga sebagaimana putusan MK terhadap UU Cipta Kerja. Adapun secara materi atau substansi, saya tidak melihat adanya tantangan yang berarti karena secara umum kebijakan-kebijakan yang diatur telah disepakati bersama dengan DPR,” jelas Gupri.

Insentif pajak

Selain itu, ia juga turut terlibat dalam penyusunan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu dan PMK Nomor 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

Intinya, menurut Gupri, pemerintah berupaya meningkatkan daya tarik investasi, baik penanaman modal asing maupun dalam negeri demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan mencapai sasaran Indonesia Maju.”

“RPJMN 2020-2024 mengharapkan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 6 persen per tahun dengan kontribusi pertumbuhan investasi rata-rata 7 persen per tahun. Target pertumbuhan investasi ini perlu didukung dengan insentif fiskal dan insentif nonfiskal,” kata Gupri.

Saat ini ia tengah mengumpulkan dan mengharmonisasikan masukan-masukan kementerian/lembaga (K/L) terkait dalam rangka mengevaluasi aturan dan efektivitas tax llowance.

“Berdasarkan pengalaman, evaluasi insentif tax allowance adalah tugas yang berat. Kami harus mengoordinasikan KL-KL yang berbeda keinginan dan kepentingannya. Kami sudah memulai proses evaluasi dengan mengadakan kick off meeting,” kata Gupri.

Menurut kajian BKF, tax allowance bukanlah alasan utama berinvestasi di Indonesia. “Kami pun melakukan monev (monitoring dan evaluasi) dengan melakukan kunjungan ke beberapa perusahaan yang mendapatkan insentif. Informasi yang kami dapatkan, alasan mereka berinvestasi di Indonesia adalah karena pasar Indonesia besar,” ungkap Gupri.

Namun, di sisi lain, beberapa K/L tetap menginginkan perluasan tax allowance. “Mereka berdalih selalu ditanya calon investor mengenai insentif apa yang ditawarkan Indonesia. Jadi, ya inilah tugas kami ke depan, mengharmoniskan pandangan, kepentingan, dan masukan seluruh stakeholders,” ungkap Gupri.

Ia juga ikut menyusun insentif fiskal lainnya, seperti PMK Nomor 128 tentang 2019 tentang Super Deduction untuk Kegiatan Vokasi dan PMK Nomor 153 Tahun 2020 tentang Super Deduction untuk Kegiatan Penelitian dan Pengembangan. Insentif super deduction vokasi diberikan dalam bentuk pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan vokasi. Sedangkan, super deduction litbang diberikan dalam bentuk pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang.

Berawal dari DJP

Kepiawaian Gupri mengharmonisasikan sejumlah kepentingan tertempa sejak ia berkarier di DJP. Saat ditempatkan di Direktorat Hubungan Perpajakan Internasional tahun 2000, ia mulai belajar berkoordinasi secara lintas lembaga dan negara untuk mendukung pembentukan dan pelaksanaan P3B. Ditambah lagi, saat diamanahi tugas sebagai Kepala Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II BKF, Gupri menjadi Senior Advisor to Executive Director World Bank (2010–2013), menjadi salah satu wakil pemerintah Indonesia. Di sana, alumnus University of Southern California ini bertugas membuat analisis dan memberikan masukan kepada executive director dalam pengambilan keputusan.

“Executive Director itu mewakili pemerintah suatu negara atau negara-negara selaku pemegang saham World Bank. Di World Bank terdapat 25 executive directors yang mewakili 189 negara anggota. Seluruh keputusan World Bank harus disetujui oleh board of executive directors. Jadi, secara organisasi, kedudukan board of executive directors itu berada di atas Presiden World Bank,” kenang Gupri.

Selesai penugasan di sana, ia kembali berdinas di BKF sebagai Kepala Bidang Perpajakan Internasional. Hingga akhirnya, mulai Mei 2017, ia melabuhkan kariernya di Kemenko Perekonomian melalui proses open bidding.

“Dari sisi pekerjaan, saya senang bekerja di Kemenko Perekonomian. Ibarat baju, baju Kemenko Perekonomian itu lebih lega, tidak kekecilan ukurannya. Kemenko Perekonomian memberikan pengetahuan dan wawasan yang luas. Itu penting bagi saya,” kata Gupri,

Pekerjaannya saat ini otomatis membuatnya bertemu dengan banyak pihak, tambah banyak teman, sekaligus tambah banyak jenis pekerjaan.

“Ibarat makan di restoran padang, hidangan pekerjaannya sangat banyak. Saya bisa memilih apa yang saya suka, bisa juga sekadar mencicipi, meskipun ada juga yang suka atau tidak suka harus saya makan,” kata Gupri.

Semasa remaja, pria kelahiran Semarang, 14 Agustus 1968 ini ternyata juga sudah piawai dalam bersosialisasi. Gupri tidak hanya bergaul dengan teman sebaya, tetapi juga lintas generasi di lingkungan rumah.

“Di kampung saya di Semarang ada tanah lapang. Setiap sore semua orang, tua-muda, besar-kecil, kumpul di situ. Saya selalu hadir. Sore bermain di lapangan, malam kumpul-kumpul ngobrol. Besoknya ada ujian pun, saya tetap hadir kumpul-kumpul, meskipun sambil bawa buku untuk belajar. Ada tetangga yang heran, ‘Kamu ini dolan (main) terus, tapi bisa masuk SMP favorit, masuk SMA favorit,’” kenang alumnus SMAN 3 Semarang ini.

Orangtua Gupri juga menanamkan nilai untuk selalu rida dan bersyukur dengan segala ketetapan Sang Khalik. Tantangan, risiko, dan konsekuensi berpindah-pindah penugasan merupakan bagian dari dinamika kehidupan yang dijalaninya dengan lapang dada.

“Ibu mengajarkan saya untuk narima ing pandhum (ikhlas terhadap segala anugerah). Mungkin karena prinsip narima itu, saya merasa nyaman-nyaman aja berpindah-pindah instansi—meskipun harus berubah-ubah penghasilan juga,” ujarnya sembari tertawa.

Continue Reading

Populer