Industri kreatif batu mulia mampu menjadi penggerak ekonomi, namun dukungan pemerintah belum memadai.
Indonesia adalah negeri yang dianugerahi kekayaan alam berlimpah. Salah satunya adalah batu alam yang tersebar di hampir seluruh penjuru tanah air. Kondisi geologis kepulauan Indonesia yang dinamis akibat pergeseran lempeng tektonik menjadi berkah tersendiri bagi terbentuknya beragam jenis batuan mineral.
Di Aceh kita memiliki giok nefrit, fluorit, aventurin, serpentin, kristal kuarsa, idokras, kuarsa merah jambu, dan lain-lain. Dari Sumatera ada garnet, serpentin, idokras. Kalsedon biru, kecubung aleksandrit, sementara dari tanah Jawa, mulai dari krisokola di Jawa Barat hingga karnelian di Jawa Timur. Belum termasuk pulau besar lainnya seperti Sulawesi, Papua dan Kalimantan. Nyaris di seluruh provinsi wilayah nusantara memiliki potensi batu mulia dengan varian berbeda, sesuai karakter geologis yang terjadi di wilayah masing-masing.
[pullquote position=”left”]
Kami sudah bicara dengan pemerintah daerah di 45 kota dan dengan penambang. Kami sering bertualang mengadakan event di daerah, pameran, kompetisi. Sayangnya, pemerintah pusat seakan akan cuma nonton saja.
[/pullquote]
Penggerak roda ekonomi
Demam batu mulia yang belakangan ini menjangkit di seluruh pelosok negeri seyogianya mampu membuka mata semua orang betapa besar pengaruhnya bagi pergerakan ekonomi Indonesia, mulai dari masyarakat lapisan bawah hingga atas. Banyak lapangan kerja telah tercipta dengan omzet yang tak bisa dibilang kecil. Hasil wawancara Majalah Pajak dengan para perajin amatir beberapa bulan lalu menunjukkan, dari bisnis dadakan itu rata-rata mereka bisa meraup omzet Rp 300 hingga Rp 500 ribu rupiah per hari.
Sayangnya, belakangan ini demam batu mulia sepertinya hendak mencapai titik jenuhnya. Peminant mulai sepi, satu demi satu perajin mulai ditinggalkan pembeli. Padahal, seharusnya potensi ini bisa digarap secara profesional sehingga hasilnya bisa optimal. Jika kita jeli, keberadaan batu mulia ini bisa disandingkan dengan geliat industri perhiasan di tanah air yang kian berkembang. Kenapa tidak? Kementerian Perindustrian mencatat, saat ini jumlah perusahaan yang bergerak di bidang industri perhiasan mencapai 36.636 unit dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 332.802 orang. Nilai produksinya mencapai Rp 11,15 triliun.
Minim dukungan
Eri Ertanto, salah seorang pecinta batu mulia sekaligus Bussiness Development Manager majalah Indonesia Gamestone menilai, hal itu terjadi karena dukungan pemerintah pusat tentang bisnis ini masih minim. Akibatnya, potensi bisnis sektor ini tak bisa tergarap secara maksimal.
“Agar batu mulia ini bisa menjadi potensi utama maka harus dimulai dari dukungan pemerintah pusat dulu,” ungkap Eri.
Eri yang ditemui Majalah Pajak di sela-sela kegiatannya kampanye batu mulia awal Juli lalu berharap pemerintah pusat bisa memberi dukungan penuh terhadap sektor kreatif ini. Misalnya dengan menyediakan laboratorium gemology, medium interaksi para pecinta batu, basis data, pembinaan profesional, etika industri, serta infrastruktur penunjang lainnya.
“Belum ada pembinaan yang baik mengenai proses finishing atau pemotongan batu mulia yang belum sepenuhnya dikuasai oleh perajin batu mulia Indonesia,” tutur Eri.
Pemerintah, menurut Eri, seharusnya juga tak segan-segan mendukung tergelarnya event atau pameran batu berskala nasional untuk menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap salah satu warisan alam negeri ini. Hal itu sebagai katalisator bagi kreativitas mereka dalam menghasilkan karya yang terbaik dan bernilai seni.
Eri mengaku sedih ketika justru ada pernyataan pemerintah yang enggan mendukung event pameran batu mulia ini. Pria asal Depok, Jawa Barat itu pernah merasakan sendiri kesetengah-hatian pemerintah. Misalnya, ketika ia membuat event dan mencoba mengundang pemerintah pusat untuk sekadar membuka cara saja, menurut Eri, tak ada yang bersedia datang.
“Ada statement pemerintah melalui media bahwa pemerintah enggak bikin acara untuk batu akik. Sebenarnya itu statement-statement yang menjatuhkan dan kami sesalkan. Coba didukung, Indoensia bisa mencapai percepatan penguatan industri batu mulia ini,” keluh Eri.
Sebagai pecinta batu yang sering berkeliling daerah untuk memperjuangkan geliat industri kreatif ini, Eri mengaku dukungan pemerintah daerah justru lebih kencang dari pemerintah pemerintah pusat.
“Kami sudah bicara dengan pemerintah daerah di 45 kota dan dengan penambang. Kami sering bertualang mengadakan event di daerah, pameran, kompetisi. Sayangnya, pemerintah pusat seakan-akan cuma nonton saja.”
Pemerintah, menurut Eri juga bisa mendukung melalui penetapan standardisasi mutu batu mulia agar nilai jual batu mulia Indonesia menjadi lebih kompetitif di mata Internasional. Selama ini Indonesia memang belum memiliki lembaga sertifikasi perhiasan di Indonesia yang keberadaannya diakui di dunia internasional. Terlebih lagi, selama ini harga batu mulia bisa dibilang seringkali absurd, tanpa standardisasi mutu yang tersosialisasikan dengan jelas. Laboratorium gemology yang bermunculan pun seakan tak terawasi validitasnya.
Kapan pemerintah pusat akan tergerak?
You must be logged in to post a comment Login