Perusahaan-perusahaan pelat merah memfokuskan program tanggung-jawab sosial dan lingkungan pada tiga bidang yaitu pendidikan, UMKM, dan lingkungan hidup secara harmonis untuk menghadapi tantangan global dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Majalahpajak.net – Berbagai inovasi dan terobosan program tanggung-jawab sosial dan lingkungan (TJSL) atau CSR (corporate social responsibility) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kolaboratif dapat berperan penting bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan global di bidang perdagangan, disrupsi digital, dan ketahanan kesehatan. BUMN bukan lagi pesaing bagi para inovator lokal melainkan menjadi bagian bersama dalam penguatan kedaulatan Indonesia di level global. Oleh karenanya berbagai program TJSL yang ada di lingkup BUMN harus dikelola dengan baik dan saling bersinergi agar dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dalam pemberdayaan masyarakat.
“Ingat, BUMN bukan lagi pesaing para kreator atau inovator lokal. Namun menjadi bagian bersama dalam penguatan Indonesia yang berdaulat. Inovasi TJSL BUMN bisa ambil peran penting dalam menghadapi tiga tantangan yakni pasar global, disrupsi digital, dan ketahanan kesehatan,” kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan tertulis, Minggu (30/01).
Ia menekankan kepada jajaran manajemen BUMN untuk memfokuskan alokasi dana TJSL pada tiga bidang, yakni pendidikan, UMKM, dan lingkungan hidup. Program TJSL bidang pendidikan bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dalam penyediaan pendidikan berkualitas agar anak-anak Indonesia mendapat kemudahan juga akses ilmu pengetahuan dan teknologi. Program TJSL bidang UMKM akan fokus pada kegiatan pendampingan bagi pelaku UMKM yang selama ini masih menjadi masalah klasik sehingga menghambat bisnis UMKM dalam meningkatkan skala usaha. Erick menjelaskan, UMKM tak sekadar hanya berkutat pada persoalan pembiayaan melainkan juga perlu pendampingan yang intensif dan melakukan transformasi bisnis. Adapun program TJSL bidang lingkungan hidup akan fokus pada upaya pelestarian alam dan penghijauan. BUMN diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian alam. Erick mendorong BUMN untuk melakukan program TJSL yang bersinergi dengan lingkungan hidup, pendapatan masyarakat, dan perubahan iklim.
“Kita mendorong penanaman pohon yang bermanfaat, tidak hanya penghijauan untuk oksigen tapi juga pendapatan masyarakat seperti yang sudah kita lakukan di Danau Toba,”paparnya.
Seiring penguatan program prioritas tersebut, kementerian BUMN telah membentuk Forum TJSL pada akhir Januari 2022 lalu. Erick menyatakan, Forum TJSL merupakan implementasi konkret dari nilai dasar (core values) AKHLAK, yakni kata harmonis dan kolaboratif.
“Saya ingin TJSL BUMN tidak berjalan sendiri-sendiri maupun saling bersaing. Kegiatan TJSL BUMN harus disatukan dengan baik demi menciptakan harmoni dan bisa memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat,” imbuhnya.
Menurut Erick, pelaksanaan TJSL harus selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam pemberdayaan masyarakat. Ia mencontohkan program yang dilakukan PLN dalam pengembangan PLTU yang menghasilkan limbah sisa pembakaran batu bara, namun bisa dimanfaatkan masyarakat membuat batako dan membangun rumah.
Paradigma investasi sosial
Terkait efektivitas program CSR di lingkungan BUMN, Jalal selaku peneliti sekaligus pendiri social enterprise A+CSR Indonesia menyampaikan kritiknya pada sejumlah BUMN yang menjalankan CSR hanya sebatas Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan belum mengaitkannya dengan bisnis inti perusahaan. Menurut Jalal, hal dominan yang tampak hingga sekarang di dalam laporan-laporan PKBL adalah paparan tentang aktivitas dan sumber daya finansial yang dikeluarkan. Kalaupun ada paparan tentang kinerja, hal itu hanya sebatas penjelasan tentang output saja. Sementara informasi tentang outcome dan impact dari program yang dijalankan tidak tersampaikan dengan baik. Ia melihat perlunya mengubah penekanan CSR BUMN dari sekadar PKBL menjadi program yang terintegrasi dengan bisnis inti. Pelaksanaan PKBL juga harus dilandasi dengan paradigma investasi sosial dan bukan sekadar pemberian donasi.
Jalal menjelaskan, baik CSR yang terkait dengan bisnis inti maupun PKBL BUMN seharusnya dilihat dengan perspektif kontribusi atas pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, dilaksanakan secara integral oleh seluruh bagian dalam perusahaan sebagaimana yang ditegaskan oleh ISO 26000, diukur kinerjanya dengan metodologi yang mumpuni seperti social return on investment (SROI), dan dilaporkan dengan standar Global Reporting Initiative (GRI) yang mutakhir.
“Tantangannya tentu saja apakah kementerian BUMN mau menegaskan agar CSR BUMN benar-benar menjadi seperti apa yang disepakati di level global. Di sisi lain, BUMN juga perlu memahami paradigma CSR strategis, bisnis sosial, juga berbagai standar dan metodologi yang terkait dengan sungguh-sungguh,” papar Jalal kepada Majalah Pajak melalui surat elektronik.
Menyoroti CSR di bidang UMKM, ia melihat sudah banyak program pengembangan masyarakat yang menyasar kepada usaha mikro dan kecil. Namun, sebagian besar dari program tersebut belum menggunakan investasi sosial sebagai paradigmanya. Oleh karenanya banyak perusahaan yang menjalankannya secara terputus. Jika menggunakan investasi sosial sebagai paradigma, jelasnya, maka perusahaan akan berkonsentrasi pada manfaat di tingkat outcome dan impact yang benar-benar terjadi pada UMKM yang dibantunya sekaligus memberikan manfaat bagi perusahaan.
Jalal berpandangan, strategi terbaik untuk meningkatkan keberdayaan UMKM adalah dengan menggunakan bisnis inti perusahaan dan pendekatan creating shared value (CSV). Dengan CSV, perusahaan berusaha mengintegrasikan UMKM ke dalam rantai nilainya, baik sebagai pemasok maupun sebagai mitra pemasaran. Melalui pendekatan CSV, perusahaan bisa membantu UMKM dengan tiga strategi, yaitu menciptakan produk dan pasar, meningkatkan produktivitas, dan membangun klaster lokal.
Ia memberi contoh BRI sebagai BUMN yang berhasil dalam meningkatkan kinerja UMKM. BRI melihat UMKM sebagai mitra bisnisnya lantaran mayoritas kredit dan investasinya memang diletakkan di UMKM. Perusahaan lainnya yang sudah menerapkan CSV adalah Nestle yang bermitra dengan para petani dan peternak dalam rantai pasoknya, juga Unilever dan Danone.
“Kalau kita lihat perkembangan kinerja UMKM yang menjadi nasabah BRI dan menjadi sasaran investasi sosialnya, kita akan paham mengapa BRI menjadi bank dengan aset dan keuntungan terbesar di Indonesia,” ungkapnya.
You must be logged in to post a comment Login